Organisasi Jurnalis Desak Danlanud Haluoleo Cabut Pernyataan
Pernyataan Danlanud Haluoleo Kolonel (Pnb) Muzafar terkait kekhawatiran wartawan ditunggangi teroris dianggap tidak berdasar dan berbahaya. AJI Kendari dan IJTI Sultra meminta agar pernyataan tersebut dicabut.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pernyataan Komandan Pangkalan Udara TNI AU Haluoleo Kolonel (Pnb) Muzafar terkait kekhawatiran wartawan ditunggangi teroris dianggap tidak berdasar dan berbahaya. Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia atau IJTI Sultra mendesak agar pernyataan tersebut segera dicabut.
Ketua AJI Kendari Zainal Ishaq menyampaikan, pernyataan terkait wartawan yang bisa saja ditunggangi teroris merupakan pernyataan tidak berdasar. Sebab, pernyataan tersebut berasal dari kekhawatiran berlebihan dalam penjagaan aksi penolakan pekerja asing di wilayah Sulawesi Tenggara.
”Kami mengetahui bahwa daerah sekitar Bandara Haluoleo itu instalasi militer, dan juga memahami kekhawatiran Danlanud Haluoleo. Akan tetapi, pernyataan tersebut juga tidak berdasar dan berbahaya,” ucapnya, Senin (6/7/2020) malam.
Dengan adanya pernyataan tersebut, tambah Zainal, membuat profesi wartawan terkesan berbahaya dan tidak independen. Padahal, wartawan memiliki kode etik dengan nilai-nilai yang sesuai aturan. ”Pernyataan adanya kemungkinan ditunggangi teroris itu sangat berbahaya bagi profesi ini,” ucapnya.
Padahal, menurut Zainal, wartawan yang datang ke Bandara Haluoleo hanya melaksanakan tugas peliputan dalam rangka penyebaran informasi kedatangan pekerja asal China. Sejumlah elemen massa juga turun untuk menyuarakan kekhawatiran. Proses peliputan tentu dilakukan dengan aturan dan protokol yang berlaku dan tidak berpihak ke siapa saja.
”Oleh karena itu, AJI dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Sultra meminta agar pernyataan tersebut segera dicabut,” katanya.
Ketua IJTI Sultra Asdar Zuula menuturkan, pernyataan tersebut tidak didasari fakta yang kuat dan terkesan hanya dibuat-buat. Oleh sebab itu, ia juga meminta agar ada penjelasan lebih lanjut fakta dan informasinya.
”Kami memahami dalam persoalan menjaga keamanan wilayah. Namun, jika mengaitkan profesi jurnalis yang bisa saja ditunggangi teroris, itu sangat berlebihan,” ujarnya.
Semua kerja jurnalis, tutur Asdar, dilandasi fakta yang terjadi di lapangan. Seorang pewarta juga dilengkapi dengan kartu pers dan identitas resmi. Wilayah bandara merupakan area yang seharusnya terbuka untuk dilakukan peliputan.
Pekan lalu, saat kedatangan 105 pekerja China tahap kedua, pewarta tidak dibolehkan memasuki area bandara. Semua pintu ke arah bandara tertutup dan pewarta tidak diizinkan masuk meski telah mengikuti protokol yang berlaku.
Saat diwawancara pada Senin sore di DPRD Sultra, Danlanud Haluoleo Kolonel (Pnb) Muzafar menyampaikan, pihaknya memang tidak mengizinkan adanya aktivitas peliputan selama kedatangan tahap kedua TKA China. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi intensitas keributan di area bandara.
”Kan, sudah pernah diliput, dan saya punya wewenang penuh untuk melihat intensitas keributan itu seperti apa. Saya tidak mau ambil risiko teman-teman wartawan ini ditunggangi sama teroris,” ucap Muzafar, di sela-sela rapat koordinasi polemik pekerja asing di DPRD Sultra.
Menurut dia, sterilisasi akan kembali dilakukan saat kedatangan tahap ketiga pekerja China, Selasa (7/7/2020). Wilayah bandara akan dilarang bagi orang luar karena merupakan daerah instalasi militer. ”Kami tidak mau kecolongan ada kejadian yang membahayakan. Jadi akan tetap disterilisasi. Untuk wartawan, kami lihat situasi besok, apakah bisa atau tidak,” ucapnya.
Sebanyak total 500 pekerja asal China direncanakan masuk ke wilayah Sultra. Dua gelombang telah datang selama dua pekan berturut-turut dengan total 261 orang. Tahap ketiga dipastikan tiba pada Selasa (7/7/2020).
Ratusan pekerja ini didatangkan oleh dua perusahaan pemurnian nikel, yaitu PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), dengan alasan menyelesaikan pembangunan fasilitas smelter di dua perusahaan tersebut. Aksi penolakan kedatangan pekerja China ini terus berlangsung selama dua pekan terakhir.