Bantuan Pembaca ”Kompas” bagi Pengungsi Erupsi Gunung Ile Lewotolok
Korban erupsi Gunung Ile Lewotolok, Lembata, masih butuh bantuan berupa beras, gula pasir, sarung tidur atau selimut, dan bantal tidur.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
LEWOLEBA, KOMPAS — Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas atau DKK menyerahkan bantuan dari para pembaca bagi pengungsi korban erupsi Gunung Ile Lewotolok di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Bantuan DKK berupa bahan pokok, masker, dan alas tidur difokuskan kepada pengungsi yang berada di rumah-rumah anggota keluarga yang selama ini tak tersentuh bantuan yang disalurkan pemerintah daerah.
Bantuan diserahkan Store Manager Gramedia Maumere, Flores, NTT, Gabriel Ivon kepada Ketua Dewan Paroki Santa Maria Banneux Lewoleba, Philipus Bediona, disaksikan pastor pembantu paroki setempat, RD Kristo Soge Pr. Melalui pengurus paroki, bantuan tersebut akan dilanjutkan ke lima paroki lain di dalam kota Lewoleba.
”Selanjutnya para dewan paroki dan pastor paroki di lima paroki itu melanjutkan bantuan ke rumah-rumah warga yang sedang menampung pengungsi. Fokus bantuan ini ke pengungsi yang ada di rumah warga karena selama hampir satu pekan mengungsi, mereka belum dapat bantuan. Bantuan-bantuan selama ini difokuskan ke pengungsi yang terkoordinasi di satu titik oleh pemda,” tutur Gabriel.
Bantuan para pembaca harian Kompas yang disalurkan melalui Yayasan DKK itu berupa bahan pokok, seperti beras, gula pasir, kopi, minyak goreng, dan telur. Selain itu juga masker, sabun cuci, sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, popok bayi, alat kesehatan perempuan, serta alas tidur berupa karpet dan kasur spon.
Bantuan diangkut tiga truk dari Maumere melalui jalan darat menuju Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, sejauh 130 kilometer. Kemudian, bantuan diseberangkan dengan kapal motor selama empat jam perjalanan dari pelabuhan Larantuka menuju titik lokasi, Paroki Santa Maria Banneux.
Pemda hanya menyerahkan bantuan itu kepada pengungsi yang terkonsentrasi di satu titik tertentu, yang disiapkan pemda. Sementara pengungsi di rumah–rumah warga tidak mendapat bantuan.
Ia mengatakan, dari pantauan pengungsi di lapangan, korban erupsi Gunung Ile Lewotolok masih butuh bantuan berupa beras, gula pasir, sarung tidur atau selimut, dan bantal tidur.
Pastor Pembantu Paroki Maria Banneux Lewoleba, RD Kristo Soge Pr, mengucapkan terima kasih kepada para pembaca harian Kompas yang telah menyerahkan bantuan melalui Yayasan DKK. ”Kami akan melanjutkan bantuan kemanusiaan ke sasaran yang dituju, yakni para pengungsi yang sedang membutuhkan bantuan. Mari kita sama-sama saling bergandengan tangan di tengah pandemi Covid-19 ini untuk sama-sama saling memperhatikan dan menolong satu sama lain, terutama dalam bencana kemanusiaan seperti ini,” kata Kristo.
Ketua Dewan Paroki Gereja Santa Maria Banneux Lewoleba Philipus Bediona mengatakan, berdasarkan data pengungsi paroki, pihaknya akan menyalurkan bantuan ke sasaran yang dituju. ”Sekali lagi, terima kasih kepada pembaca harian Kompas yang telah menyerahkan bantuan ini melalui Yayasan DKK,” ucap Bediona.
Anggota DPRD NTT dari daerah pemilihan Lembata, Viktor Mado Watun, yang sedang melakukan kunjungan kerja di Lewoleba, mengatakan, bantuan-bantuan yang disalurkan melalui pemda masih menumpuk di posko pengungsi. Sementara pengungsi butuh bantuan itu sesegera mungkin.
”Ini masalah laten yang sering terjadi saat pemda menangani pengungsi. Pemda hanya menyerahkan bantuan itu kepada pengungsi yang terkonsentrasi di satu titik tertentu, yang disiapkan pemda. Sementara pengungsi di rumah–rumah warga tidak mendapat bantuan. Padahal, mereka yang mengungsi di rumah itu, kan, jumlahnya terbatas, hanya 5-10 orang,” tutur Mado.
Ia mengatakan telah mengunjungi pengungsi di rumah-rumah itu. Mereka justru lebih aman dari penyebaran Covid-19 karena jumlah terbatas, masing-masing mengenakan masker, dan selalu mencuci tangan.
Mereka satu anggota keluarga atau masih bersaudara. Sebelum erupsi Gunung Ile Lewotolok, mereka sudah saling mengunjungi, saling mengenal. ”Sebelum bencana erupsi, warga Ile Ape atau Ile Ape Timur itu datang belanja di pasar atau berjualan di pasar di Lewoleba. Mereka selalu mampir di rumah anggota keluarga di Lewoleba itu sehingga riwayat penyakit masing-masing mereka saling tahu,” ujar Mado.
Justru ketika pengungsi dikumpulkan dalam jumlah 200-300 orang di salah satu titik, hal itu berpotensi terjadi penularan Covid-19. Belum lagi menyangkut tempat tidur, toilet, dan kamar mandi.
Penjabat Kepala Desa Aulesa, Kecamatan Ile Ape Timur, Frans Mitak mengatakan, setiap kepala desa dari Kecamatan Ile Ape Timur dan Kecamatan Ile Ape diminta camat masing-masing mencari warganya di rumah-rumah penduduk agar diinapkan di biara susteran Katolik dan gereja Katolik. Dengan begitu, mereka mudah memperoleh bantuan pemerintah dan mudah dikontrol kesehatannya.