Gelombang Penolakan Pekerja China di Sultra Meluas
Sehari sebelum kedatangan 152 tenaga kerja asal China di Sulawesi Tenggara, gelombang penolakan terus meluas. Mereka menuntut agar kedatangan pekerja asing ini ditunda sementara, mengingat pandemi yang masih berlangsung,
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sehari sebelum kedatangan 152 tenaga kerja asal China di Sulawesi Tenggara, gelombang penolakan terus meluas. Mereka menuntut agar kedatangan pekerja asing ini ditunda sementara, mengingat pandemi yang masih berlangsung, sekaligus banyaknya permasalahan di perusahaan yang mendatangkan para pekerja ini.
Senin (22/6/2020) siang, sekitar 100 mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari melakukan aksi di pintu gerbang Kota Kendari. Mereka memblokade jalan sembari menyampaikan tuntutan aksi.
”Kami tidak anti-investasi, tapi pemerintah ini seperti tidak memikirkan keselamatan warganya. Saat pandemi seperti ini, mereka malah mendatangkan pekerja asing di ’Bumi Anoa’. Belum lagi persoalan yang selama ini berlangsung di Virtue Dragon Nickel Industry sana,” kata Benny Putra Lamannga, koordinator aksi.
Selain pandemi, Benny melanjutkan, berbagai permasalahan terjadi di perusahaan itu. Terakhir pada Maret lalu, 49 pekerja China didatangkan dengan memakai visa kunjungan. Padahal, visa tersebut bukan untuk mereka yang bekerja di perusahaan, apalagi sebagai tenaga ahli.
Hal tersebut merupakan pelanggaran undang-undang yang harus dikenai sanksi. ”Jelas dalam aturan bahwa mereka yang melanggar hal ini diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Tapi, apa yang terjadi selama ini? Hal tersebut cuma dibiarkan tanpa tindakan. Belum lagi persoalan tenaga kerja kita yang sulit bekerja, apalagi menjadi karyawan tetap,” kata Benny.
Oleh sebab itu, mahasiswa akan kembali melakukan aksi pada Selasa (23/6/2020) dengan tuntutan tetap menolak kedatangan TKA. Pemerintah diharapkan serius membenahi persoalan, kemudian memikirkan kedatangan pekerja asing ini.
Aksi menolak kedatangan pekerja China ini juga terjadi di Konawe. Massa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Konawe berdemonstrasi di Kantor Bupati Konawe.
Koordinator lapangan, Irfan, menyampaikan, hingga saat ini, protokol kesehatan bahkan belum sampai ke tahap normal baru. Akan tetapi, pemerintah, baik itu pemkab maupun provinsi, hingga pusat malah menerima kedatangan total 500 pekerja asal China.
”Mereka mengajarkan kita untuk melanggar protokol itu sendiri. Kami tidak anti-investasi di Konawe. Tapi, perbaiki sistem dulu dan berbagai permasalahan di perusahaan tersebut. Sudah seharunya pemerintah patuh pada protokol kesehatan, bukan malah mempertontonkan pelanggaran sistem,” ucapnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sedikitnya ada sembilan rencana unjuk rasa akan berlangsung pada Selasa sejak pagi hingga siang hari. Unjuk rasa tersebar di Kantor DPRD Sultra, Kantor Gubernur Sultra, perbatasan Kendari, simpang Bandara Haluoleo, dan depan pintu masuk area bandara.
Kabid Humas Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Ferry Walintukan menyampaikan, kepolisian akan melakukan pengamanan standar, seperti pengamanan aksi pada uumumnya. Sejumlah pasukan disiapkan untuk menjaga situasi tetap kondusif. Terkait dengan jumlah pasukan yang akan diturunkan, ia mengaku belum tahu jumlah pastinya.
”Pengamanan seperti biasa. Kalau ada potensi situasi tidak kondusif, aparat akan turun untuk menjaga keamanan,” ucapnya.
Pertengahan Juni lalu, Pemprov Sultra menyetujui kedatangan total 500 pekerja China yang awalnya ditunda. Gubernur Sultra Ali Mazi menyampaikan, tidak ada lagi alasan penundaan karena semua perizinan dan persyaratan dipenuhi oleh perusahaan. Pemerintah pusat juga telah menyetujui permohonan tersebut.
Ketua DPRD Sultra Abdul Rahman Saleh yang sebelumnya juga menyarankan menunda, belakangan menerima kedatangan pekerja ini dengan sejumlah syarat. Selain memastikan visa yang dipakai adalah visa pekerja ahli, perusahaan juga dituntut memperbaiki berbagai permasalahan yang terjadi.
Gelombang pertama kedatangan para pekerja China ini akan tiba di Sultra pada Selasa (23/6/2020). Sebanyak 152 pekerja yang didampingi empat tenaga medis itu terbang dari Gungzhou, China, ke Malaysia, menuju Manado, lalu ke Bandara Haluoleo, Sultra. Setelah tiba, pekerja ini akan dibawa ke perusahaan untuk dikarantina selama 14 hari.
Total 500 pekerja diajukan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS). Dua perusahaan asing ini berkantor di kawasan megaindustri di Morosi, Konawe.
Indrayanto, External Affairs Manager PT VDNI dan PT OSS, menyampaikan, para pekerja ini pekerja ahli untuk pembangunan 33 smelter di dua perusahaan. Dari total 500 orang, 200 orang akan bekerja di PT VDNI dan 300 orang di PT OSS.
”Jadi memang secara teknologi alatnya itu berbeda. Karena itu, mereka harus datang untuk memasang. Kami berjanji berkomitmen terkait kedatangan pekerja ini, baik protokol Covid-19 maupun ketenagakerjaan,” kata Indrayanto.
Hingga pertengahan Juni ini, tambahnya, 709 pekerja asing masih bekerja di dua perusahaan tersebut. Para pekerja asing ini juga didampingi pekerja lokal dalam proses di lapangan. Total pekerja lokal di dua perusahaan 11.000 karyawan tetap dan sekitar 20.000 pekerja kontrak.
"Kami berharap investasi tetap berjalan baik di VDNI maupun di OSS. Sebab, kewajiban seperti pembayaran IMB sudah kami lakukan dan itu jadi pendapatan daerah. Kalau kami ekspor itu negara akan dapat untuk dari devisa. Dan, seperti kita tahu, penopang devisa negara saat ini adalah ekspor,” ujarnya.