Oknum Kepala SD di Kapuas Lakukan Kekerasan Seksual pada Siswanya
Seorang kepala SD di Kabupaten Kapuas diduga melakukan pencabulan kepada enam anak didiknya. Ia meminta anak didiknya masuk ke ruangannya dan mengajak mereka menonton film dewasa bersama lalu mencabulinya.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Oknum kepala sekolah di Kabupaten Kapuas ditangkap polisi lantara diduga melakukan kekerasan seksual kepada enam siswinya. Modusnya, tersangka memanggil enam muridnya itu ke sekolah dengan dalih perbaikan nilai ujian, lalu satu per satu murid perempuannya diminta masuk ruangannya.
Hal itu disampaikan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kapuas Ajun Komisaris (AKP) Kristanto Situmeang saat dihubungi Kompas, Rabu (4/8/2021). Kini, tersangka telah ditahan dan melanjutkan proses hukumnya.
Tersangka I Gede Putu Andhika (43) merupakan Kepala Sekolah Dasar (SD) Swasta Pelangi Nusantara PT Kalimantan Ria Sejahtera (KRS) di Desa Ringin, Kecamatan Pasak Talawang, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Sekolah itu dibangun oleh sebuah perusahaan perkebunan untuk memfasilitasi pendidikan bagi anak-anak buruh maupun penduduk sekitar.
Tersangka tinggal di perumahan yang dibangun oleh perusahaan PT KRS di desa tersebut. Perusahaan membangun berbagai fasilitas di sekitar perumahan itu termasuk sekolah.
Peristiwa itu, lanjut Kristanto, terjadi pada Mei lalu saat semua pembelajaran dilakukan secara daring. Namun, karena sinyal internet yang tidak terlalu mendukung, biasanya para guru memberikan tugas dan para murid mengambil tugas itu ke sekolah, termasuk ujian.
Menurut Kristanto, tersangka memanggil enam murid yang jadi korbannya itu ke ruangannya dengan dalih nilai mereka tidak memenuhi syarat dan harus dilakukan perbaikan nilai. Mereka pun diminta masuk ke ruangan satu per satu.
”Kejadiannya siang hari jadi orangtua juga tidak curiga, dan itu tidak terjadi sekali melainkan dua kali di waktu yang berbeda,” kata Kristanto.
Sampai di ruangannya, lanjut Kristanto, pelaku kemudian mengajak muridnya menonton film dewasa bersama. Lalu dengan modus mengukur badan korban, pelaku melecehkan korban.
Para korban yang masih di bawah umur awalnya tidak langsung melapor karena ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa. Salah satu orangtua murid kemudian mulai curiga karena sejak dari sekolah mereka bertingkah tidak seperti biasanya, murung dan tidak berbicara. Setelah terus ditanya akhirnya beberapa anak murid mulai berbicara dan akhirnya enam orang korban semuanya berbicara tentang perilaku kepala sekolah.
”Kami tangkap bulan lalu dan saat ini sedang diurus untuk pelimpahan ke kejaksaan, alat bukti juga sudah lengkap,” lanjut Kepala Kepolisian Resor Kapuas Ajun Komisaris Besar Manang Soebeti.
Manang menjelaskan, beberapa barang bukti yang disita petugasnya, antara lain, sebuah laptop warna hitam, sebuah tempat penyimpanan data, dan sebuah meteran pita jahit dengan panjang 150 sentimeter.
Tersangka, lanjut Manang, dijerat Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
”Ancamannya paling singkat lima tahun, dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak sebesar Rp 5 miliar,” kata Manang.
Kekerasan terhadap anak memang dinilai meningkat di sejumlah daerah selama masa pandemi. Ironisnya, sebagian besar pelakunya adalah orang-orang yang berada di sekitar mereka.
Kepala bagian Penerangan Satuan Pensat Biro Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Hendra Rochmawan menjelaskan, terjadi lonjakan kasus di beberapa daerah. Sisanya, kemungkinan angka kekerasan akan naik di tahun ini jika mengikuti tren tahun lalu.
Dari data Humas Polri, di Kalimantan Selatan pada tahun 2019 jumlah kasus kekerasan anak totalnya 117 kasus dengan jumlah tersangka mencapai 114 orang, kemudian meningkat pada tahun 2020 menjadi 132 kasus dengan total 134 tersangka. Jumlah tahun 2021 sampai Juni total kasus mencapai 13 kasus dengan jumlah tersangka empat orang.
Lonjakan kasus serupa juga terjadi di Sumatera Barat. Pada tahun 2020 terdapat 362 kasus kekerasan anak, lalu pada tahun 2021 terdapat 221 kasus hingga bulan Juni. Sementara di Kalimantan Tengah pada tahun 2020 terdapat 32 kasus dengan 32 tersangka dan meningkat tahun 2021 dengan jumlah 64 kasus hingga Juni.
”Tahun ini belum selesai jadi memang selalu ada kemungkinan meningkat,” ujar Hendra Rochmawan di sela-sela diskusi.
Hendra mengungkapkan, upaya penanganan kekerasan terhadap anak selalu menjadi atensi pimpinan kepolisian di daerah. Namun, ia merekomendasikan agar pemerintah bersama lembaga lainnya memikirkan nasib anak pascapenanganan hukum.
”Kami sampai selesai proses hukumnya, selanjutnya bagaimana untuk memastikan si anak tidak berdampak atau memiliki implikasi buruk terhadap tumbuh kembangnya,” kata Hendra.