Surat Edaran Bupati Indramayu Tidak Cukup Cegah Jual-Beli Jabatan
Bupati Indramayu Nina Agustina menerbitkan surat edaran terkait larangan jual-beli jabatan dalam lingkungan pemerintahan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Namun, langkah tersebut dinilai belum cukup.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Bupati Indramayu Nina Agustina menerbitkan surat edaran terkait larangan jual-beli jabatan dalam lingkungan pemerintahan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Tanpa sistem dan pengawasan, langkah tersebut dinilai belum cukup untuk mencegah korupsi.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Wiralodra, Indramayu, Saefullah Yamin, menilai, jual-beli jabatan bisa terjadi di bawah tangan. Oleh karena itu, surat edaran saja tidak cukup melarang praktik korupsi. ”Yang penting, masyarakat berani melapor (jual-beli jabatan),” katanya, di Indramayu, Rabu (17/3/2021).
Apalagi, tidak ada mekanisme pelaporan dalam Surat Edaran Nomor 800/231-BKPSDM/2021 tentang Larangan Jual Beli Jabatan Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu. Dalam surat yang diterbitkan Selasa (16/3/2021) itu, pemkab berkomitmen menempatkan ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi, kinerja, serta disiplin secara adil dan wajar.
Surat edaran itu menegaskan, setiap ASN dilarang terlibat jual-beli jabatan pada semua jenjang, seperti pimpinan tinggi pratama, jabatan administrasi, dan jabatan fungsional. Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama melalui seleksi terbuka oleh panitia yang memiliki kompetensi dan bebas dari intervensi pihak mana pun.
Mutasi dan promosi jabatan administrasi dan fungsional dilakukan berdasarkan pertimbangan Tim Penilai Kinerja ASN secara kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, tanpa membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan. Para kepala perangkat daerah dan camat diminta menyebarkan isi surat edaran tersebut.
Menurut Saefullah, larangan jual-beli jabatan bisa optimal jika dibangun sistem pelaporan dan pengawasan dengan menetapkan sanksi bagi ASN yang melanggar surat edaran. ”Supaya pengaduan tidak bocor, laporan dibuat secara tertulis dan langsung ditujukan kepada bupati. Ini tidak menimbulkan fitnah,” lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Nina menegaskan, proses pengisian jabatan transparan melalui open bidding atau lelang jabatan sesuai persyaratan yang berlaku. ”Semua, kan, ada jenjang karier dan syaratnya. Tinggal diikuti saja,” ucapnya.
Nina menuturkan, larangan jual-beli jabatan merupakan wujud komitmennya mencegah korupsi di Indramayu. Apalagi, korupsi beberapa kali menjerat pejabat Indramayu.
Bekas Bupati Supendi, misalnya, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi terkait proyek infrastruktur, pertengahan Oktober 2019. Ia menyusul Yance, Bupati Indramayu 2000-2010, yang terlibat perkara korupsi pembebasan lahan pembangkit tenaga uap di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, tahun anggaran 2004. Negara merugi Rp 4,1 miliar akibat korupsi tersebut.
Untuk itu, pemerintahan yang bersih harus dimulai dari proses rekrutmen pejabat hingga ke bawah yang bebas dari upeti. ”Dalam visi-misi, kami sudah tegas tidak bermain pada wilayah korupsi, baik menyangkut jual-beli jabatan maupun fee proyek,” kata Nina yang juga anak mantan Kepala Polri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar.