Puluhan ribu butir obat ilegal diamankan pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali bersama Balai Besar POM Denpasar, Bali. Petugas juga menangkap seorang tersangka dalam pengungkapan kasus obat ilegal itu.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Sebanyak 31.179 butir tablet warna kuning mengandung triheksifenidil dan 5.172 butir tablet mengandung dekstrometorfan yang dikategorikan sebagai obat ilegal diamankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali bersama Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Denpasar. Puluhan ribu tablet obat tanpa izin edar dan tidak memenuhi syarat itu disita dari seorang tersangka berinisial AMF (27).
Keseluruhan obat ilegal itu diperkirakan bernilai ekonomi sekitar Rp 43,4 juta. Hal itu diungkapkan dalam pemaparan hasil penyelidikan atas AMF yang dilangsungkan Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali Ajun Komisaris Besar I Gede Nakti Widhiarta bersama Kepala Bidang Penindakan Balai Besar POM Denpasar I Wayan Eka Ratnata di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, Denpasar, Senin (26/10/2020).
Widhiarta menerangkan, penangkapan AMF dan penyitaan puluhan ribu butir tablet obat ilegal itu adalah hasil koordinasi Balai Besar POM Denpasar dengan Ditreskrimsus Polda Bali sejak Sabtu (10/10/2020).
AMF kemudian ditangkap pada Minggu (11/10/2020) berikut barang bukti berupa 32 botol berisikan 31.179 butir obat triheksifenidil Hcl dan lima botol berisikan 5.172 butir obat dekstrometorfan (DMP).
Tersangka tidak ada kewenangan mendistribusikan atau mengedarkan obat-obatan itu. (Wayan Eka)
Adapun tersangka AMF ditahan di Polda Bali sejak Senin (12/10/2020). Widhiarta mengatakan, AMF dijerat dengan sangkaan melanggar Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan karena mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau syarat dan tidak memiliki izin edar. AMF diancam hukuman pidana paling lama 10 tahun sampai 15 tahun dan ancaman denda paling besar Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar.
Disamarkan
Eka mengatakan, pihak Balai Besar POM Denpasar memperoleh informasi tentang masuknya obat ilegal dalam jumlah besar yang disamarkan sebagai makanan ikan ke wilayah Denpasar. Balai Besar POM Denpasar melalui penyidik pegawai negeri sipil berkoordinasi dengan penyidik Ditreskrimsus Polda Bali untuk memonitor pengiriman obat ilegal tersebut sampai ke penerimanya di Denpasar.
”Kami bersama pihak Polda Bali kemudian mengamankan bahan sediaan farmasi itu dari tempat tersangka,” ujar Eka.
Dari pengakuan tersangka ke petugas, kata Eka, AMF pernah menerima barang kiriman berupa obat ilegal serupa sebelum dia akhirnya ditangkap.
Eka menambahkan, petugas menyita ribuan butir tablet berwarna kuning dan tablet berwarna putih. Hasil uji laboratorium mengindikasikan tablet berwarna kuning mengandung triheksifenidil Hcl yang tergolong obat keras dan tablet berwarna putih adalah dekstrometorfen yang sudah tidak diizinkan untuk diedarkan.
Adapun AMF diketahui tidak memiliki dokumen terkait bahan sediaan farmasi yang diterimanya itu. ”Tersangka tidak ada kewenangan mendistribusikan atau mengedarkan obat-obatan itu,” kata Eka.
Menurut Eka, obat jenis triheksifenidil umumnya digunakan untuk mengatasi gejala parkinson dan mengurangi gejala pegal. Obat triheksifenidil termasuk golongan obat keras. Adapun dekstrometorfen yang biasanya dikonsumsi sebagai obat batuk juga sudah dicabut izin edarnya sejak 2013 oleh BPOM.
Dekstrometorfan juga dimanfaatkan sebagai prekursor sediaan narkotika. Penggunaan obat keras yang tidak sesuai dosis dan tanpa kontrol dapat pula menyebabkan ketergantungan terhadap obat atau kecanduan.
Dari laman resmi BPOM https://www.pom.go.id diperoleh salinan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pembatalan Izin Edar Obat yang Mengandung Dekstrometorfan Sediaan Tunggal tertanggal 24 Juli 2013.
Lebih lanjut Eka menambahkan, obat tanpa izin edar dan tidak memenuhi syarat yang disita dari tersangka itu juga belum diketahui pembuatnya. Oleh karena BPOM sudah membatalkan izin edar dekstrometorfan sejak 2013, obat yang disita dari AMF diduga bukan produksi pabrik obat resmi.
”Karena sudah tidak dibuat di pabrik yang resmi, maka diperkirakan obat ini dibuat secara industri rumah tangga,” ujarnya.