Bantuan Kapal ”Ro-ro” dari Pemerintah Pusat Perkuat Konektivitas di Maluku
Pemerintah pusat memberi bantuan satu kapal penyeberangan jenis ”ro-ro” untuk melayani masyarakat Maluku. Masyarakat berharap pengelolaan angkutan tersebut oleh pemerintah daerah dilakukan secara profesional.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pemerintah pusat memberikan bantuan satu kapal penyeberangan jenis roll on roll off (ro-ro) untuk melayani pelayaran di Provinsi Maluku. Kehadiran kapal itu diharapkan memperlancar mobilitas penumpang dan kendaraan di provinsi yang terdiri atas pulau-pulau itu. Masyarakat menyambut gembira sembari berharap pengoperasiannya yang ditangani pemerintah daerah berjalan dengan baik.
Bagian Humas Pemerintah Provinsi Maluku dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas pada Kamis (29/10/2020) menyebutkan, kapal berukuran 1.500 gros ton yang dibangun di Jakarta itu telah tiba di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, tiga hari sebelumnya. Saat ini, pengoperasian kapal masih menunggu peresmian oleh Pemprov.
Kapal yang diberi nama Kapal Motor Penyeberangan Bahtera Nusantara 02 itu memiliki panjang 71 meter dan lebar 14 meter. Kapasitas angkut maksimal terdiri dari 400 penumpang dan 29 kendaraan campuran. Kapal dibangun dengan sumber pendanaan dari APBN tahun 2018-2019 senilai hampir Rp 90 miliar. Kapal memiliki kecepatan rata-rata 16 knot atau hampir 30 kilometer per jam.
Kapal tersebut akan dioperasikan oleh Perusahaan Daerah Panca Karya yang berada di bawah Pemprov Maluku. Sebagaimana rute yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan, KMP Bahtera Nusantara 02 akan melayani pelayaran dari Ambon ke dua pelabuhan, yakni Pulau Naira di Kepulauan Banda, kemudian ke Kota Tual di Kepulauan Kei.
Direktur Perusahaan Daerah Panca Karya Rusdy Ambon mengatakan, kehadiran kapal ro-ro tersebut menjawab kebutuhan angkutan penumpang dan kendaraan di Maluku. Selama ini, pelayaran di Maluku lebih banyak didominasi kapal penumpang. Kapal penyeberangan lain, seperti feri, hampir semua hanya melayani rute dekat, seperti dari Ambon ke Pulau Buru, Pulau Seram, dan Kepulauan Lease, juga pulau-pulau di wilayah selatan Maluku.
Menurut Rusdy, rute Banda Naira dan Tual dipilih mengingat dua daerah tersebut merupakan jalur sentral yang lebih mudah dijangkau beberapa daerah di sisi selatan Maluku. Daerah dimaksud, seperti Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru, dan Maluku Barat Daya, termasuk daerah dengan banyak pulau terisolasi. Di sana terdapat kapal motor penyeberangan, tetapi jumlahnya terbatas.
”Nanti dari Tual sudah ada feri ASDP (angkutan sungai, danau, dan penyeberangan) ke Dobo di Kabupaten Kepulauan Aru dan ke Larat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Ada lagi yang dari Kabupaten Kepulauan Tanimbar ke Maluku Barat Daya dengan feri dari ASDP dan PD Panca Karya,” katanya.
Ia berjanji akan mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar pada tahun 2021 nanti rute pelayaran ditambah lagi ke Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Kepulauan Tanimbar dianggap sebagai salah satu titik strategis lain. Tambahan itu akan mempercepat mobilitas kendaraan dan penumpang ke Kabupaten Maluku Barat Daya yang berada di sisi barat Kepulauan Tanimbar.
Sejumlah warga masyarakat di Maluku menyambut gembira akan beroperasinya kapal ro-ro tersebut. ”Kalau kami kirim kendaraan dari Ambon susah sekali. Makanya, kami terpaksa beli dan kirim dari Surabaya (Jawa Timur) pakai kapal barang. Ongkos angkut dari Surabaya bisa sampai Rp 10 juta karena dihitung berdasarkan tarif peti kemas,” kata Eky Rahawarin (45), warga Kota Tual.
Namun, di sisi lain, masyarakat sangat berharap pengelolaan kapal oleh perusahaan daerah dapat dilakukan secara profesional. Sejauh ini terdapat dua kabupaten di Maluku yang memiliki kapal penyeberangan, tetapi tidak dikelola secara baik oleh perusahaan daerah setempat. Alhasil, kapal bantuan pemerintah pusat itu tak lagi beroperasi.
Dua kabupaten dimaksud adalah Buru Selatan dan Maluku Barat Daya. Bahkan, diduga terjadi praktik korupsi di dalamnya. ”Jangan sampai ini nanti dikorupsi lagi dan masyarakat tidak bisa menikmati dengan baik. Perusahaan daerah harus belajar dari ASDP atau dari PT Pelni mengenai pengelolaan angkutan laut,” kata Oyang Adrians (34), warga Kabupaten Maluku Barat Daya.