Satwa Dilindungi Masih Bebas Dijual di Media Sosial
Kasus jual beli satwa dilindungi secara daring lewat media sosial marak terjadi. Petugas menemukan penjualan binturong dan elang brontok melalui media sosial di Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Binturong, satwa dilindungi, yang menjadi barang bukti dalam kasus penjualan satwa, di Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Rabu (14/4/2021). Satwa tersebut dijual melalui media sosial.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus jual beli satwa dilindungi masih terus terjadi, di Daerah Istimewa Yogyakarta. Transaksinya selalu dilakukan melalui media sosial. Kondisi tersebut menunjukkan tindakan jual beli satwa dilindungi masih bebas dilakukan.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Ditreskrimsus Polda DIY) kembali membongkar dua kasus tindak pidana jual beli satwa dilindungi, Rabu (14/4/2021). Ada dua jenis satwa dilindungi yang diperjualbelikan dalam kasus tersebut, yakni binturong (Arctictis binturong) dan elang brontok (Spizaetus cirrhatus).
”Ini diawali dengan patroli cyber. Lalu, kami melakukan transaksi dengan menyamar sebagai pembeli. Dari situ, kami dapat menangkap pelaku,” kata Wakil Dirreskrimsus Polda DIY Ajun Komisaris Besar FX Endriadi, di Lobi Ditreskrimsus Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Rabu siang.
Elang brontok, satwa dilindungi, yang menjadi barang bukti dalam kasus penjualan satwa, di Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Rabu (14/4/2021). Satwa tersebut dijual melalui media sosial.
Pelaku penjualan satwa dilindungi, berjenis binturong, berinisial JR (31). Ia ditangkap dalam jebakan polisi yang menyamar sebagai pembeli, di Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, DIY. Menurut rencana, binturong dijual dengan harga Rp 5,5 juta olehnya. Satwa tersebut ditawarkannya kepada pembeli lewat media sosial Whatsapp.
JR mengaku memang gemar memelihara satwa. Binturong diperolehnya lewat barter dari media sosial. Dalam barter tersebut, ia menukarkan ayam hias miliknya dengan binturong. Awalnya, ia tidak tahu sama sekali bahwa binturong merupakan satwa yang dilindungi.
Satwa tersebut ditawarkannya kepada pembeli lewat media sosial Whatsapp.
”Ini sudah pelihara sejak tiga bulan yang lalu. Dapatnya dari barter online dengan ayam hias. Saya tidak tahu kalau ini satwa dilindungi. Baru setelah pelihara, saya baru tahu ini satwa yang dilindungi. Baru sekali ini menjual,” kata JR.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY FX Endriadi menjelaskan tentang kasus jual beli satwa dilindungi, di Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Rabu (14/4/2021). Satwa tersebut dijual melalui media sosial.
Sementara itu, pelaku penjualan elang brontok diketahui berinisial MRA (21). Penangkapan terhadap pelaku juga dilakukan lewat penyamaran aparat kepolisian menjadi pembeli. Transaksi dilakukan di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta, di Kecamatan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, DIY. Ia menawarkan satwa yang akan dijualnya juga melalui media sosial Whatsapp. Sementara satwa tersebut akan dijualnya dengan harga Rp 800.000.
MRA memperoleh elang brontok juga lewat barter daring. Barter dilakukan antara musang miliknya dengan elang brontok. Sejak awal, ia mengaku sudah tahu bahwa elang brontok merupakan salah satu satwa dilindungi. Namnu, ada kebutuhan mendesak yang membuatnya menjual satwa itu.
”Saya tahu kalau binatang ini dilindungi. Kemarin, juga sempat mau saya setor ke BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Yogyakarta. Tetapi, waktu itu saya butuh uang cepat yang jumlahnya cukup banyak. Jadi saya jual,” Kata MRA.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Salah satu buaya muara yang menjadi barang bukti dalam kasus perdagangan satwa dilindungi, dalam pengungkapan kasus, di Direktorat Kepolisian Air Polda DIY, Kabupaten Bantul, DIY, Selasa (16/2/2021). Terdapat 5 ekor buaya muara dan 14 ekor labi-labi moncong babi yang menjadi barang bukti dalam pengungkapan kasus tersebut.
Atas perbuatan tersebut, JR dan MRA dikenai Pasal 40 Ayat (2) juncto Pasal 21 Ayat (2) huruf a, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Sebelumnya, sepanjang Januari hingga Februari 2021, Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Polda DIY menangani enam kasus pemeliharaan dan jual beli satwa dilindungi. Jenis satwa dilindungi dalam keenam kasus itu terdiri dari 14 ekor labi-labi moncong babi dan lima ekor buaya muara. Kasus jual beli semuanya dilakukan secara daring.
Terkait kondisi tersebut, Kepala BKSDA Yogyakarta M Wahyudi mengharapkan agar masyarakat semakin sadar untuk ikut serta melakukan perlindungan terhadap satwa langka. Sebab, tindakan jual beli dan pemeliharaan satwa dilindungi akan selalu berurusan dengan hukum.
Pihaknya juga menginginkan supaya kasus jual beli satwa dilindungi semakin banyak terungkap. Khususnya kasus-kasus yang masih tersembunyi mengingat transaksi jual beli satwa dilindungi kerap dilakukan secara daring.