Kisah-kisah relief candi, termasuk Borobudur, kerap terabaikan. Padahal, gambar-gambar itu menyimpan nilai-nilai kebajikan dari para leluhur. Tak hanya bangunan, pesan kebajikan nenek moyang juga patut dilestarikan.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINII
Bambang Eka Prasetya membawa wayang rusa, figur rusa Sarabha dari cerita relief candi yang baru saja dikisahkannya kepada para siswa TK dan SD Kanisius di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jumat (19/11/2021).
Relief tak hanya karya seni warisan sejarah yang menghiasi candi. Dari relief pahatan para leluhur, manusia bisa mendaras pesan kebajikan yang terus relevan melintasi peradaban.
Air tuba dibalas air susu. Berbeda dengan pepatah, rusa Sarabha justru memilih menolong seorang raja yang sebelumnya sempat memburunya. Sang raja sempat melepaskan panah dan ingin melenyapkan nyawanya, tetapi rusa Sarabha justru membantunya keluar dari lubang besar tempatnya terperosok. Raja yang gemar berburu itu pun selamat.
Petikan kisah itu dituturkan Bambang Eka Prasetya (69) kepada puluhan murid TK Kanisius Bina Ari dan SD Kanisius di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (19/11/2021). Cerita yang disarikan dari panel 90-93 Jataka Sarabha Candi Borobudur itu disampaikan Bambang dengan wayang fabel atau binatang sehingga anak-anak pun antusias menyimak.
Kisah pun berakhir dengan rusa kembali hidup tenang di hutan. Adapun sang raja kembali ke istana dengan mengambil hikmah dan memutuskan berhenti berburu atau menyakiti binatang apa pun. ”Kebaikan rusa pun berlipat ganda menjadi kebaikan bagi semua teman-temannya di hutan,” ucap Bambang kepada anak-anak.
Di akhir pertunjukan, anak-anak menyambut wayang bentuk rusa dengan gemuruh tepuk tangan. Dari kisah interaksi hewan dan manusia yang disampaikan Bambang, anak-anak belajar tentang memaafkan dan kebaikan.
Kepala TK Kanisius Bina Ari, AG Wahyuningsih, mengatakan, sebelum pandemi, sekolahnya rutin melakukan kunjungan wisata ke Candi Borobudur. Saat naik ke bangunan candi, anak-anak biasanya sangat antusias melihat relief dan kerap bertanya figur-figur hingga aktivitas yang digambarkan di sana. Namun, pertanyaan mereka kerap tidak terjawab. ”Kami kesulitan menjawab karena tidak mengetahui cerita yang tergambar di relief,” ujarnya.
Kondisi sama juga kerap dialami para guru SD Kanisius. Mereka kesulitan menjawab pertanyaan siswa tentang relief candi. ”Sebenarnya ketidaktahuan kami tentang relief Candi Borobudur sungguh memalukan karena sekolah kami berjarak kurang dari 500 meter dari candi,” ujar Kepala SD Kanisius Paulus Damar Sandibrata, bermawas diri.
Kompas
Beberapa wayang fabel yang dibuat untuk mengisahkan cerita dari beberapa relief Candi Borobudur saat dipentaskan di SD Kanisius Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (19/11/2021).
Setahun terakhir, barulah guru-guru dari 20 sekolah di bawah naungan Yayasan Kanisus Cabang Magelang melakukan pembelajaran membaca relief Candi Borobudur bergantian dua bulan sekali. Setelah mengetahui sebagian cerita, menurut Damar, mereka merasa pengetahuan itu juga sangat penting bagi para siswa. ”Pesan moral di setiap cerita, sangat penting untuk diresapi sebagai bagian dari pendidikan karakter anak-anak,” katanya.
Mendaras relief candi juga dilakukan para staf PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (TWCBPRB) setahun terakhir. Bersama Bambang, 102 karyawan PT TWCBPRB mulai mempelajari 70 cerita relief Borobudur. ”Karena bekerja di lingkungan candi, cerita-cerita tentang relief candi adalah bekal pengetahuan yang wajib dimiliki untuk melayani kunjungan tamu,” ujar Vice President Sales and Marketing PT TWCBPRB Pujo Suwarno.
