Alih Kelola Bermasalah, Pelayanan Air Bersih di Batam Dikhawatirkan Macet
Badan Pengusahaan Batam menunjuk perusahaan swasta baru untuk mengelola air baku selama masa transisi dari pengelola lama. Kebijakan itu berbeda dengan janji mereka, mengakhiri privatisasi air oleh perusahaan swasta.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Badan Pengusahaan Batam menunjuk perusahaan swasta baru untuk mengelola air bersih selama masa transisi dari pengelola lama, PT Adhya Tirta Batam. Merasa diperlakukan tidak adil, PT Adhya Tirta Batam menolak menyerahkan aset. Hal ini dikhawatirkan membuat pelayanan mandek ketika masa konsesi yang berlangsung sejak 1995 itu bakal berakhir pada 15 November 2020.
Kepala Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau Lagat Parroha, Jumat (11/9/2020), meminta Badan Pengusahaan (BP) Batam serius mempersiapkan transisi pengelolaan air baku dari PT Adhya Tirta Batam (ATB). Ia khawatir, masyarakat akan menjadi korban konflik antara badan usaha swasta dan regulator pemerintah itu.
”Ini masa krusial. Tinggal dua bulan lagi konsesi PT ATB akan berakhir. Kalau tidak benar-benar disiapkan, akses air bersih kepada 300.000 pelanggan atau sekitar 1,3 juta penduduk bisa macet,” kata Lagat.
Permasalahan bermula ketika pada 12 Agustus 2020 BP Batam melakukan pemilihan langsung yang diikuti tiga perusahaan. Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam Dendi Gustinandar mengatakan, PT Moya ditetapkan sebagai pemenang pada 4 September 2020. Perusahaan itu akan mengelola air baku selama enam bulan di masa transisi setelah konsesi PT ATB habis.
Padahal, pada 23 Januari 2020, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, pengelolaan air bersih akan sepenuhnya diambil alih oleh pemerintah. ”Diambil alih BP Batam, tidak ada yang lain-lain lagi,” ujarnya waktu itu.
Menurut Lagat, hal yang sama juga dikatakan oleh Deputi IV Bidang Pengusahaan BP Batam Syahril Japarin pada Februari lalu. ”Betul, kepada kami pun tidak pernah disinggung soal rencana pengelolaan masa transisi oleh pihak swasta lain,” ucapnya.
Namun, belakangan Rudi justru berubah kemauan. Ia mengakui pemilihan perusahaan swasta untuk mengelola air bersih selama masa transisi dilakukan BP Batam melalui penunjukan langsung. Setelah enam bulan, BP Batam akan kembali mengadakan lelang untuk memilih pengelola swasta baru.
”Sumber air baku (waduk) akan kami lelang sepenuhnya, tidak seperti sekarang (waduk) hanya (dikelola) BP Batam; makanya banyak yang kering karena tidak ada yang mengurus. Harus kami lepas ke swasta supaya mereka menghitung dan menjamin kebutuhan air Batam,” kata Rudi, Kamis (10/9/2020).
Presiden Direktur PT ATB Benny Andrianto merasa ditelikung dengan langkah BP Batam menunjuk perusahaan swasta lain untuk mengelola air baku pada masa transisi. Menurut dia, keputusan pemerintah ini salah dan akan sangat merugikan warga serta investor di Batam.
Sumber air baku (waduk) akan kami lelang sepenuhnya, tidak seperti sekarang (waduk) hanya (dikelola) BP Batam; makanya banyak yang kering karena tidak ada yang mengurus. (Muhammad Rudi)
Ia menilai, pemilihan langsung yang diikuti sejumlah perusahaan swasta untuk mengelola air baku selama masa transisi menyalahi peraturan karena tidak mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Hal itu telah dilaporkan PT ATB kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada 4 September 2020.
”PT ATB tidak punya kewajiban menyerahkan (aset) ke pengelola yang baru. Kami baru akan menyerahkan ke BP Batam pada akhir masa konsesi,” kata Benny.
Menurut Lagat, nilai investasi PT ATB membangun jaringan air bersih sudah lebih dari dua kali lipat nilai konsesi pengelolaan air yang dulu disepakati dengan BP Batam, yaitu Rp 405 miliar. Hal itu membuat sebagian aset PT ATB tidak bisa diklaim sebagai barang milik negara oleh BP Batam.
”Waduk memang milik BP Batam, tetapi instalasi pengolahan air dan sistem perpipaannya sebagian besar milik PT ATB. Kalau PT ATB enggak mau menyerahkan (aset), bagaimana air itu mau jalan,” ucap Lagat.
Ia menyatakan akan memanggil perwakilan BP Batam untuk menerangkan langkah mereka melakukan pemilihan langsung yang memicu pertikaian dengan PT ATB. Menurut rencana, pertemuan akan dilaksanakan pada 14 September 2020.