Tiga Paslon Petahana Pilkada NTT Gugat Hasil Pleno KPUD ke Mahkamah Konstitusi
Tiga dari delapan calon pasangan petahana pemilihan kepala daerah di Nusa Tenggara Timur menggugat Komisi Pemilihan Umum Daerah setempat terkait hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai ada kecurangan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Tiga dari delapan calon pasangan petahana pemilihan kepala daerah di Nusa Tenggara Timur menggugat Komisi Pemilihan Umum Daerah setempat terkait hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Paslon petahana ini menilai dirugikan pihak penyelenggara atas hasil pilkada 9 Desember 2020.
Anggota Badan Pengawas Pemilu Nusa Tenggara Timur, Jemris Fointuna, di Kupang, Jumat (18/12/2020), mengatakan, ketiga pasangan calon (paslon) yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) itu, yakni dari Kabupaten Belu paslon petahana, Willybrordus Lay-JT Ose Luan.
Sementara Malaka paslon Stefanus Bria Seran-Wendelinus Taolin dan Sumba Timur yakni Agustinus Niga Dapawole-Gregrorius Pandango. Paslon petahana lain dari lima kabupaten pelaksana pilkada menerima hasil tersebut, sebagian sudah menyatakan sikap, bekerja sama dengan paslon terpilih.
Menurut Jemris Fointuna, ketiga paslon petahana yang mengajukan gugatan ke MK merasa dirugikan dalam hasil pilkada itu. Alasannya, berdasarkan hasil rekapitulasi dari posko kemenangan masing-masing, mereka memenangi pilkada tersebut. ”Versi mereka, tentu beda dengan hasil pleno rekapitulasi dari KPUD setempat. Nanti akan diuji di MK,” katanya.
Sesuai hasil pleno KPU Pilkada Malaka, pasangan calon Simon Nahak-Kim Taolon unggul 52,7 persen, sementara pasangan calon petahana Stefanus Bria-Wendelinus Taolin 47,3 persen. Simon Nahak-Kim Taolin unggul di delapan kecamatan, sementara paslon petahana unggul di lima kecamatan.
Hasil pleno Pilkada Belu, paslon Agustinus Taolin-Aloysius Hele Serens mendapat dukungan 50.623 suara, paslon petahana Willybrordus Lay-JT Ose Luan didukung 50.376 suara atau terpaut 246 suara.
Sumba Barat, paslon bupati Yohanes Dade-John Bora Kabba mendapat dukungan 19.534 suara, unggul 61 suara dari paslon petahana Agustinus Dapawole-Gregorius Pandango yang mendapat 19.473 suara. Marthen Ngadu-Agustinus Bernadus dengan 6.890 suara dan Daniel Bili-Timotius Tederaga didukung 7.520 suara.
Versi mereka tentu beda dengan hasil pleno rekapitulasi dari KPUD setempat. Nanti akan diuji di MK. (Jemris Fointuna)
Lima paslon petahana lain yang gagal meraih dukungan terbanyak, yaitu Kabupaten Manggarai, paslon petahana Deno Kamelus-Viktor Madur meraih 38,7 persen suara, sementara pasangan pemanang, yakni Hery Nabit-Heri Ngabut, didukung 61,3 persen suara.
Kabupaten Manggarai Barat, paslon petahana drh Maria Geong-Silverius Sukur mendapat dukungan suara 30,5 persen, kalah dari paslon Edistasius Endi-Yulianus Weng sebagai pemenang, dengan dukungan 33,4 persen suara. Paslon Pantas Ferdinandus-Andi Riski Nur Cahya mendapat dukungan 21,4 persen suara dan paslon Adrianus Garu-Anggalinus Gapul didukung 14,7 persen suara.
Sumba Timur, paslon petahana Umbu Lili Pekujawa-Yohanes Hiwa mendapat dukungan 60.024 suara, paslon Kristofel Praing-David Wadu didukung 80.152 suara sebagai pemenang.
Kabupaten Sabu Raijua, paslon petahana Niko Rihi Heke-Yohanes Uly Kale mendapat dukungan 21.129 suara, sementara paslon pemenang, yakni Orient Riwu Kaho-Thobias Uly, mendapat dukungan 21.359 suara. Paslon perseorangan, Takem Radja Pono-Herman Hegi, mendapat dukungan 91.569 suara.
