Petugas Temukan Modus Baru Perdagangan Burung Liar
Perdagangan berbagai jenis burung liar dari Sumatera ke Jawa terus terjadi di tengah pandemi Covid-19 dengan berbagai modus. Dalam setahun, lebih dari 1 juta ekor burung liar di Sumatera hilang.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Perdagangan berbagai jenis burung liar dari Sumatera ke Jawa terus terjadi di tengah pandemi Covid-19. Pelaku perdagangan satwa liar menggunakan modus baru untuk menghindari pemeriksaan petugas.
Selama sepekan terakhir, tim gabungan menggagalkan empat kali pengiriman ribuan burung liar secara ilegal dari Lampung ke Jawa. Dari 1.527 ekor burung yang diperdagangkan, sebanyak 66 ekor merupakan burung dilindungi jenis cucak daun dan serindit (Loriculus galgulus).
Kepala Seksi III Konservasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung Hifzon Zawahiri mengatakan, pengiriman burung ilegal itu diungkap sejak Sabtu (18/7/2020) hingga Jumat (24/7/2020). Pengungkapan empat kasus ini berkat kerja sama dengan petugas dari Balai Karantina Pertanian Lampung dan pemerhati satwa dari FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds.
Menurut dia, ribuan burung ilegal itu ditemukan saat petugas gabungan melakukan pemeriksaan di dekat pintu masuk Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan. Saat digeledah, petugas menemukan puluhan kotak dan kardus berisi berbagai burung kicau di dalam mobil.
”Ada modus baru yang dilakukan. Sekarang ini pengiriman dilakukan dengan cara masuk dulu ke Lampung selama beberapa hari. Setelah itu, burung ilegal itu baru dikirim ke Jawa,” kata Hifzon saat ekspose kasus di Bandar Lampung, Jumat (24/7/2020).
Tahun lalu, kata Hifzon, petugas banyak mengungkap kasus pengiriman burung ilegal melalui bus antarkota antarprovinsi. Namun, tahun ini, para pelaku perdagangan satwa liar beralih dengan menyewa mobil pribadi.
Saat ini, petugas masih memeriksa dua pengemudi yang kedapatan membawa burung ilegal tersebut. Kepada petugas, mereka mengaku hanya sopir yang mobilnya disewa untuk membawa ribuan burung tersebut dengan bayaran Rp 2,5 juta.
Dia menduga burung-burung itu ditangkap oleh pemburu dari dalam kawasan hutan lindung di Sumatera. Burung-burung liar itu, antara lain, berasal dari Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, hingga Aceh.
Burung-burung liar itu, antara lain, berasal dari Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, hingga Aceh.
Petugas BKSDA langsung melepasliarkan burung liar itu di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Lokasi itu dipilih karena menjadi habitat burung liar tersebut.
Juru Bicara Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung Wilayah Kerja Bakauheni Karman menyebutkan, sopir tidak dapat menunjukkan dokumen resmi sehingga petugas menyita burung-burung tersebut. Menurut dia, peredaran satwa liar tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Pihak yang hendak melakukan jual beli satwa harus memiliki surat angkut yang dikeluarkan otoritas kehutanan di wilayah asal.
Direktur Eksekutif FLIGHT Protecting Indonesia’s Birds Marison Guciano yang terlibat dalam operasi pengungkapan perdagangan burung ilegal mendesak petugas mengusut tuntas kasus perdagangan burung ilegal. Pasalnya, perdagangan satwa liar selalu berulang setiap pekan. Dia menduga ada oknum petugas yang membantu pelaku perdagangan burung liar untuk lolos dari Lampung ke Jawa.
Dia menilai upaya pemerintah dengan terus menyita dan melepasliarkan burung-burung itu sebagai langkah tepat. Namun, ia mendesak pemerintah lebih ketat mengawasi perdagangan satwa di pasar burung.
Marison mengungkapkan, populasi burung liar di Sumatera dalam kondisi kritis. Dari kajian, sedikitnya 3.250 ekor burung liar diburu setiap hari. Dalam setahun, lebih dari 1 juta ekor burung liar hilang.