Dalam waktu dekat, PT TWCBPRB juga akan membuka empat paket wisata baru berkeliling desa-desa kawasan Borobudur dengan mengacu cerita relief candi. Di setiap kunjungan, seorang pegawai PT TWCBPRB akan berperan sebagai penutur kisah relief Borobudur.
Kompas
Seusai meresmikan penyelesaian pemugaran Candi Borobudur, Presiden Soeharto beserta rombongan melakukan peninjauan keliling. Dalam gambar tampak Prof Dr R Soekmono menerangkan dinding relief yang selesai diperbaiki kepada Presiden dan Ny Tien Soeharto disaksikan Dirjen UNESCO Amadou-Mahtar M\'Bow (kiri).
Pemahaman keliru
Candi Borobudur memiliki 2.672 panel relief, yang terdiri dari 1.212 panel relief dekoratif dan 1.460 panel relief naratif atau cerita. Beragam binatang dan tumbuhan memang banyak terukir di relief candi. Namun, banyak orang termasuk wisatawan kerap kali kurang memperhatikan detail relief tersebut. Bahkan, lebih banyak yang abai dengan kisah yang digambarkan di sana.
Hal ini yang membuat Bambang Eka Prasetya risau. Untuk itu, ia intens mempelajari cerita relief Candi Borobudur sejak 1975. Hal ini dilakukannya mandiri dengan membaca banyak buku, baik dalam maupun luar negeri. ”Sebagian buku saya beli, dan sebagian lainnya ada yang saya minta langsung dari penerbit,” ujarnya.
Beberapa buku ditulis dengan bahasa Pali dan Sanskerta sehingga untuk memaknai teksnya, Bambang dibantu salah seorang rekan, umat Buddha, yang memang memahami dua bahasa tersebut. Dari pembelajaran itu, dia semakin paham bahwa banyak cerita relief kerap disampaikan tidak benar atau dipahami secara keliru.
Relief pada Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (23/6/2016).
”Sejumlah pemandu wisata yang saya pernah tahu memahami cerita secara keliru karena sekadar menerka-nerka aktivitas yang tergambar di relief candi tanpa membaca literatur aslinya,” ujarnya.
Untuk itu, Bambang bertekad membagikan cerita relief yang dipelajarinya kepada semua orang. Dengan menginisiasi gerakan yang disebutnya Sebar, atau seni membaca relief, kini sudah ada lebih dari 1.000 orang dari penjuru Nusantara telah mempelajari cerita relief Borobudur.
Keprihatinan pada minimnya perhatian masyarakat terhadap cerita relief Candi Borobudur juga dirasakan Handaka Vijjananda (50), pengusaha farmasi asal DKI Jakarta. Dia pun berinisiatif menuliskan cerita-cerita relief Borobudur dan menerbitkannya dalam buku. Sebanyak 20.000 buku tersebut kemudian dibagikan gratis kepada Taman Wisata Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur, serta para pelaku dan pegiat seni serta pariwisata di kawasan Borobudur, Oktober lalu.
Kompas
Siswa menyaksikan pentas wayang fabel di SD Kanisius Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (19/11/2021). Cerita wayang tersebut untuk menghibur dan mengedukasi anak-anak.
Buku tersebut diterbitkan berbekal uang donasi yang dikumpulkan putranya, Wiliam Sidharta (21), dengan berlari menempuh rute ultramarathon sejauh 51 kilometer, Senin (25/10/2021). Saat itu, ia 30 kali mengelilingi Candi Borobudur.
Semua usaha tersebut dilakukan Handaka demi menyebarluaskan cerita-cerita relief Borobudur. Terlebih, semuanya adalah kisah yang kurang dikenal banyak orang. Seusai menerbitkan buku tentang relief candi Borobudur, Handaka masih akan melanjutkan menulis buku-buku tentang relief di berbagai candi lain di Magelang, antara lain, Mendut dan Pawon.
Seperti halnya Bambang, Handaka juga meyakini, dengan mengukir relief, nenek moyang ingin menyampaikan pesan tertentu. Jika tanpa makna, bangunan candi mungkin hanya akan dibangun polos tanpa ukiran. Relief menjadi cara leluhur mewariskan nilai-nilai kehidupan.
Kompas
Wisatawan dalam negeri memperhatikan relief yang ada di Candi Borobudur.