Boleh Angkut Penumpang, Sejumlah Ojek Daring di Bandung Belum Paham Aturannya
Ojek daring kembali diperbolehkan mengangkut penumpang di masa adaptasi kebiasaan baru. Namun, masih banyak pengemudi belum memahami persyaratannya sehingga berpotensi mengabaikan pencegahan penularan Covid-19.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Ojek daring kembali diperbolehkan mengangkut penumpang di masa adaptasi kebiasaan baru. Namun, masih banyak pengemudi belum memahami persyaratannya sehingga berpotensi mengabaikan pencegahan penularan Covid-19.
Hingga Rabu (17/6/2020) malam, di Kota Bandung, Jawa Barat, layanan antarpenumpang belum diaktifkan di aplikasi ojek daring. Namun, pengoperasian kembali layanan ini sudah diatur dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Transportasi Darat pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Mencegah Penyebaran Covid-19.
Dalam surat edaran itu dijelaskan sejumlah syarat bagi perusahaan aplikasi, di antaranya menyediakan pengukur suhu tubuh, hand sanitizer, penyekat antara penumpang dan pengemudi, serta tutup kepala. Sementara penumpang disarankan membawa helm sendiri serta memakai masker, sarung tangan, dan jaket lengan panjang.
”Pembayaran juga disarankan nontunai untuk mengurangi kontak antara pengemudi dan penumpang,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Jabar Hery Antasari di Kota Bandung, Rabu.
Hery mengatakan, kebijakan tersebut dapat diterapkan di daerah zona hijau dan kuning. Hal ini untuk menyesuaikan dengan level kewaspadaan penyebaran Covid-19 di wilayah masing-masing.
Akan tetapi, masih banyak pengemudi ojek daring belum memahami aturan tersebut. ”Pernah dengar tentang surat edaran itu, tetapi belum tahu peraturannya seperti apa,” ujar Dodi (32), pengemudi ojek daring di Bandung.
Dodi mengatakan, protokol kesehatan wajib diterapkan untuk mengurangi risiko penularan Covid-19. Namun, dia berharap hal itu tidak hanya dibebankan kepada pengemudi.
”Harus ada kerja sama antara perusahaan aplikasi, pengemudi, dan penumpang. Namun, teknisnya memerlukan kesepakatan dan disosialisasikan secara menyeluruh,” ujarnya.
Perlindungan penumpang dan pengemudi harus diutamakan. Jangan sampai justru berisiko tertular Covid-19.
Mukhlis (29), pengemudi ojek daring lainnya, juga belum mengetahui persyaratan mengangkut penumpang. Namun, dia menyampaikan, beberapa rekannya sudah dipanggil perusahaan aplikasi untuk menjelaskan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 11 Tahun 2020 itu.
Mukhlis menuturkan, dalam dua bulan terakhir, dia hanya menerima jasa pengantaran barang dan pemesanan makanan. Imbasnya, pendapatannya berkurang hingga 50 persen.
Dia menyambut baik kebijakan diperbolehkannya kembali ojek daring mengangkut penumpang. ”Namun, perlindungan penumpang dan pengemudi harus diutamakan. Jangan sampai justru berisiko tertular Covid-19,” ujarnya. Kekhawatiran Mukhlis cukup beralasan. Sebab, Kota Bandung menjadi salah satu episentrum penyebaran Covid-19 di Jabar.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar yang diperbaharui, Rabu pukul 20.14, kasus positif di Kota Bandung berjumlah 340 orang. Jumlah itu terbesar ketiga di Jabar setelah Kota Depok dan Kota Bekasi.
Selain itu, sejumlah pedagang di beberapa pasar tradisional di Bandung juga terkonfirmasi positif Covid-19. Hal ini menambah kekhawatiran karena di lokasi kerumunan, seperti pasar, virus korona mudah menyebar. Tiga pasar sudah ditutup sementara.
Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad mengatakan, pihaknya gencar melakukan tes masif, salah satunya menyasar 700 pasar, untuk memetakan persebaran Covid-19. Jabar telah melakukan 140.000 tes cepat dan 60.000 tes PCR. Daud menambahkan, pihaknya menargetkan 300.000 tes. Jumlah itu setara dengan 0,6 persen dari 50 juta penduduk Jabar.