Dua Kapal Vietnam Pencuri Ikan Ditangkap di Laut Natuna Utara
Kapal Pengawas Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap dua kapal berbendera Vietnam, Rabu (15/7/2020). Nakhoda kapal Vietnam sempat memberi perlawanan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Kapal Pengawas Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap dua kapal berbendera Vietnam, yaitu KG 91920 TS dan KG 95732 TS, Rabu (15/7/2020). Dua kapal itu mencuri ikan di Laut Natuna Utara, Kabupaten Natuna, Kapulauan Riau.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dalam jumpa pers di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (22/7), menuturkan, pengejaran dua kapal ikan berbendera Vietnam tersebut berlangsung 3 jam. Pengejarannya tidak mudah.
”Di saat kita masih menghadapi Covid-19 dan semua diminta untuk berada di rumah, awak kapal pengawas masih terus berjibaku menjaga laut dan menangkap kapal asing ilegal yang mencuri ikan di perairan Indonesia,” ujar Edhy.
Total anak buah kapal (ABK) dua kapal Vietnam tersebut 22 orang. Mereka sudah berada di Pontianak. Begitu juga dengan dua kapal Vietnam itu sudah ada di dermaga Kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pontianak. ”Penanganannya diserahkan kepada penyidik sebagaimana kapal-kapal lainnya. Jika sudah ada putusan, kapal akan disita oleh negara,” kata Edhy.
Sejak Oktober 2019 hingga kini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menangkap 66 kapal. Sebanyak 49 di antaranya kapal ikan asing. Dari 49 kapal asing itu, 22 kapal berbendera Vietnam, 14 kapal berbendera Filipina, 12 kapal berbendera Malaysia, dan 1 kapal berbendera Taiwan.
Penanganan kapal-kapal asing ilegal itu, 16 kapal sudah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap, 4 kapal dalam proses banding, 7 kapal dalam proses sidang, dan 10 kapal proses P21. Kemudian, 9 kapal dalam proses penyidikan, 2 kapal dalam proses pemeriksaan pendahuluan, dan 1 kapal dikenai tindakan lain tenggelam karena melakukan perlawanan.
Kapal-kapal yang disita, karena masih bagus, akan dihibahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah perikanan yang tidak memiliki alat praktik, salah satunya kapal. Sekolah-sekolah perikanan dari pusat hingga daerah diperkuat.
KKP juga telah menangani 343 ABK selama 2020. Rinciannya, 21 orang berstatus tersangka, 108 berstatus non-justitia, proses di kejaksaan 37 orang, proses di Direktorat Imigrasi 133 orang, dan 44 orang telah dipulangkan ke negara asal.
Kewaspadaan di laut pun terus ditingkatkan. Persenjataan di kapal pengawas akan diperbarui tahun ini dengan pengadaan 200 pucuk senjata SS2 buatan Pindad sehingga lebih memadai. Hal itu juga dapat meningkatkan mental dan semangat pengawas di laut.
Selain itu, zona ekonomi eksklusif di berbagai wilayah akan diramaikan dengan kapal-kapal nelayan Indonesia. Instruksi menteri sudah dibuat. Nelayan besar yang aktif di laut baru 5.000 kapal dari 7.000 yang terdata. Di samping itu, ada sekitar 330.000 nelayan bermotor kecil akan diperbaiki perizinannya dan jenis alat tangkapnya.
Perlawanan
ABK dua kapal Vietnam tersebut sempat melawan saat hendak ditangkap. Kapten Kapal Pengawas Hiu 11 Slamet mengungkapkan, anggota pengawas ada yang melompat ke dalam kapal Vietnam. Sebab, kapal Vietnam itu berupaya melarikan diri saat dikejar.
”Nakhoda kapal Vietnam berupaya menusukkan gunting serta melemparkan batu ke arah anggota kami. Namun, anggota kami bisa mengatasi keadaan,” tutur Slamet.
Kapten Kapal Pengawas Orca 03 Muhammad Ma’ruf mengungkapkan, informasi awal bahwa ada kapal asing mencuri ikan di perairan Indonesia dari laporan masyarakat dan nelayan. Laporan itu ditindaklanjuti dengan berpatroli dan akhirnya berhasil menangkap dua kapal Vietnam. Di dalam salah satu kapal Vietnam, terdapat 1 ton ikan hasil pencurian.
Catatan Kompas, di Laut Natuna Utara, Kabupaten Natuna memiliki potensi besar sektor perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan memperkirakan potensi penangkapan ikan di Laut Natuna Utara yang masih bisa dimanfaatkan mencapai 55.000 ton. Namun, potensi itu belum tergarap optimal karena keterbatasan nelayan lokal dan belum ada industri pengolahan terintegrasi.