Rumah Baru Sun Ghou Kong di Hari Orangutan Sedunia
Setelah lima jam menempuh medan berbukit-bukit, perjuangan tim akhirnya membuahkan hasil. Kong, orangutan yang dilepasliarkan, menemukan rumah baru di wilayah Sungai Tulang, Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/Dokumentasi Frankfurt Zoological Society
Orangutan sumatera (Pongo abelii) bernama Sun Ghou Kong menikmati rumah barunya di dalam Taman Nasional Bukit Tigapuluh wilayah Sungai Tulang. Pemulangannya ke alam liar jadi momen peringatan Hari Orangutan Sedunia yang bertepatan pada Kamis (19/8/2021).
JAMBI, KOMPAS — Orangutan sumatera (Pongo abelii) bernama Sun Ghou Kong akhirnya menikmati rumah barunya di rimba raya Bukit Tigapuluh. Pemulangannya menjadi momen peringatan Hari Orangutan Sedunia yang bertepatan pada Kamis (19/8/2021) ini.
Untuk mencapai lokasi pelepasliaran, tim gabungan berjalan kaki menempuh jarak 3 kilometer menembus jantung Bukit Tigapuluh di perbatasan Jambi dan Riau. Tantangan medan terbilang berat, apalagi tim harus menandu orangutan di dalam kandangnya. ”Orangutan dan kandangnya berbobot total 120 kilogram harus ditandu menembus hutan,” kata Fifin Arfiana Jogasara, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).
Setelah lima jam menempuh medan berbukit-bukit, perjuangan tim akhirnya membuahkan hasil. Mereka sampai di rumah baru untuk Kong di wilayah Sungai Tulang, Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Tim itu terdiri dari petugas Balai TNBT, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi, Frankfurt Zoological Society, Kepolisian Sektor Batang Cenaku, serta petugas Kecamatan Batang Cenaku, Desa Sipang, dan warga lokal yang turut memikul kandang.
Fifin menyebut lokasi pelepasliaran orangutan Sun Ghou Kong dipilih area baru dan belum pernah dijelajahinya. Sebab, Kong tercatat telah lima kali dilepasliarkan ke habitat aslinya, tetapi lima kali pula keluar hutan. Pada waktu terdahulu, Kong dilepasliarkan di sekitar stasiun reintroduksi orangutan, tempatnya menjalani masa pemulihan. Namun, karena dilepasliarkan tak jauh dari stasiun, Kong yang tergolong pintar itu selalu kembali ke stasiun. Bisa jadi karena ia begitu cepat menguasai wilayah jelajah.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Natalee, orangutan sumatera korban perdagangan satwa dilindungi, kembali ke Tanah Air, Jumat (18/12/2020), setelah diselamatkan Polisi Penanggulangan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Thailand. Natalee kini berada di dalam kandang transit Frankfurt Zoological Society di Kota Jambi dan akan segera kembali ke alam liar setelah menjalani masa karantina dan reintroduksi.
Fifin menceritakan, Sun Ghou Kong yang berjenis kelamin jantan kini memasuki usia 16 tahun. Ia berasal dari Simalingkar, Sumatera Utara. Dari Sumatera Utara, ia dibawa ke Pusat Rehabilitasi Orangutan Sumatera (SORC) Sungai Pengian pada 27 Februari 2011. Saat itu usianya masih lima tahun.
Setelah dua tahun menjalani reintroduksi, ia dinyatakan telah mampu untuk hidup di alam liar. Kong lalu dilepasliarkan pada 29 Januari 2012, saat usianya memasuki 7 tahun.
YAYASAN BOS
Petugas Yayasan BOS melepasliarkan orangutan di hutan lindung Batikap, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (16/2/2021).
Rumah baru untuk Kong dinyatakan layak karena kondisi hutannya masih baik. Sumber pangan berupa buah-buahan juga melimpah di sana. Lokasi baru ini diharapkan dapat memudahkan Kong mengeksplorasi habitat yang berbeda dari sebelumnya.
Berdasarkan pantauan dari awal pelepasliaran, Sun Ghou Kong masuk kategori orangutan yang pintar. Riris Praweti, dokter hewan dari FZS, mengatakan, analisis data harian menunjukkan pencapaian makan Kong lebih dari 40 persen dengan didominasi makanan berupa buah-buahan hutan.
Dokter hewan yang terus mengawal perkembangan Kong itu menyebut skor kondisi tubuh (BCS)-nya terbilang stabil, yakni di angka 3. ”Skor itu menandakan kondisi tubuh Kong cukup ideal berada di alam liar,” jelasnya.
Kawasan TNBT sebagai area pelepasliaran orangutan merupakan lokasi yang masuk dalam memorandum saling pengertian antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem bersama FZS lewat Program Konservasi Satwa Liar dan Habitatnya di TNBT.
Berdasarkan daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), orangutan kini berstatus konservasi kritis (critically endangered). Orangutan juga masuk kategori Appendix 1 menurut CITES, yang berarti tidak boleh diperdagangkan.