Awam memegang peran penting perubahan Desa Cibuntu dari lahan tambang menjadi desa wisata ternama. Tawaran uang miliaran rupiah ditolak agar masyarakat setempat bisa tetap sejahtera.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·5 menit baca
Beragam penghargaan pariwisata dari dalam dan luar negeri untuk Desa Cibuntu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tidak bisa dilepaskan dari peran Awam (71). Kepala desa tiga periode ini memimpin perubahan Cibuntu dari bekas galian C menjadi desa wisata.
Selama hampir tiga jam, Awam menemani Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno serta artis Cinta Laura keliling Cibuntu, Senin (31/5/2021). Mereka mengunjungi rumah warga yang dijadikan rumah singgah (homestay), kolam terapi ikan, hingga situs berisi struktur batu berusia sekitar 3.500 sebelum tarikh Masehi.
Perjalanan Sandi dan rombongan berakhir di area kemah beralas rumput dan sebagian tempatnya dikelilingi bukit. Di sekitarnya, ada kolam, saung, mushala, tempat wudu, dan kamar mandi dengan toilet duduk. Tidak ada sampah dan kotoran. Pengunjung bercengkerama di atas rerumputan.
”Luar biasa pengalaman ini,” ujar Sandi yang didampingi Bupati Kuningan Acep Purnama. Sandi terkagum dengan Cibuntu karena bisa berubah dari lahan bekas galian pasir menjadi desa wisata yang dikunjungi banyak orang, tayang di stasiun televisi, hingga diganjar aneka penghargaan.
Belasan tahun lalu, Cibuntu, berjarak sekitar 17 kilometer dari pusat kota Kuningan, merupakan daerah galian pasir. Hanya truk dan alat berat hilir mudik, bukan wisatawan. Warga mengangkut pasir, meninggalkan lubang menganga lebih dari 20 meter dan mengeringkan sumber air. Lahan yang tadinya hijau menjelma gersang.
Desa paling ujung di Kecamatan Pasawahan itu hampir tidak dikenal wisatawan. Seperti namanya, Cibuntu seolah menghadapi jalan buntu untuk berkembang. Warganya saja angkat kaki ke kota besar demi menyambung hidup, termasuk Awam yang di Jakarta sejak 1970-an.
Pada 2003, dua tahun sebelum pensiun dari perusahaan logistik terkemuka, sejumlah tokoh masyarakat memintanya menjadi kuwu (kepala desa). ”Masyarakat kukuh saya harus balik. Saya, kan, lagi enak-enaknya kerja. Anak-anak di Jakarta semua,” kenang bapak tiga anak dan kakek tiga cucu ini.
Dengan alasan ingin membangun desa, Awam akhirnya pensiun dini dan menjadi calon tunggal kuwu. Ia kaget karena mendapati tanah kelahirannya tertinggal. ”Infrastruktur hancur karena galian C. Sopir-sopir truknya doyan minum (minuman keras). Warung-warung jual minuman keras,” katanya.
Beberapa hari setelah terpilih sebagai kuwu, Awam didatangi pejabat bagian hukum Pemerintah Kabupaten Kuningan. Mereka menanyakan kelanjutan galian pasir. Awam tegas menolak tanahnya dieksploitasi lagi. Perlahan ia menutup aktivitas tersebut dengan menggandeng aparat kepolisian sektor setempat.
”Kepala desa itu harus punya power (kekuatan). Alhamdulillah, enggak ada yang macam-macam,” katanya. Sejumlah pengusaha galian pasir sempat membujuknya agar praktik itu tetap diizinkan. Mereka bahkan mengiming-imingi akan menyewa tanah desa sehingga menambah kas desa. Namun, tawaran itu ditolak.
Balas kejujuran
Pada saat yang sama, sebagian warga yang bergantung pada galian C kehilangan pekerjaan dan harus merantau. ”Lalu, kami membalasnya apa? Kejujuran. Anggaran desa kami gunakan untuk pembangunan. Jalan diperbaiki, gang-gang diaspal. Warga pun semakin mendengar kami,” ujarnya.
