Penuhi Kebutuhan, Tenaga Kesehatan di Kalteng yang Sakit Tidak Diberi Vaksin
Vaksin yang tiba di Palangkaraya jumlahnya lebih sedikit dibanding jumlah tenaga kesehatan. Meskipun demikian, pemerintah provinsi masih memiliki cara membuatnya cukup.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah optimistis vaksin Sinovac tahap pertama bakal memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan meski jumlahnya tidak sebanding. Mereka menilai, tidak semua tenaga kesehatan akan divaksin lantaran syarat dan kondisi pemberian vaksin yang begitu ketat.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kalteng Suyuti Syamsul dalam Forum Diskusi Multimedia Center di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (7/1/2021). Kegiatan itu dilaksanakan Dinas Komunikasi dan Informatika Kalteng.
Suyuti menyatakan, dari sisi jumlah, vaksin yang tiba di Palangkaraya tidak sebanding karena jumlahnya hanya 14.680 dosis, sedangkan jumlah tenaga kesehatan mencapai 17.920 orang. Itu pun belum ditambah karyawan di fasilitas kesehatan, seperti satpam, sopir ambulans, petugas administrasi, dan petugas pembersih.
”Vaksin tahap pertama memang hanya untuk tenaga kesehatan, tetapi ada banyak syarat yang harus dipenuhi, yang kami yakini akan mengeliminasi jumlah tenaga kesehatan yang bakal divaksin,” kata Suyuti.
Vaksin tahap pertama memang hanya untuk tenaga kesehatan, tetapi ada banyak syarat yang harus dipenuhi, yang kami yakini akan mengeliminasi jumlah tenaga kesehatan yang bakal divaksin. (Suyuti Samsul)
Suyuti menjelaskan, beberapa syarat dan kondisi tersebut, antara lain, batas umur serta beragam penyakit, seperti jantung, asma, penyakit paru, TBC, batuk-pilek, dan beragam penyakit lain tidak diberi vaksin. Selain itu, tenaga kesehatan yang pernah terpapar pun tidak menjadi prioritas yang diberi vaksin. Lalu, tenaga kesehatan yang sedang menyusui atau sedang hamil juga tidak diberi vaksin.
”Dengan kondisi dan syarat itu, kami yakin jumlah vaksin yang ada sekarang itu cukup, kalaupun tidak cukup akan dimasukkan dalam tingkat tahap kedua,” kata Suyuti.
Sampai Kamis siang, dari data Tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kalteng, terdapat penambahan kasus 76 kasus positif Covid-19 sehingga totalnya menjadi 10.184 kasus dari hari sebelumnya, Rabu (6/1/2021), yang mencapai 10.108 kasus.
Kabar baiknya, jumlah pasien yang sembuh di hari itu jauh lebih banyak dari pada kasus baru, yakni mencapai 144 orang. Jumlahnya menjadi 8.284 orang sembuh dari virus mematikan tersebut.
Kepala BPOM Palangkaraya Leonard Duma menjelaskan, adanya vaksin bukan berarti virus akan hilang. Masyarakat perlu pemahaman virus akan hilang jika Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa virus hilang dari kehidupan manusia.
”Satu lagi yang perlu diingatkan, vaksin ini belum mendapatkan izin. Memang ada situasi darurat, tetapi masih ada data yang diperlukan untuk mendapatkan rekomendasi penggunaan vaksin ini,” kata Leonard.
Menurut Leonard, vaksin baru bisa digunakan jika hasil dari uji klinis tahap ketiga sudah selesai dilakukan dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Di Indonesia, saat ini masih tahap perampungan uji klinis dan Indonesia tidak hanya memesan Sinovac tetapi juga merk lainnya. “Untuk itu, masyarakat harus tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan,” ungkap Leonard.
Semua vaksin, lanjut Leonard, membangun imunitas untuk melawan virus. Masyarakat berasumsi bahwa vaksin akan memiliki dampak yang berbahaya sehingga terjadi penolakan di beberapa wilayah.
”Vaksin ini dibuat dari virus yang dimatikan, ada beberapa vaksin yang dibuat dari virus yang dilemahkan. Ini dimatikan, jadi jangan khawatir vaksin ini tidak mungkin berbahaya, pemerintah tidak sedang bermain-main,” ungkap Leonard.
Melihat hal itu, Suyuti menambahkan, penolakan datang dari mereka yang antivaksin. Mereka merupakan kelompok kecil yang masih mengira virus Covid-19 merupakan bentuk konspirasi.
”Mereka kelompok kecil, tetapi suaranya nyaring, tidak mungkin 200 negara lebih kompak membangun konspirasi macam ini, tidak mungkin pemerintah menipu rakyat,” tambah Suyuti.
Suyuti menambahkan, masih ada kemungkinan orang yang sudah divaksin akan tetap terpapar virus, tetapi potensinya tidak mematikan. ”Kalaupun terpapar, kondisinya tidak separah dengan mereka yang belum divaksin,” kata Suyuti.