Mahasiwa dan kelompok massa di Sulawesi Tenggara menuntut polisi mengusut kematian aktivis Randi dan Yusuf. Terjadi dua tahun lalu, masalah ini dinilai belum terang sepenuhnya.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas dan kelompok massa melakukan aksi menuntut kejelasan kasus kematian Randi dan Yusuf di Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, Senin (27/9/2021). Polisi diminta terbuka menyikapi kasus yang merenggut nyawa para mahasiswa Universitas Halu Oleo dua tahun lalu itu.
Kematian Randi-Yusuf terjadi pada Kamis, 26 September 2019. Saat itu, Randi-Yusuf jadi peserta aksi penolakan RUU KUHP, RUU KPK, dan lain-lain yang dianggap kontroversial.
Randi meninggal setelah terkena tembakan di ketiak kiri yang tembus ke dada kanan. Sementara Yusuf mengalami luka di kepala. Berdasarkan temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yusuf juga terkena tembakan di kepala.
Kasus Randi telah selesai di pengadilan. Terpidana adalah Brigadir AM. Ia divonis 4 tahun penjara. Menurut hakim, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 359 dan 360 KUHP. Namun, hingga kini, kasus Yusuf belum tuntas. Pelakunya belum diketahui.
Hamzah, yang mengklaim mewakili keluarga besar Randi-Yusuf, menyampaikan, kasus kematian ini belum terang sepenuhnya. ”Polisi selalu beralasan tidak ada saksi dan otopsi yang tidak dilakukan. Padahal, saksi sudah ada, tapi tidak pernah dimintai keterangan. Otopsi juga bisa dilakukan tanpa harus dengan persetujuan keluarga,” katanya.
Oleh sebab itu, ia melanjutkan, tidak ada alasan aparat tidak mengusut kasus ini hingga menemukan pelakunya. Aparat juga harus secara terbuka melaporkan penyelidikan dan terus mengusut kasus ini.
Direktur Kriminal Umum Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Bambang Wijanarko menuturkan, pihaknya tidak pernah berhenti mengusut kasus kematian Yusuf. Bahkan, tiga pekan lalu, gelar perkara dilakukan untuk mengetahui duduk perkara kasus ini.
Salah satu penyebab kasus ini belum ditingkatkan menjadi penyidikan, kata Bambang, adalah urung diketahuinya penyebab kematian Yusuf. Meski terluka di kepala, otopsi tidak dilakukan sehingga sebab meninggalnya Yusuf tidak jelas.
”Apakah Yusuf meninggal akibat tembakan anggota, itu belum bisa mengarah ke sana. Karena dokter belum mengidentifikasikan lukanya tembus,” kata Bambang.
Sejauh ini, ia melanjutkan, penyidik telah melakukan pertemuan dengan orangtua Yusuf untuk meminta izin melakukan otopsi. Namun, mereka tidak mengizinkan hal tersebut dengan sejumlah alasan.
Meski begitu, ia menyampaikan, kasus ini terus berlanjut dan tidak ditutup. Penyelidikan terus dilakukan sekaligus untuk mencari keterangan atau bukti lain.
Setelah pertemuan digelar, sejumlah kelompok dan mahasiswa membubarkan diri. Namun, beberapa kelompok dan elemen masih bertahan dan terus berorasi menuntut kejelasan kasus hingga pencopotan Kapolda Sultra yang dianggap tidak mampu menyelesaikan kasus ini.
Bentrok
Meski ada pembicaraan antara massa dan polisi, aksi ini tetap berujung bentrok. Setelah saling lempar batu, polisi lalu menembakkan gas air mata. Seorang peserta aksi ditangkap. Beberapa kali orang lain dipukul aparat.
Marsono, peserta aksi yang ditangkap, mengalami sejumlah pukulan di daerah vital saat ditangkap aparat. Padahal, saat itu ia tengah bersembunyi dari lemparan batu yang dilakukan massa saat bentrok.
Sejak awal, Marsono, yang juga Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sultra, mengatakan bersama rekan-rekannya berusaha menenangkan massa. ”Aparat sangat tidak profesional dalam melakukan pengamanan. Kami yang tidak melakukan pelemparan malah ditangkap dan dipukuli. Kami masih mendiskusikan hal ini untuk sikap ke depan. Yang pasti polisi masih tidak bekerja secara profesional dalam mengawal aksi,” katanya.
Kepala Bidang Humas Polda Sultra Komisaris Besar Ferry Walintukan menyebutkan, peserta aksi tidak ditangkap. Jika ada yang merasa dipukul petugas, mereka disarankan untuk melaporkan tindakan tersebut ke kepolisian.
”Kami tidak bisa menindak anggota kalau tidak ada laporan beserta bukti-buktinya. Jadi, jika ada yang merasa mendapat pemukulan, melapor saja,” ucapnya.
Saat ini, Ferry melanjutkan, bentrokan aparat dengan massa telah selesai. Kedua orangtua Yusuf juga telah datang menenangkan massa agar tidak bertindak anarkistis. Penyelidikan kasus tersebut juga masih berjalan untuk terus mengumpulkan bukti.