Wawancara Gubernur AAL Mayor Jenderal (Mar) Nur Alamsyah
Akademi Angkatan Laut bukan sekadar sekolah calon perwira melainkan penjaga marwah, martabat, dan eksistensi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Gubernur Akademi Angkatan Laut Mayor Jenderal (Mar) Nur Alamsyah
Harian KOMPAS berkesempatan mewawancarai Gubernur Akademi Angkatan Laut Mayor Jenderal (Mar) Nur Alamsyah menyambut peringatan Hari Jadi Tentara Nasional Indonesia.
Tanya : Bagaimana perkembangan kurikulum dalam 10 tahun terahir terutama untuk menghadapi perubahan peradaban yang berefek pada cara berpikir anak-anak muda terutama generasi milenial yang masuk ke Akademi Angkatan Laut untuk perang ke depan?
Jawab : Dalam sepuluh tahun ini sudah dilaksanakan kurikulum 2013 dan 2018. Kurikulum 2013 berarti taruna satu tahun menempuh pendidikan di Magelang, Jawa Tengah, (Akademi Militer) dan tiga tahun di AAL (Surabaya). Kemudian ada perubahan dalam kurikulum 2018. Dalam hal ini, taruna enam bulan di Magelang kemudian 3,5 tahun di AAL.
Perubahan paling mencolok adalah menghadapi anak-anak muda sekarang terutama generasi milenial. Tentunya berbeda. Bagaimana mereka berpikir tentu berbeda. Bagaimana mereka bertindak tentu berbeda. Maka dari itu, kami mencoba tetap membuat sistem pengajaran, pelatihan, pengasuhan melihat bagaimana cara milenial. Tantangan ketika saya menjadi taruna dengan situasi saat ini taruna dari kalangan milenial jelas berbeda.
Saat ini, penggunaan teknologi yang semakin tinggi, pemakaian gadget mengubah beberapa hal dan berpengaruh bagaimana nantinya beroperasi dalam perang di masa depan. Selain itu, mempengaruhi bagaimana hidup prajurit yang selalu berhadapan dengan pengambilan keputusan.
Tanya : Bagaimana cara AAL menangani para milenial? Mungkin mereka punya kekuatan yang berbeda dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya terutama dalam kaitan militansi dan mempertahankan bahkan memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan yang tentu tetap akan diajarkan dan dipertahankan oleh AAL.
Jawab : Tentu kami akan berpatokan kepada para taruna. Mereka tentu menerima masukan dari generasi milenial juga. Untuk itu, kami di AAL, para pengasuh, para pengajar, harus bisa masuk dalam pola pikir mereka. Bagaimana para milenial ini berpikir, bertindak, berbuat. Salah satunya masuk dalam cara berpikir mereka. Kami harus bisa menjadi komandan, guru, bapak, dan teman mereka. Para milenial ini menggunakan teknologi sangat maju, keterlibatan antarteman sangat tinggi. Selain masuk ke pola pikir, yang selalu kami utarakan adalah giving an example dan being an example (memberi contoh dan menjadi contoh). Ini sangat membantu kami dalam mengurus para taruna milenial ini selama belajar, berlatih, dan berbuat.
Dengan Taruna AAL yang berdiri di tiang layarnya, KRI Bima Suci berlayar di Selat Madura untuk sandar di Dermaga Ujung Koarmada II, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (1/1/2020). Bersama 85 Taruna/Taruni AAL angkatan ke-67 KRI Bima Suci kembali ke pangkalan setelah menjalani pelayaran Kartika Jala Krida selama 98 hari. Selama pelayaran singgah di 10 kota besar di Indonesia.
Tanya : Apa tantangan terbesar AAL saat ini?
Jawab : Menghadapi milenial. Karena kami memimpin di zaman yang sudah berubah. Tentu kami harus bisa menyesuaikan diri. Selalu berupaya untuk menjadi komandan, guru, bapak, dan teman mereka. Tujuannya, kami dapat menyelami alam pikir mereka. Dengan begitu, kami dapat berbagi hal-hal yang berkaitan dengan kesatriaan, heroisme. Dengan demikian, output AAL yakni mereka menjadi perwira divisi di kapal perang dan komandan peleton di Marinir akan tercapai dengan baik. Di samping itu, sesuai tugas pokok AAL juga memberikan pendidikan pertama kepada perwira sukarela setingkat pendidikan D4.
Tanya : Apa tradisi di AAL yang unik dan itu bisa diyakini tidak berubah?
Jawab : Yang hanya ada di AAL adalah pelayaran. Taruna tingkat satu ada pelayaran Prajalasesya. Di tingkat dua ada pelayaran Jalasesya. Tingkat tiga pelayaran Kartika Jala Krida. Di tingkat empat atau akhir, dengan gabungan keseluruhan materi, pelajaran, keahlian, keterampilan yang sudah didapat dipraktikkan dalan pelayaran Jalayudha. Ini merupakan kekhasan AAL. Dalam kegiatan itu, ada juga Mandi Khatulistiwa, pewarisan nilai-nilai luhur yang disebut peluncuran perwira remaja. Jadi ketika mereka akan berangkat ke tempat tugas masing-masing, akan diluncurkan dengan petuah dari para pendahulu, senior yang berkompeten.
AAL di dalam TNI Angkatan Laut dalam konteks internasional juga memegang tradisi seaman brotherhood. Ada misalnya Cadet Night, mereka hadir dalam acara yang juga diadakan oleh akademi angkatan laut mancanegara ketika berlayar.
Tanya : Bagaimana dengan Genderang Suling Gita Jala Taruna?
Jawab : Ada sedikit perbedaan. Di setiap pelayaran, Genderang Suling dibawa. Di setiap sandar akan dipertontonkan kepada publik. Dengan begitu, para taruna menjadi duta bangsa negara sekaligus duta Angkatan Laut untuk promosi budaya, kehidupan Indonesia.
Tanya : Bagaimana latar belakang taruna tiga tahun terakhir dilihat dari sebaran asal daerah dan latar belakang ekonomi keluarga atau pekerjaan orangtua?
Jawab : Para taruna ini berasal dari seluruh penjuruh Nusantara. Dari Sabang sampai Merauke. Bahkan, taruna terbaik pada tahun lalu berasal dari Papua. Untuk kondisi ekonomi tentu berbeda. Namun, begitu mereka masuk di AAL, mereka menjadi sama. Bajunya sama. Seragamnya sama. Kegiatannya sama. Makannya pun sama. Tidak ada pembedaan antara taruna dari keluarga ekonomi mampu dan yang tidak mampu. Di AAL, para taruna berkesempatan sama untuk berprestasi.