Sidang perkara penyebaran informasi kebencian atau pencemaran nama baik terhadap IDI yang menyeret I Gede Ari Astina atau Jerinx sudah mendekati akhir. Jerinx berharap majelis hakim memberikan putusan yang benar.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Proses persidangan perkara dugaan penyebaran informasi kebencian atau pencemaran nama baik terhadap Ikatan Dokter Indonesia yang menyeret I Gede Ari Astina sudah mendekati akhir. I Gede Ari Astina, musisi Bali yang lebih dikenal sebagai Jerinx, menyatakan harapannya agar majelis hakim memberikan putusan yang benar dan akan memberikan kemudahan.
Harapan itu diungkapkan Jerinx seusai mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kota Denpasar, Selasa (17/11/2020). Adapun agenda sidang atas Jerinx pada Selasa itu adalah mendengarkan jawaban (duplik) pihak terdakwa atas tanggapan penuntut umum.
Didampingi ibu dan istrinya, Jerinx juga berharap perkara yang menimpanya itu tidak sampai menghancurkan rumah tangganya dan menyakiti perasaan orangtuanya. Adapun Jerinx terseret sebagai terdakwa perkara dugaan penyebaran informasi kebencian atau pencemaran nama baik terhadap IDI berkaitan dengan unggahan konten kalimat atau gambar (posting) pada akun di media sosialnya, antara lain tentang IDI kacung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Setelah sidang dengan agenda penyampaian jawaban atau duplik pada Selasa, sidang selanjutnya yang akan dijalani Jerinx adalah pembacaan putusan majelis hakim yang dijadwalkan pada Kamis (19/11/2020). Sebelumnya, jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan hukuman pidana selama tiga tahun dan denda sebesar Rp 10 juta, dengan subsider tiga bulan penjara, dikurangi masa penahanan, atas Jerinx.
Secara terpisah, tim kuasa hukum Jerinx melalui Sugeng Teguh Santoso dan I Wayan Suardana juga berharap majelis hakim memberikan putusan yang adil. Ditemui wartawan seusai sidang, Sugeng mengatakan pihaknya mengharapkan hakim memberikan vonis bebas bagi klien mereka.
Senada dengan Sugeng, Suardana menyatakan seluruh pembelaan dan jawaban yang disampaikan dalam sidang itu bertujuan memberikan materi yang cukup dan meyakinkan bagi hakim dalam bermusyawarah untuk mengambil keputusan atas perkara tersebut.
Persoalkan ahli bahasa
Dalam persidangan, tim kuasa hukum Jerinx menyampaikan jawaban mereka atas replik yang sebelumnya diajukan jaksa penuntut umum dalam sidang pada Kamis (12/11/2020). Melalui duplik yang dibacakan dalam sidang hari Selasa, tim kuasa hukum Jerinx meminta majelis hakim mengesampingkan keterangan saksi ahli yang diajukan jaksa atau menolak keterangan saksi ahli tersebut.
Kuasa hukum Jerinx beralasan ahli bahasa yang diajukan penuntut umum tidak memiliki kualifikasi sebagai ahli bahasa dan tidak memiliki keahlian sebagai ahli bahasa Indonesia karena saksi yang diajukan jaksa itu berlatar pendidikan bahasa Inggris. ”Kami tetap menyatakan ahli Wahyu Aji Wibowo adalah ahli yang tidak ahli sehingga keterangannya patut disampingkan,” kata Suardana.
Kami tetap menyatakan ahli Wahyu Aji Wibowo adalah ahli yang tidak ahli sehingga keterangannya patut disampingkan.
Kuasa hukum Jerinx juga mengupas pertimbangan jaksa yang memasukkan tindakan walk out Jerinx saat sidang sebagai hal yang memberatkan terdakwa. Kuasa hukum Jerinx juga mempersoalkan tuntutan pidana yang diajukan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa, yakni hukuman pidana selama tiga tahun dan denda sebesar Rp 10 juta, dengan subsider tiga bulan penjara, dikurangi masa penahanan.
Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kota Denpasar, Selasa (3/11/2020), penuntut umum mendalilkan dakwaan yang mereka ajukan atas perkara dengan terdakwa Astina alias Jerinx. Jaksa mendalilkan Jerinx atas dakwaan pertama, yakni melanggar Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Ayat 2 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Ketika tuntutan dibacakan dalam sidang pada Selasa (3/11/2020), Otong Hendra Rahayu dari jaksa penuntut umum menyatakan terdapat hal yang memberatkan maupun meringankan terdakwa. Hal memberatkan, menurut jaksa, bahwa terdakwa tidak menyesali perbuatannya, terdakwa pernah meninggalkan sidang (walk out), dan perbuatan terdakwa melukai perasaan. Adapun hal yang dinilai meringankan terdakwa di antaranya terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa masih muda, dan terdakwa mengakui perbuatannya.