Pandemi Covid-19 memukul sektor perdagangan, tak terkecuali usaha mikro, kecil, dan menengah di Surabaya. Menolak menyerah, wirausaha gigih beradaptasi dan berinovasi.
Oleh
Iqbal Basyari/ Agnes Swetta Pandia
·3 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Mochammad Rofiq mengeluarkan kue dari dalam oven di Rumah Nastar Surabaya di Kampung Ketandan, Kecamatan Genteng, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/6/2020). Demi tetap bertahan di tengah banyaknya UMKM yang berhenti beroperasi akibat pandemi, ia mengaku dituntut lebih kreatif untuk mempromosikan produk kuenya.
Pandemi Covid-19 memukul sektor perdagangan, tak terkecuali usaha mikro, kecil, dan menengah di Surabaya. Menolak menyerah, wirausaha gigih beradaptasi dan berinovasi.
Tampil berhijab, Diah Arfianti (41), pemilik usaha kue kering Diah Cookies, membuat siaran langsung pada akun Facebook di Rumah Nastar, Rabu (24/6/2020). ”Halo! Apa kabar semuanya? Seperti biasa saya akan update stok kue-kue yang sedang saya buat hari ini. Ada choco sticks Diah Cookies, semuanya homemade,” katanya.
Promosi di media sosial rutin dilakukan setiap hari olehnya untuk menjajakan kue kering kepada konsumennya. Sejak pandemi Covid-19, tiga bulan lalu, promosi semakin gencar agar usahanya tetap bertahan. Pada bulan pertama pandemi Covid-19 di Surabaya, Diah khawatir dagangannya tidak laku.
Imbauan untuk tetap di rumah dan pembatasan sosial berskala besar membuat konsumen yang membeli langsung ke rumah produksinya merosot drastis. Tak patah arang, pemenang terbaik kategori industri rumahan Pahlawan Ekonomi 2018 itu akhirnya meningkatkan fokus pada penjualan daring.
Ia pun menggenjot iklan di medsos dan menaikkan anggaran iklan berbayar hingga Rp 1 juta. Agar lebih menarik, bonus makanan diberikan untuk pembelian dalam jumlah tertentu. Di luar dugaan, ribuan stok kue akhirnya ludes. Ia bahkan terpaksa menolak pesanan. Pada masa Lebaran, stok kue sebanyak 12.000 stoples ludes tak tersisa.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Diah Arfianti, pemilik usaha Diah Cookies.
”Masih ada ribuan pesanan saya tolak karena tidak mengira bakal seramai ini,” kata Diah. Omzet penjualannya pun ajek, Rp 2 juta per hari. Strategi berjualan secara daring juga dipilih Ayen (32), pemilik usaha cendol CenDa. Apalagi pada bulan pertama pandemi, omzetnya turun 70 persen karena pusat kuliner tutup dan acara-acara yang jadi tumpuan penjualannya batal digelar. ”Banyak keuntungan saat berjualan secara daring, salah satunya ada promo gratis ongkos kirim,” katanya.
Produk yang dijual Ayen secara daring juga diperluas. Selain produk jadi es cendol, dia menjual bahan baku tepung dan cendol; serta makanan lain, seperti onde-onde, makaroni, dan kue kering. Prediksinya, konsumen yang membeli es cendol akan tertarik membeli produk lain karena sekalian dengan biaya kirim lebih murah.
”Sebagai pedagang harus bisa beradaptasi menyesuaikan kondisi dan permintaan konsumen, tidak bisa hanya berdiam diri dan pasrah dengan keadaan,” kata Ayen yang mampu mengembalikan omzet Rp 8 juta per bulan sama seperti saat kondisi normal.
Dukungan pemerintah kota
Pada saat sulit akibat pandemi, dukungan Pemerintah Kota Surabaya sangat berarti agar wirausaha bisa bertahan. Agus Wahyudi dari Humas Pahlawan Ekonomi mengatakan, bahkan sejak beberapa tahun lalu, pemkot mendorong seluruh pelaku UMKM memanfaatkan pasar secara daring sebagai pasar kedua selain luring. ”Sejak awal UMKM Surabaya dilatih beradaptasi jika penjualan secara luring menurun,” katanya.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Pemilik usaha kue kering Diah Cookies saat menjajakan dagangannya di acara Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan di Surabaya, Minggu (1/12/2019)
Selama pandemi, diberikan pelatihan kepada pelaku UMKM agar ikut masuk pasar barang-barang yang diminati konsumen, seperti buah-buahan dan makanan mentah. Menurut dia, pelaku UMKM harus bisa membaca situasi pasar agar roda perekonomian tetap berputar. ”Pesan yang terus kami sampaikan kepada pelaku UMKM, yakni di rumah saja, pasti laku,” ucap Agus.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sejak awal berupaya mencari solusi penyelamatan usaha dan ekonomi warga Surabaya, terutama mereka yang tidak berpenghasilan tetap. Sektor yang paling cepat terganggu adalah mereka yang bekerja hari ini, untuk kebutuhan makan hari ini juga. Maka, ketika virus korona baru melanda kota berpenduduk 3,3 juta ini, yang paling segera dicari solusinya adalah menyelamatkan dapur pelaku UMKM.
Selama pandemi, kelompok ini didampingi dan diberi pengertian agar selalu mengikuti protokol kesehatan dengan menjaga jarak, wajib bermasker, serta menerapkan kebiasaan hidup sehat. Penguatan usaha juga diberikan lewat pelatihan pemasaran dalam jaringan. Selalu ada peluang di tengah situasi sesulit apa pun!