Kejati Papua Selamatkan Rp 5,2 Miliar dari Tunggakan Kehutanan
Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua menyelamatkan negara dari potensi kerugian sebesar Rp 5,2 miliar dari tunggakan pembayaran kewajiban kepada negara oleh sebuah perusahaan kayu di Kabupaten Keerom.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua menyelamatkan negara dari potensi kerugian sebesar Rp 5,2 miliar. Nilai ini berasal dari tunggakan kewajiban pembayaran kepada negara tahun 2011-2012 oleh sebuah perusahaan kayu di Kampung Sangke, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom.
Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Nikolaus Kondomo yang didampingi Asisten Pidana Khusus (Pidsus) Alexander Sinuraya beserta jajaran di Jayapura, Senin (19/10/2020) sore. Nikolaus mengatakan, pihaknya mengusut tunggakan itu berdasarkan laporan warga bahwa perusahaan dimaksud belum melunasi penggantian nilai tegakan (PNT) tahun 2011 dan 2012.
PNT adalah salah satu kewajiban selain provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi yang harus dibayar perusahaan kepada negara. PNT merupakan konsekuensi dalam izin pemanfaatan kayu, penggunaan kawasan hutan melalui izin pinjam pakai, dan dari areal kawasan hutan yang telah dilepas dan dibebani hak guna usaha (HGU) yang masih terdapat hasil hutan kayu dari pohon yang tumbuh secara alami.
”Saya menginstruksikan jajaran Pidsus Kejati Papua untuk menyelidiki laporan warga itu. Hasilnya, perusahaan tersebut belum menyetor kewajiban penggantian nilai tegakan ke Dinas Kehutanan Kabupaten Keerom. Padahal, uang itu sebagai penerimaan negara bukan pajak,” papar Nikolaus.
Ia menuturkan, pihak perusahaan mengakui perbuatannya dan kemudian menyetorkan uang PNT tahun 2011 dan 2012 tersebut. Adapun uang tersebut dititipkan di rekening Kejati Papua di Bank BNI. ”Kami akan menyetorkan uang ini ke kas negara. Kami pun menghentikan penyelidikan kasus ini karena pihak perusahaan beritikad baik untuk menyelesaikan pembayaran iuran kehutanan,” tuturnya.
Nikolaus menegaskan, Kejati Papua akan fokus memburu perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kasus pembalakan hutan tanpa izin dan tidak membayar kewajiban kepada negara. ”Kami menargetkan untuk menyelamatkan kerugian negara lebih banyak dari perusahaan yang selama ini mengambil hutan Papua tanpa membayar kewajiban kepada negara,” katanya.
Sementara itu, Alexander Sinuraya berharap warga selaku pemilik hak ulayat hutan juga turut aktif melaporkan apabila ada perusahaan yang tidak membayar iuran kehutanan seperti PNT. ”Apabila perusahaan yang mengelola hasil hutan tidak membayar iuran kehutanan ke negara, pemilik dan perusahaan akan mendapatkan sanksi pidana sesuai Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.
Ketua Tim Satuan Tugas Koordinator dan Supervisi Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dian Patria mengatakan, pihaknya terus mendapat laporan masih maraknya perambahan hutan di sejumlah wilayah di Papua, seperti Keerom, Jayapura, dan Sarmi. Masih ada pula pengangkutan kayu di sejumlah lokasi.
Papua termasuk salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi lokasi pelaksanaan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam yang diinisiasi KPK sejak tahun 2018.
Dari data yang dihimpun KPK, ada investasi yang masif di kawasan hutan Papua dengan pemberian 47 izin perhutanan kayu dengan total luasan 6,1 juta hektar. Selain itu, ada pula pelepasan lahan hutan, umumnya untuk perkebunan sawit, hingga 7,3 juta hektar sejak tahun 2014.
”Kami meminta agar semua pihak berkomitmen melaksanakan program penyelamatan sumber daya alam di Papua, terutama dari pihak aparat penegak hukum,” ujar Dian.