Tidak berhenti di situ, berkat bantuan H Jojo Subagja, pengusaha yang juga adiknya, lahan bekas galian C dibeli. Jojo rela mengeluarkan sekitar Rp 2 miliar untuk membenahi lahan tersebut. Saking dalamnya, bekas galian hampir 2 hektar itu harus diuruk hingga enam bulan. Berbagai upaya itu demi menjadikan Cibuntu sebagai desa wisata.
Gayung bersambut, pada 2011, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta menggelar survei kelayakan destinasi wisata di sana. Indikatornya antara lain keramahan penduduk dan keamanan. Babinsa berjaga, termasuk razia miras. Hasilnya, Cibuntu berpotensi jadi desa wisata.
Warga lalu dibekali cara menyambut wisatawan hingga menjadikan rumahnya sebagai rumah singgah. Awam juga mendorong pemindahan kandang domba dari samping rumah warga ke tempat khusus yang jauh dari permukiman. Jumlah domba di Cibuntu mencapai 1.300-an ekor, lebih banyak dibandingkan total penduduk, sekitar 1.000 jiwa.
Selain lebih higenis, pemindahan itu juga membuat ikon wisata saat tur kampung, yakni kampung domba. Untuk menjamin keamanan domba, warga bergantian berjaga setiap malam. Listrik dialirkan ke kandang, tanpa memungut uang peternak. Keguyuban pun kian terasa.
Kekayaan seni budaya desa diangkat. Tradisi sedekah bumi dijadikan atraksi wisata. Pegiat seni punya panggung, termasuk pembuat angklung dan gerabah. Hasil panen warga menjelma produk seperti jasre (jahe serei) yang menghangatkan badan dan ciled (aci boled).
Rumah singgah yang hanya sekitar 20 unit sebelum 2015 kini mencapai 60 unit dengan total 110 kamar. ”Rumah aparat desa enggak boleh diisi kalau rumah warga lainnya belum diisi,” ujar Awam membeberkan kiat pemberdayaan warga.
Lulusan sekolah pendidikan guru ini juga memproteksi lahan warga agar tidak dijual kepada orang luar desa. Saat ini, katanya, harga tanah per meter persegi di Cibuntu mencapai Rp 400.000. Padahal, belasan tahun lalu, harganya masih Rp 25.000 per meter persegi.
Awam bahkan menolak tawaran pengusaha yang ingin berinvestasi Rp 10 miliar di Cibuntu. ”Saya enggak mau. Kalau investor begitu, orang kita hanya jadi satpam atau office boy. Dia pasti nyari untung saja,” ujarnya.
Pihaknya juga tidak sepakat dengan pejabat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang mencari tanah desa untuk pengembangan wisata beberapa tahun lalu. Baginya, pemerintah seharusnya fokus membantu peningkatan fasilitas rumah warga yang dijadikan homestay atau meningkatkan kapasitas warga.
Awam memang mengutamakan uang berputar di warga. ”PAD (pendapatan asli desa) dari pariwisata hanya sekitar Rp 10 juta tahun lalu,” ujarnya.
Upaya Awam memimpin evolusi Cibuntu tersebut membuahkan hasil, mulai dari peringkat keempat pada Indonesia Sustainable Tourism Award 2019 kategori Tata Kelola Destinasi dan Desa Wisata ke-2 di Indonesia untuk Community Based Tourism pada 2017.
Desa ini bahkan jadi peringkat kelima dalam ASEAN Homestay Standard pada 2016. Kunjungan wisatawan juga melonjak dari hanya 5.772 orang pada 2014 menjadi 28.964 orang tahun 2019.
Bupati Kuningan Acep Purnama mengapresiasi perubahan Cibuntu dari galian C menjadi desa wisata. ”Ini berkat pendampingan pemkab dan kerja keras abah (panggilan untuk Awam) yang sudah tidak muda lagi,” katanya.
Di tengah pencapaian itu, Awam mengaku kadang kelelahan. Anak-anaknya kerap mengingatkannya untuk beristirahat. Apalagi, kata dokter, ia menderita batu empedu. Jalannya pun sudah tertatih.
Namun, Awam berjanji terus mengembangkan wisata di Cibuntu yang belum usai. ”Membangun itu bukan hanya fisik, melainkan juga masyarakatnya,” ujarnya.