Dalam bisnis perdagangan satwa lindung penadah justru meraup untung lebih besar daripada pemburu. Oleh karena itu, penadah mendapatkan hukuman lebih berat termasuk pemberatan dengan UU TPPU.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
DOKUMEN FORUM JURNALIS LINGKUNGAN ACEH
Lima tersangka pemburu dan perdagangan satwa lindung antarprovinsi ditangkap oleh personel Polres Aceh Timur, Aceh. Mereka dihadirkan dalam konferensi pers, Kamis (19/8/2021) karena membunuh satu ekor gajah di Aceh Timur dan menjual gadingnya.
CALANG, KOMPAS — Tersangka pelaku perdagangan satwa lindung, selain dijerat dengan Undang-Undang Konservasi, juga berpeluang dikenai Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU. Sebab, pengendali atau penadah organ satwa lindung meraih untung lebih besar daripada eksekutor di lapangan.
Kepala Kesatuan Reserse Kriminal Polisi Resor Aceh Jaya Inspektur Satu (Iptu) Lutfi Arinugraha Pratama, dalam diskusi daring ”Penindakan Hukum Kematian Lima Gajah di Aceh Jaya”, Kamis (28/10/2021), mengatakan, dalam kasus kematian lima gajah yang sedang ditangani terdapat satu tersangka, EM (41) yang berperan sebagai penampung gading.
Sebelumnya EM juga telah menjadi tersangka karena menampung gading gajah dalam kasus kematian gajah di Aceh Timur. EM juga pernah divonis bersalah dalam kasus perdagangan kulit harimau.
"EM sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Aceh Timur. Kami akan koordinasi dengan Polda Aceh, tidak tertutup kemungkinan, dia dijerat dengan TPPU," ujar Lutfi.
Tim medis Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melakukan neokropsi gajah sumatra yang mati di perkebunan sawit, di di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, Senin (12/7/2021)
Dua kasus kematian gajah di Aceh menjadi sorotan publik. Pertama adalah kasus kematian satu ekor gajah di Aceh Timur pada 11 Agustus 2021 dan satu lagi, kasus kematian lima ekor gajah di Aceh Jaya pada 1 Januari 2020.
Di Aceh Timur, gajah jantan itu dibunuh dengan cara diracun dan dipenggal kepala. Sepasang gadingnya dijual ke perantara hingga ke perajin di Bekasi, Jawa Barat. Pada akhir Agustus 2021, polisi menetapkan lima tersangka atas kasus ini mulai dari pembunuh hingga penjual.
Penadah juga mendidik para pemburu cara membunuh gajah. —Taing Lubis
Sementara di Aceh Jaya, lima ekor gajah itu mati akibat terkena listrik tegangan tinggi. Pelaku pembunuhan gajah-gajah itu baru tertangkap pada pertengahan September 2021. Sebanyak 11 orang ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunyanya adalah EM, yang juga tersangka perdagangan gading di Aceh Timur.
Dalam kasus di Aceh Timur, EM membeli sepasang gading dari pemburu dengan harga Rp 10 juta kemudian menjual kembali dengan harga Rp 24 juta. Adapun untuk kasus di Aceh Jaya, EM membeli tiga pasang gading dari pemburu. Namun, belum diketahui ke mana gading itu dijual kembali oleh EM.
Aparat Polres Aceh Jaya, Aceh memperlihatkan barang bukti tulang gajah dalam konferensi pers, Rabu, (15/9/2021). Sebanyak 11 tersangka ditangkap diduga terlibat dalam kasus kematian 5 ekor gajah di Aceh Jaya.
”Dia (EM) pemain lama, perannya dalam kasus kejahatan terhadap satwa lindung sangat meresahkan. Jika ditemukan harta yang dikelola dari penjualan organ satwa lindung itu, ia berpeluang dikenai TPPU,” kata Lutfi.
Program Manager Lembaga Suar Galang Keadilan, Missi Muizzan menuturkan dalam bisnis perdagangan satwa lindung penadah justru meraup untung lebih besar daripada pemburu. Oleh karena itu, Missi berharap penadah mendapatkan hukuman lebih berat termasuk pemberatan dengan TPPU.
”Penadah menyuplai organ satwa lindung ke pembeli di luar Aceh. Di Aceh, mereka adalah otak dari perburuan satwa lindung,” kata Missi.
Saksi ahli dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Taing Lubis mengatakan penadah memanfaatkan konflik satwa dengan mendorong warga untuk membunuh gajah kemudian membeli gadingnya. Penadah juga mendidik para pemburu cara membunuh gajah.