Perkosa dan Cabuli Dua Bocah di Padang, Kakek, Paman, dan Kakak Jadi Tersangka
Polisi menetapkan kakek, paman, dan kakak sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pencabulan dua bocah bersaudara di Padang, Sumatera Barat.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
Kompas
Kekerasan seksual pada anak
PADANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Padang menetapkan kakek, paman, dan kakak sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pencabulan dua bocah bersaudara di Padang, Sumatera Barat. Dua pelaku lainnya, yakni kakak dan sepupu, dilakukan diversi karena masih di bawah umur. Sementara dua lainnya, tetangga dan rekan paman, sedang diburu polisi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Padang Komisaris Rico Fernanda di Padang, Kamis (18/11/2021), mengatakan, lima dari tujuh pelaku pemerkosaan dan pencabulan itu sudah ditangkap, Rabu (17/11/2021). Kelimanya adalah kakek DJ (70), paman AO (23), kakak AD (16), kakak RM (11), dan sepupu GA (9).
”Kami sudah menetapkan tiga tersangka, yaitu kakek, paman, dan kakak kandung korban. Tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara. Selain itu, ada sepupu dan kakak kandung tetapi mereka wajib diversi karena berusia di bawah 12 tahun. Dua lainnya masuk DPO (daftar pencarian orang),” kata Rico, Kamis.
Menurut Rico, kedua korban usia sembilan tahun dan lima tahun itu sedang menjalani proses rehabilitasi di rumah aman. Sementara itu, dua pelaku yang diversi dititipkan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) Kasih Ibu, Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah.
Rico menjelaskan, kasus pemerkosaan dan pencabulan itu terungkap atas laporan tetangga korban ke Polresta Padang pada Selasa (16/11/2021) malam. Dari penyelidikan dan penyidikan polisi, kejadian berlangsung di rumah korban sejak sebulan terakhir. Korban pertama berulang kali disetubuhi, sedangkan korban kedua berulang kali dicabuli.
”Awalnya dilakukan kakek, diintip paman. Paman melakukan juga. Selanjutnya, diikuti pula oleh abang-abang korban dan pelaku lainnya. Kejadian dilakukan berulang kali. Korban tinggal di rumah bersama kakek, nenek, abang, dan ibunya,” ujar Rico.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kepala Satreskrim Polresta Padang Komisaris Rico Fernanda di Padang, Sumatera Barat, Jumat (5/11/2021).
Laporan tetangga
Rico mengatakan, korban sempat melaporkan kejadian yang mereka alami kepada ibunya tetapi tidak ditanggapi. Karena takut dan trauma berat atas kejadian itu, korban akhirnya menceritakan kejadian ini kepada tetangga, selanjutnya dilaporkan ke Polresta Padang.
”Dilaporkan Selasa malam. Kami tindak lanjuti. Lakukan visum, ada bekas kekerasan di alat vital kedua korban. Berdasarkan keterangan dan hasil visum itu, kami tangkap para pelaku,” kata Rico.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kota Padang Editiawarman mengatakan, kedua korban dugaan tindak pidana pemerkosaan dan pencabulan ini sedang menjalani rehabilitasi. ”Kedua korban dalam pendampingan tim kami di rumah aman,” kata Editiawarman.
Editiawarman menyebutkan, sejak awal tahun hingga akhir Oktober lalu, setidaknya terjadi 15 kasus kekerasan seksual terhadap anak di Padang. Tujuh dari total kasus itu terjadi dalam dua bulan terakhir. Menurut dia, peningkatan kasus dalam dua bulan ini karena dinas melalui relawan dan kader gencar mencari kasus.
”Padang dalam dua bulan ini serius mendeteksi dini perbuatan kekerasan terhadap anak. Kami punya relawan di semua (104) kelurahan, memantau, melihat, dan mendengar kondisi lingkungan. Jika ada kasus, mereka segera melaporkan kepada kami. Dinas bekerja sama dengan kepolisian dan pemangku kebijakan lainnya melakukan penjangkauan dan proses hukum,” ujarnya.
Selain deteksi dini, kata Editiawarman, dinas juga intensif melakukan sosialisasi tentang pencegahan kekerasan terhadap anak. Dua bulan ini, ada lebih kurang 3.000 orang mengikuti sosialisasi anak harus dilindungi dari tindak kekerasan, baik fisik, psikis, seksual, maupun penelantaran, serta dijaga dan dirawat.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Aktivis perempuan yang tergabung dalam Jaringan Peduli Perempuan menggelar aksi diam dalam peringatan Hari Perempuan Internasional di jalan depan kantor DPRD Sumatera Barat, Padang, Sumbar, Senin (8/3/2021). Melalui tulisan di kertas karton, mereka menuntut pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena angka kekerasan seksual masih relatif tinggi, termasuk di Sumbar.
Di samping relawan di 104 kelurahan, lanjut Editiawarman, dinas juga punya kader pembantu pelaksana KB desa di seluruh RW dengan jumlah 909 orang. Kepada para kader ini, dinas menitipkan tugas untuk melakukan deteksi kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan masing-masing.
”Kegiatan tersebut baru kami gulirkan dua bulan ini sejak September 2021. Mulai menampakkan hasil, kasus yang selama ini tertutup, satu per satu ditemukan. Kami yakin banyak kasus tidak terungkap. Kami tidak mau sembunyi, lebih baik pahit-pahit mengejar dulu di awal. Agar semakin banyak orang sadar dan peduli,” ujarnya.
Hal ini terlihat pada kasus kedua bocah ini. Kata Editiawarman, kasus terdeteksi relawan, kemudian berkoordinasi dengan RT dan RW. Diteruskan ke bhabinkantibmas, polsek, dan diproses hukum oleh polres. Ia juga mengapresiasi pihak-pihak di tiap tingkatan itu yang responsif terhadap kasus ini.
Sementara itu, Direktur Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti mengatakan, kasus pemerkosaan dan pencabulan kedua bocah ini merupakan persoalan serius. Korban harus dipulihkan dengan baik, jika tidak, berpotensi kembali menjadi korban atau menjadi pelaku di kemudian hari.
Orang terdekat
Rahmi melanjutkan, kasus-kasus seperti ini beberapa kali terungkap tetapi tidak banyak. Namun, beberapa bulan terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap anak tiba-tiba bermunculan dengan cepat.
”Kasus kekerasan seksual ini seperti gunung es, lama-lama akan bermunculan. Yang kami lihat, sekarang sudah banyak yang mau melapor. Selain kasus ini, dalam November ini, ada tiga bapak kandung yang dilaporkan ke Polresta Padang atas kasus serupa,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Rahmi melihat ada persoalan di rumah korban. Keluarga tidak punya pengetahuan dan kesadaran. Sebagian besar anak di rumah itu tidak disekolahkan sehingga tidak punya pengetahuan yang baik, begitu pula dengan sang ibu. Selain itu, karena pelakunya orang terdekat, ibu bisa saja tidak paham.
”Ibu mungkin tidak paham dan berpikiran tidak mungkin kakek perkosa cucu. Padahal, sekarang anak-anaknya sudah jadi korban. Pengetahuan tidak ada. Sekarang, yang kami sayangkan, lingkungan rumah tidak aman dan nyaman untuk korban,” ujarnya.