Pelaku Pencabulan Anak Tiri di Kalteng Senang Bakal Dipenjara
Kekerasan anak di Kalimantan Tengah terus terjadi. Kali ini menimpa seorang anak di Kotawaringin Timur yang masih berusia 11 tahun. Pelaku pencabulan merupakan ayah tiri yang tampak tak menyesal setelah ditangkap.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Polisi tangkap pelaku pencabulan anak di Cempaga, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Pelaku merupakan ayah tiri korban. Ia tak menyesal, bahkan senang dipenjara karena menganggap tetap diberi makan negara.
Kepala Kepolisian Resor Kotawaringin Timur Ajun Komisaris Besar (AKBP) Abdoel Harris Jakin menjelaskan, pelaku diduga melakukan pencabulan terhadap anak tirinya yang masih berusia 11 tahun. Saat diperiksa, pelaku mengaku sudah lima kali melakukan pencabulan terhadap korban.
Pelaku berinisial YE usianya 53 tahun. Setiap hari ia bekerja serabutan dengan menjual apa pun yang ia dapat dari hutan. ”Pelaku sering dimarahi istrinya. Ia mengaku kesal dan melampiaskannya kepada anak tirinya,” kata Abdoel saat dihubungi dari Palangkaraya, Rabu (23/6/2021).
DOKUMEN POLDA KALTENG
Kepala Kepolisian Resor Kotawaringin Timur AKBP Abdoel Harris Jakin menunjukkan ancaman penjara terhadap pelaku pencabulan anak di bawah umur, Rabu (23/6/2021).
Abdoel menjelaskan, polisi menangkap pelaku setelah mendapatkan laporan dari pihak keluarga. Peristiwa tersebut terjadi pada Mei lalu saat istri pelaku melihat anaknya keluar dari kamar mandi dengan kondisi telanjang diikuti pelaku. Saat ditanya, korban enggan memberikan jawaban, pelaku juga tidak memberikan jawaban sebenarnya.
Istri pelaku kemudian membawa anaknya ke puskesmas pembantu terdekat di rumahnya lantaran mengeluh sakit di bagian alat vitalnya. Saat ditanya oleh petugas kesehatan, korban mengaku beberapa kali disentuh oleh ayah tirinya menggunakan tangan.
Saat jumpa media, AKBP Abdoel Harris bertanya kepada pelaku. Pelaku mengaku hanya menyentuhnya.
”Saya kesal sama ibunya makanya saya jahili anaknya. Itu saja, tidak pernah saya perkosa dia,” kata pelaku saat ditanya Abdoel.
Sebelum terlihat oleh istrinya, pencabulan dilakukan di rumah mereka sendiri saat tidak ada orang lain di rumah. Korban yang tak mengerti perbuatan ayah tirinya tidak melaporkan hal itu ke siapa pun.
Kami masih melakukan pemeriksaan mendalam terhadap pelaku dengan kekhawatiran masih ada korban lain. (AKBP Abdoel Harris)
Abdoel menambahkan, pihaknya menyita beberapa barang bukti, seperti pakaian korban dan pelaku saat peristiwa pencabulan itu terjadi serta hasil visum dari fasilitas kesehatan. Polisi juga mengumpulkan keterangan beberapa saksi mata. Dengan alat bukti tersebut, polisi yakin bisa memenjarakan pelaku.
”Kami masih melakukan pemeriksaan mendalam terhadap pelaku dengan kekhawatiran masih ada korban lainnya,” ujar Abdoel.
DOKUMEN POLDA KALTENG
Beberapa barang bukti yang disita dari tangan pelaku diperlihatkan di sela-sela jumpa media di Sampit, Kalimantan Tengah, Rabu (23/6/2021).
Tak menyesal
Pelaku mengaku, istrinya sering memarahinya lantaran penghasilannya yang sangat kurang. Dengan menjual hasil hutan bukan kayu, ia hanya mampu memberikan istrinya uang Rp 200.000 hingga Rp 400.000 per bulan. ”Saya sering diolok-olok (istri),” ujarnya.
Olokan itu membuat YE menyimpan dendam hingga mencabuli. Saat ditangkap polisi, YE mengakui perbuatannya. Ia bahkan tak menyesal melakukan hal tersebut.
”Di penjara, kan, dapat makan juga meskipun orang bilang tidak enak,” kata YE. Atas perbuatannya, YE diancam 5 sampai 15 tahun penjara sesuai dengan Pasal 76D jo Pasal 81 Ayat 1 dan Pasal 76D jo Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku juga bisa dikenai denda paling banyak Rp 5 miliar.
Dari data Polda Kalteng, pada periode Januari hingga Juli 2020 sudah terdapat 41 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Di Kota Palangkaraya saja, ada 38 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Kekerasan itu berupa kekerasan fisik, seksual, pembuangan bayi, hingga kekerasan yang menyebabkan kematian.
Sebelumnya, Koordinator Pasak Kahanjak Kalimantan Tengah Ditta Wisnu mengungkapkan, pihaknya mendesak Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual agar masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2021. Setidaknya empat tahun lamanya RUU tersebut masuk prolegnas, tetapi tak kunjung dibahas tuntas dan disepakati.
”Dampaknya banyak, salah satunya pemerintah jadi beralasan tidak bisa membangun rumah aman korban kekerasan seksual lantaran tak ada payung hukum,” kata Ditta.
Ditta menjelaskan, di Kalteng beberapa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang pernah ditangani korban tidak memiliki tempat untuk mendapatkan pelayanan maksimal dari pemerintah.