Lonjakan Kasus Mengikis Ketersediaan Tempat Tidur di Surabaya
Keterisian tempat tidur pasien Covid-19 di Surabaya hampir penuh, sementara kasus melonjak di Jawa Timur. Situasi itu menuntut kebijakan penanganan yang tegas tetapi komprehensif untuk segera meredakan pandemi Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Keterisian tempat tidur untuk isolasi pasien Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, menyentuh 76 persen. Tersisa 500 dipan lagi untuk menampung pasien Covid-19 dari kabupaten/kota terdekat yang sedang mengalami lonjakan kasus, di antaranya dari Bangkalan.
Tingkat keterisian atau bed occupancy rate (BOR) yang tinggi itu karena Surabaya menjadi rujukan utama pasien Covid-19 se-Jatim. Para pasien itu memerlukan penanganan khusus. Sebagian karena terjangkit mutasi virus korona jenis baru (SARS-CoV-2).
Lebih dari 60 rumah sakit dan fasilitas khusus di Surabaya memiliki setidaknya 2.200 tempat tidur untuk isolasi pasien Covid-19. Keterisian dipan biasa 76 persen, sedangkan untuk dipan di unit rawat intensif (ICU) tembus 80 persen. ”Secara umum, tersisa 500 tempat tidur lagi yang kami khawatirkan segera penuh jika lonjakan di daerah lain tidak teratasi,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita, Sabtu (19/6/2021).
Lonjakan kasus di Bangkalan terjadi sejak Sabtu (5/6/2021). Dua pekan berlangsung, lonjakan kasus belum juga mereda. Menurut Febria, sebelum terjadi lonjakan kasus di Bangkalan, keterisian tempat tidur di Surabaya sekitar 20 persen. Itu jauh di bawah situasi ideal yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang 50 persen.
”Kenaikan tingkat keterisian tempat tidur 15 persen setiap hari dan ini terlalu cepat sehingga perlu kebijakan komprehensif agar layanan kesehatan tidak terganggu,” kata Febria.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Surabaya mengimbau para direktur atau penanggung jawab RS di Surabaya untuk mempertimbangkan konversi tempat tidur dan ruang perawatan bagi pasien Covid-19. Namun, perubahan tetap harus melihat situasi agar pasien bukan Covid-19 tetap terlayani. Jangan sampai konsentrasi penanganan Covid-19 mengganggu pelayanan kesehatan lainnya.
Secara terpisah, juru bicara Satgas Covid-19 Jatim, Makhyan Jibril Al Farabi, mengatakan, lonjakan kasus, terutama di Bangkalan, terkait dengan serangan mutasi B.1.617.2 Delta atau varian lainnya. Sejauh ini tercatat delapan warga Jatim terjangkit mutasi virus korona jenis baru yang lebih cepat menular dan lebih merusak kesehatan. Selain varian Delta, ada B.1.1.7 Alpha dan B.1.351 Beta yang pernah menjangkiti warga Jatim.
”Untuk lonjakan kasus di Bangkalan didominasi serangan varian Delta yang dua kali lipat lebih cepat menular daripada SARS-CoV-2,” ujar Makhyan. Penerapan protokol kesehatan secara disiplin dan gencarnya pengetesan, pelacakan, dan perawatan (testing, tracing, treatment/3T) amat vital untuk meredakan lonjakan kasus.
Penanggung Jawab RS Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 Surabaya Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara mengatakan, masih merawat dua pasien asal Bangkalan dan Sampang yang terjangkit varian Delta. RS dalam kompleks Museum Kesehatan Dr Adhyatma MPH ini sebelumnya menangani dua pasien Delta dan kini dinyatakan sembuh.
”Untuk pasien yang sedang kami rawat dalam kondisi stabil dan terus membaik,” kata Nalendra.
Menurut Nalendra, meski terjangkit varian baru, peluang sembuh pasien tetap besar jika diiringi dengan semangat dan disiplin. Setiap keluhan harus disampaikan dan dikonsultasikan kepada tim dokter untuk ditangani. Pasien juga perlu mengonsumsi makanan minuman bergizi dan bervitamin. Selain itu, berolahraga dan berjemur saat pagi serta percaya bisa segera pulih. ”Ketika sudah kembali ke masyarakat harus disiplin protokol kesehatan,” ujarnya.
Kenaikan keterisian tempat tidur 15 persen setiap hari dan ini terlalu cepat sehingga perlu kebijakan komprehensif agar layanan kesehatan tidak terganggu (Febria Rachmanita)
RS Lapangan saat ini menangani 370 pasien Covid-19 dari kapasitas 410 tempat tidur. Keterisiannya 90 persen atau hampir penuh. Fasilitas kesehatan lainnya di Surabaya perlu bersiap menangani pasien-pasien yang tidak teratasi oleh layanan di daerah asal.