Kabupaten Ngada, paslon petahana Paulus Soliwoa-Gregorius Upi hanya meraih 14.870 dukungan suara, paslon pemenang, Andreas Paru-Raymundus Bena, mendapat dukungan 23.786 suara. Paslon Krisitoforus Loko-Emanuel Dopo sebanyak 16.692 suara, paslon Helmut Waso-Yohanes Tay Ruba didukung 16.171 suara.
Tanpa petahana
Satu-satunya pilkada tanpa diikuti petahana di NTT, yakni Timor Tengah Utara. Paslon pemenang, yakni Juandi-David, mendapat dukungan 38.521 suara, paslon Kristina Muki-Yosep Tanu didukung 33.532 suara, dan paslon Frengki Saunoah-Amandus Nahas mendapat dukungan 29.850 suara.
Dosen Fakultas Ilmu Hukum dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmat Atang, mengatakan, delapan paslon petahana gagal dalam Pilkada 2020 di NTT memperlihatkan bahwa masyarakat sudah cerdas memilih pemimpin. Politik uang, kekuasaan, serta pemanfaatan sarana dan prasarana pemerintah untuk kepentingan pilkada bukan lagi jaminan meraih dukungan masyarakat.
Mayarakat tidak lagi terjebak dalam propaganda hasil pembangunan lima tahun lalu yang dilakukan petahana. Juga tidak ada sikap ”berbelas kasih” dan memberikan kesempatan kepada petahana untuk memimpin lima tahun berikut dari masyarakat.
Masyarakat sadar bahwa membangun lima tahun, jika dilaksanakan secara serius, konsisten, dan berpihak pada kepentingan masyarakat, hasil yang diperoleh jauh lebih menggembirakan daripada hasil saat ini. Dana APBD, misalnya, dikelola bupati atau wakil bupati, Rp 500 miliar-Rp 1 triliun, belum termasuk sumber dana lain, tetapi hasil yang dicapai hanya 5 kilometer ruas jalan kabupaten.
Masyarakat sekarang sudah bisa membedakan, mana hasil pembangunan dari dana APBD oleh petahana dan mana yang dikerjakan pemerintah pusat dengan dana APBN. Petahana tidak menyampaikan ide-ide kreatif untuk lima tahun ke depan.
Belum lagi menyangkut perilaku petahana. Isu korupsi, nepotisme, amoral, dan memiliki perangai yang cenderung emosional serta mengambil kebijakan yang menyakiti masyarakat. Semua ini akan direkam, disalin, dan diperbanyak lawan politik serta disebarkan ke media sosial untuk menjatuhkan petahana.
Calon lawan cenderung mengeksploitasi isu-isu ”liar” mengenai keburukan petahana. Isu-isu ini diperbarui, kemudian disebarkan melalui media sosial. Ini kemudian didukung dengan hasil-hasil pembangunan di masyarakat, yang dinilai tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat, tetapi cenderung menguntungkan petahana dan pihak tertentu.
Isu yang dimainkan calon lawan di Kabupaten Malaka, misalnya, korupsi bibit bawang merah senilai Rp 9,6 miliar pada 2018. Korupsi itu menyebabkan petani kesulitan bibit bawang merah untuk budidaya bawang merah pada 2018-2020.
Padahal, 2017 Malaka sempat ekspor perdana 45 ton bawang merah ke Timor Leste, tetapi tahun berikutnya budidaya bawang merah gagal total. Ini juga berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat.
Ketua Yayasan ”Tukelakang” NTT Marianus Minggo mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan kegagalan petahana. Masyarakat sudah jenuh, bosan dengan figur petahana yang telah memimpin lima tahun lalu. Sebagai figur publik, petahana selalu dinilai dalam setiap kata, perbuatan, kebijakan, dan keputusan.
Saat ini masyarakat ingin terjadi perubahan segera. Tidak harus tunggu lima tahun, tetapi dalam waktu beberapa bulan, perubahan itu harus sudah tampak. Masyarakat bisa menyaksikan hasil kerja Presiden Joko Widodo saat ini, hanya dalam tempo beberapa bulan, sudah banyak infrastruktur yang dikerjakan.
”Pembangunan yang sudah bisa dinikmati masyarakat itu, antara lain sarana dan prasarana pariwisata superpremium di Labuan Bajo. Pelabuhan, jalan tol, bandara, jalan, dan sarana pendukung lain,” ujar Minggo.