Banjir Rendam 33 Desa di Empat Kabupaten di Kalimantan Tengah
Banjir kembali melanda Kalimantan Tengah. Warga yang terbiasa dengan banjir tahunan memilih tidak mengungsi dan bertahan. Mereka percaya banjir tahunan terjadi karena kondisi alam yang memburuk.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Bencana banjir kembali melanda Kalimantan Tengah. Sebanyak 33 desa di empat kabupaten di Kalimantan Tengah terendam banjir dengan ketinggian maksimal 150 sentimeter. Ribuan penduduk terdampak banjir.
Berdasarkan data Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) Provinsi Kalimantan Tengah, banjir melanda di Kabupaten Lamandau, Katingan, Murung Raya, dan Kotawaringin Timur. Sebanyak 2.611 keluarga terdampak banjir. Sebanyak 2.610 rumah, fasilitas umum, dan bangunan lainnya terendam banjir.
Di Kabupaten Lamandau, banjir tak hanya merendam kawasan perdesaan ,tetapi juga sejumlah ruas jalan Trans-Kalimantan yang menghubungkan daerah Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Barat. Banjir sudah menerjang sejak Kamis (15/7/2021) hingga Sabtu (17/7/2021). Belum ada tanda-tanda surut lantaran hujan masih mengguyur sejumlah wilayah di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.
Kepala Kepolisian Resor Lamandau Ajun Komisaris Besar Arif Budi Purnomo mengatakan, ada enam desa yang terendam banjir, yakni Desa Penopa, Cuhai, Karang Taba, Tanjung Beringin, Kawa, dan Sungai Tuat. Enam desa itu terletak di dua kecamatan, yakni Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Batang Kawa.
”Di beberapa wilayah yang datarannya rendah, sudah ada beberapa rumah terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 1 meter,” kata Arif saat dihubungi dari Palangkaraya.
Arif menjelaskan, ketinggian air beragam. Di beberapa desa ketinggiannya berkisar 30-80 sentimeter. Beberapa ruas jalan dan fasilitas umum terendam dan aktivitas masyarakat terganggu.
Sejak ada pembukaan hutan, desa ini mulai diserang beragam bencana salah satunya banjir. Sejak saya kecil, baru sekarang merasakan banjir. (Wilem Hengki)
Saat ini, lanjut Arif, pihaknya mengirim personel tambahan untuk mengatur lalu lintas yang terganggu akibat banjir. Pihaknya juga membantu pemerintah daerah untuk menyalurkan bantuan dan melakukan pendataan.
Tak bisa dilewati
”Ada beberapa ruas jalan yang memang tidak bisa dilewati oleh kendaraan karena ruas jalan tidak terlihat lagi,” ujarnya.
Kepala Kepolisian Sektor Lamandau Inspektur Dua Herman Panjaitan mengungkapkan, pihaknya berada di lapangan untuk melakukan evakuasi, tetapi warga memilih bertahan karena mereka sudah mengantisipasi datangnya banjir.
”Kami juga melakukan sosialisasi dan mengingatkan terus warga yang tinggal di bantaran sungai agar selalu siaga dan waspada akan banjir karena mereka tinggal di sungai yang terus meluap karena hujan,” tutur Herman.
Pemerintah kecamatan, lanjut Herman, sudah menyiapkan tempat evakuasi di kantor kecamatan dengan kapasitas yang mampu menampung ratusan pengungsi. Meskipun sudah disiapkan, hingga kini belum ada yang dievakuasi. ”Ada yang pindah memang, tetapi mereka memilih pindah ke rumah-rumah kerabat yang lokasinya aman dari banjir,” katanya.
Sementara itu, di Katingan, banjir melanda empat kecamatan dengan total 20 desa. Menurut warga sekitar, banjir tersebut merupakan dampak dari luapan Sungai Katingan yang membelah 20 desa tersebut.
Jon Awang (47), warga Katingan Hulu, mengungkapkan, banjir tersebut merupakan banjir tahunan. Setiap musim hujan desanya pasti dilanda banjir dengan ketinggian berbeda setiap tahun. ”Jadi, di rumah, kami siapkan tempat khusus untuk mengungsi,” ujarnya.
Menurut Jon, banjir terjadi karena di hulu sungai sudah tidak ada tutupan hutan yang baik. Selain aktivitas pembalakan liar, alih fungsi lahan juga masif terjadi. ”20 tahun lalu hampir tidak pernah ada banjir,” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki. Meski desanya belum dilanda banjir, tanda-tanda luapan air sudah terlihat. Satu-satunya dermaga di desa itu kini mulai terendam luapan Sungai Lamandau.
”Sejak ada pembukaan hutan, desa ini mulai diserang beragam bencana, salah satunya banjir. Sejak saya kecil, baru sekarang merasakan banjir,” kata Wilem.