Tol Listrik Sistem Flores Diharapkan Pacu Investasi dan UMKM Lokal
PT PLN mengucurkan anggaran senilai Rp 1,1 triliun untuk membangun sistem kelistrikan di Flores, NTT, dengan daya mampu 104,1 MW. Tol listrik sistem Flores ini diharapkan menarik investasi dan membantu pelaku UMKM,
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — PT PLN (Persero) mengucurkan anggaran senilai Rp 1,1 triliun untuk membangun sistem kelistrikan di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, dengan daya mampu 104,1 megawatt. Dengan dana itu, PLN bakal membangun infrastruktur saluran udara tegangan tinggi sepanjang 684 kilometer sirkuit dari Labuan Bajo hingga Maumere. Tol listrik sistem Flores ini diharapkan menarik investasi sekaligus membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di wilayah itu.
Direktur Bisnis PT PLN Regional Sulawesi, Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Syamsul Huda, Selasa (3/8/2021), di Kupang, mengatakan, PT PLN (Persero) mempertegas komitmennya memperkuat keandalan listrik dan meningkatkan rasio elektrifikasi di wilayah Indonesia timur, termasuk Pulau Flores.
”PLN mengucurkan anggaran senilai Rp 1,1 triliun untuk membangun 104,1 MW guna menyelesaikan pembangunan sistem kelistrikan di Flores, mulai dari Labuan Bajo sampai Maumere sepanjang 864 kilometer sirkuit. Pembangunan infrastruktur saluran udara tegangan tinggi (SUTT) tol listrik Flores ini tuntas 30 Juli 2021,” kata Huda.
Sistem kelistrikan di Flores tersebut berdaya mampu 104,1 MW dan beban puncak sebesar 71,6 MW. Daya mampu 104,1 MW ini terbagi menjadi dua sistem, yakni sistem Flores bagian barat dan sistem Flores bagian timur. Daya mampu listrik di Flores bagian barat berkapasitas pembangkit 40,7 MW, antara lain dipasok dari PLTMG Rangko sebesar 23 MW, PLTD Golobias di Labuan Bajo (3,4 MW), PLTB Faobata Bajawa (2,2 MW), dan beberapa pembangkit lain.
Adapun sistem Flores bagian timur memiliki kapasitas total 63,4 MW, antara lain dipasok PLTD Mautapaga sebesar 3 MW, PLTMH Ndunga (2 MW), PLTS Wewaria (1 MW), PLTU Ropa Ende (14 MW), PLTS Waeblerer (1 MW), PLTMG Maumere (40 MW), dan PLTD Wolomarang Sikka (3 MW).
Sebelumnya, sistem listrik di Flores barat memiliki cadangan terbatas sehingga mudah defisit jika ada gangguan di salah satu pembangkit. Sementara pada sistem Flores Timur, cadangannya cukup tersedia. Dengan bergabungnya kedua sistem ini, cadangan listrik mencukupi dan lebih andal. Hal ini juga akan membuat sistem lebih efisien dan dapat menurunkan biaya operasi berkisar 3-4 persen.
Mendukung keandalan suplai listrik di sistem Flores, telah beroperasi 11 gardu induk dengan kapasitas 225 MVA dan saluran transmisi sepanjang 864 kilometer sirkuit (kms) dengan dukungan 1.319 tapak tower yang tersebar di seluruh Kabupaten Flores.
Pembangunan tol listrik di Flores ini dimulai sejak 2006, diawali dengan proses perizinan, survei lokasi tapak tower, sampling uji tanah, penyusunan desain gambar, dan pembebasan lahan tapak tower di sepanjang jalur transmisi, mulai dari Labuan Bajo sampai Maumere.
Kondisi geografis menjadi tantangan dalam proses pembangunan tol listrik ini. Pasalnya, medan yang digarap berupa tanah datar, areal perkebunan dan pertanian, kawasan hutan, perbukitan, jurang, tebing, hingga lembah.
”Hambatan terkait dengan pembangunan fondasi tapak tower, perakitan tower, pembebasan jalur kawat transmisi, dan penarikan transmisi SUTT 70 kV. Semua ini dilakukan dengan memaksimalkan tenaga manusia dan metode yang sederhana,” kata Huda.
Apalagi dalam satu tahun terakhir, pembangunan dilakukan dalam suasana pandemi Covid-19. Seluruh tim yang terlibat dalam pembangunan ini berjuang di lapangan sambil menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan. Saat ini, rasio elektrifikasi Provinsi NTT mencapai 88,82 persen. Adapun rasio desa berlistrik mencapai 96,57 persen per Juni 2021.
Anggota DPRD NTT dari Fraksi PDI-P, Viktor Mado Watun, mengatakan, dengan kehadiran tol listrik di Flores, masyarakat di delapan kabupaten di pulau itu diharapkan tidak lagi kesulitan listrik. Dengan daya mampu 104,1 MW dan beban puncak pelanggan 71,5 MW, berarti suplai listrik di Flores masih kelebihan 31,5 MW.
”Stok tersisa itu sangat tinggi. Investor bisa memanfaatkan jaringan listrik untuk berinvestasi di bidang apa saja, terutama sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, dan kerajinan. Pemda delapan kabupaten dapat mempromosikan ketersediaan listrik tersebut, tetapi juga harus didukung dengan infrastruktur jalan dan jembatan yang optimal,” kata Mado.
Masyarakat Flores pun dapat memanfaatkan ketersediaan tol listrik untuk membangun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di wilayah itu di berbagai bidang. Kehadiran listrik sangat erat kaitannya dengan ketersediaan jaringan telekomunikasi dan digitalisasi.
Ia mengatakan, pemerintah telah berjuang di tengah masa pandemi ini menghadirkan listrik dan jaringan telekomunikasi semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat di daerah itu. ”Peluang ini harus dimanfaatkan dengan baik sehingga masyarakat Flores jangan ketinggalan dengan daerah lain,” kata Mado.
Uly Ariana (53), pemilik kios bahan pokok di Desa Boro Klobong, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, mengatakan, jika sebelumnya listrik hanya dapat diakses 12 jam sehari, saat ini masyarakat di desa tersebut bisa menikmati layanan 24 jam sehari. Ia pun bisa berjualan hingga pukul 02.00 setiap hari untuk melayani bus lintas kabupaten Larantuka-Maumere.
”Anak saya juga membuka bengkel motor untuk melayani kendaraan yang melintas di jalur trans-Flores ini selama 24 jam. Biasanya kendaraan dari Labuan Bajo, Ruteng, Bajawa, dan Mbay masuk Larantuka larut malam, bahkan dini hari. Ban kendaraan ada yang kempes, bocor, dan lain-lain. Kendaraan yang mengalami kendala tersebut bisa dilayani di sini,” kata Uly.
Ia pun berterima kasih kepada PLN yang telah berjuang menerangi desa itu selama 24 jam per hari. Listrik juga sepanjang hari bisa menerangi desa-desa di pelosok Kecamatan Wulanggitang, seperti Hewa, Wodong, dan Desa Ile Bura, yang terletak di pantai selatan Kecamatan Wulanggitang.