Empat Tahun, Sumatera Barat Kehilangan 31.367 Hektar Tutupan Hutan
Tutupan hutan di Sumatera Barat berkurang 31.367 hektar dalam 4 tahun terakhir. Program Perhutanan Sosial terbukti bisa mengurangi laju pengurangan tutupan hutan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Tutupan hutan di Sumatera Barat berkurang 31.367 hektar dalam 4 tahun terakhir. Kondisi tersebut patut menjadi perhatian karena Sumbar merupakan daerah dengan topografi rawan bencana alam. Perluasan program Perhutanan Sosial direkomendasikan karena dapat meningkatkan luas tutupan hutan.
Laporan akhir tahun 2020 Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menyebutkan, berdasarkan analisis Citra Satelit Lansat TM 8, luas tutupan hutan di Sumbar pada 2020 tersisa 1.863.957 hektar. Sumbar kehilangan tutupan hutan seluas 8.015 hektar dalam rentang 2019 hingga 2020. Adapun dalam periode 2017-2020, Sumbar kehilangan tutupan hutan seluas 31.367 hektar.
Ada tujuh kabupaten di Sumbar yang paling banyak kehilangan tutupan hutan selama 2017-2020. Ketujuh kabupaten itu adalah Kepulauan Mentawai yang kehilangan tutupan hutan 7.458 hektar, Dharmasraya 5.131 hektar, Solok Selatan 4.975 hektar, Pasaman Barat 3.931 hektar, Pesisir Selatan 3.147 hektar, Pasaman 2.944 hektar, dan Sijunjung 2.024 hektar.
Direktur Eksekutif KKI Warsi, Rudi Syaf, di Padang, Sumbar, Selasa (22/12/2020), mengatakan, penurunan luas tutupan hutan di Sumbar memang lebih kecil jika dibandingkan dengan provinsi tetangga. Jambi, misalnya, selama 2017-2020 kehilangan tutupan hutan 38.458 hektar. Namun, penurunan luas tutupan hutan yang terus terjadi tidak boleh diabaikan.
”Dibandingkan dengan Riau dan Jambi (daerah relatif datar), Sumbar memang sedikit (penurunan luas tutupan hutan). Walaupun sedikit, Sumbar punya risiko besar (terjadi bencana) karena 70 persen wilayahnya dengan kemiringan sedang sampai tinggi,” tutur Rudi.
Menurut Rudi, penyebab berkurangnya tutupan hutan di Sumbar, antara lain, adalah pemberian izin baru untuk perusahaan penebangan di Kepulauan Mentawai, pembukaan perkebunan masyarakat, kebakaran hutan, pembalakan liar, dan pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan hutan lindung dan subdaerah aliran sungai (DAS). ”Penyumbang terbesar adalah tambang dan pembukaan perkebunan,” ujar Rudi.
Penurunan tutupan hutan akibat PETI, kata Rudi, paling banyak terdapat di tiga kabupaten, yaitu Solok, Solok Selatan, dan Dharmasraya. Aktivitas yang dilakukan di DAS dan sub-DAS ini telah menggerus hutan lindung Batanghari. Secara total, aktivitas PETI di Sumbar telah membuka tutupan hutan seluas 4.487 hektar pada 2020 atau meningkat dari 4.169 hektar pada 2019.
Rudi melanjutkan, perubahan tutupan hutan tersebut berdampak pada kerusakan ekologi dan menyebabkan bencana tanah longsor dan banjir bandang. Kondisi demikian juga meningkatkan konflik antara satwa dan manusia serta memicu perubahan iklim. Selain itu, aktivitas PETI memicu pencemaran aliran sungai.
Perhutanan sosial
Sebagai antisipasi, kata Rudi, KKI Warsi ke depan mendorong kolaborasi multipihak dalam pengembangan usaha berbasis potensi perhutanan sosial dan pengamanan hutan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence). Pengembangan karbon komunitas (community carbon) dan penguatan manajemen kawasan berbasis sublanskap juga dilakukan.
Rudi menjelaskan, perhutanan sosial efektif dalam meningkatkan luas tutupan hutan. Pada 2020, tutupan hutan di areal perhutanan sosial yang didampingi KKI Warsi meningkat menjadi 64.780 hektar. Luasan tersebut bertambah 521 hektar dalam setahun terakhir. Adapun pada periode 2017-2020, tutupan hutan di kawasan perhutanan sosial itu meningkat seluas 987 hektar.
”Kami mendorong peningkatan perhutanan sosial. Sebagian besar masyarakat terbukti mampu menjaga dan meningkatkan tutupan hutan di hutan yang mereka kelola. Walaupun dalam setahun pada 2020 baru berhasil menambah tutupan hutan sekitar 500 hektar, kalau diperluas hasilnya tentu akan signifikan,” papar Rudi.
Perhutanan sosial efektif dalam meningkatkan luas tutupan hutan.
Adapun capaian program Perhutanan Sosial di Sumbar seluas 227.673,69 hektar. Hutan tersebut terdiri atas hutan nagari 184.843,83 hektar, hutan kemasyarakatan 32.702 hektar, hutan adat 6.942 hektar, hutan tanaman rakyat 2.247 hektar, dan kemitraan kehutanan 938,97 hektar. Dari total 227.673,69 hektar perhutanan sosial itu, sebanyak 82.009 hektar di antaranya difasilitasi oleh KKI Warsi.
Lebih luas
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi mengatakan, berdasarkan data dinas, penurunan tutupan hutan di Sumbar lebih luas lagi dibandingkan dengan data KKI Warsi. Dinas mencatat, selama 2017-2020, tutupan hutan Sumbar berkurang 44.066 hektar. ”Metodenya, citra satelit kami overlay, lalu kami cek ke lapangan,” kata Yozarwardi.
Yozarwardi melanjutkan, Dinas Kehutanan terus berupaya menahan laju penurunan tutupan hutan di Sumbar. Untuk melindungi tutupan hutan, petugas dinas kehutanan berpatroli dan melakukan operasi pengamanan hutan dari kegiatan penebangan hutan dan perambahan liar. Di tingkat tapak, dinas juga bermitra dengan petugas perlindungan hutan berbasis nagari (PPHBN).
Dinas juga berupaya untuk mencegah kebakaran hutan dengan melakukan patroli, sosialisasi, dan bimbingan teknis. Di tapak, kata Yozarwardi, ada Masyarakat Peduli Api (MPA). ”Kami juga menambah tutupan hutan dengan melakukan rehabilitasi hutan dan lahan serta menyediakan bibit gratis untuk ditanam masyarakat. Kami menyediakan 1,5 juta bibit dalam setahun,” ujar Yozarwardi.
Selain itu, kata Yozarwardi, Sumbar sedang menyusun rancangan peraturan daerah tentang pengelolaan hutan agar pengelolaan hutan di Sumbar menjadi lebih baik lagi. Dalam ranperda ini, diatur bagaimana pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Masyarakat diberi ruang untuk mengelola hutan, baik melalui skema perhutanan sosial maupun pola kerja sama.
Dengan ranperda ini, kata Yozarwardi, pengelolaan hutan di Sumbar, baik hutan lindung maupun hutan produksi, diharapkan semakin baik. Masyarakat juga mendapat ruang untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan sesuai ketentuan berlaku. ”Setelah hutannya bagus, masyarakat dapat ruang untuk mengelolanya, termasuk oleh swasta, daerah juga memiliki sumber pendapatan baru,” ujar Yozarwardi.