DPRD Sultra memutuskan menolak kedatangan tenaga kerja asing asal China ke wilayah ini sementara waktu.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Rapat Paripurna DPRD Sulawesi Tenggara memutuskan menolak kedatangan 500 tenaga kerja asing asal China ke wilayah ini untuk sementara waktu. Sebab, rencana kedatangan TKA ini dianggap membuat resah masyarakat dan tidak sesuai komitmen memutus rantai penyebaran Covid-19. Sementara, pihak perusahaan menyampaikan, kedatangan pekerja tersebut masih bersifat tentatif.
”Dari paripurna yang berlangsung ini, tanpa ada perdebatan, kami sepakati bersama menolak kedatangan 500 TKA Tiongkok ke Sulawesi Tenggara. Sebab, penanganan Covid-19 harus konkret dan sesuai komitmen bersama untuk membatasi pergerakan orang,” kata Ketua DPRD Sultra Abdul Rahman Saleh, seusai rapat paripurna di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (29/4/2020).
Paripurna yang dilakukan, kata Rahman, sebagai tanggung jawab DPRD Sultra terhadap masyarakat. Sebab, masyarakat begitu resah dengan kedatangan orang asing di wilayah ini. Terlebih lagi, di tengah pandemi Covid-19, penyebaran virus yang awalnya muncul di China ini terus terjadi.
Menurut Rahman, pemerintah pusat juga telah melakukan berbagai upaya pembatasan kegiatan masyarakat agar penyebaran virus tidak meluas. Larangan mudik dan berkegiatan di luar rumah telah dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Akan tetapi, adanya rencana kedatangan TKA ini berbanding terbalik dengan segala upaya pemerintah tersebut.
”Tentu kami tidak antiinvestasi dan antitenaga kerja asing. Tetapi, situasi saat ini tidak tepat. Jadi, kami minta pusat tidak membuat gaduh masyarakat. Dan, jika ini tetap berjalan, kami semua akan turun aksi,” kata Rahman.
Hasil paripurna terkait kedatangan TKA China di Sultra, Rahman menambahkan, akan dikirim ke pemerintah pusat dan lembaga-lembaga terkait lainnya. Sebab kewenangan menghentikan sementara kedatangan TKA berada di pusat.
Wakil Ketua DPRD Mohammad Endang mengatakan, sejak beberapa waktu lalu, pihaknya telah menerima informasi terkait kedatangan 500 TKA China yang akan bekerja di kawasan Virtue Dragon Nickel Industry Park (VDNIP) di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe. Bahkan, kedatangan mereka awalnya diperkirakan akhir April ini.
Sepenting apa kedatangan 500 tenaga kerja ini di kawasan industri itu?
Oleh sebab itu, Endang menegaskan, pihaknya menolak keras rencana itu sampai pandemi ini berakhir. ”Sepenting apa kedatangan 500 tenaga kerja ini di kawasan industri itu? Selama ini, perusahaan juga tidak terbuka, baik jumlah tenaga kerja, proses perekrutan, mupun lainnya. Kami berharap teman-teman komisi terkait bisa mendapatkan penjelasan dari pihak VDNIP,” ucapnya.
Selain itu, tambah Endang, pada Februari lalu, telah tiba 49 TKA China ke perusahaan yang sama, tanpa memiliki izin bekerja. Para tenaga kerja tersebut hanya memiliki izin magang dan tidak melalui proses karantina yang benar.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Sultra melalui Gubernur Ali Mazi juga telah menolak rencana kedatangan tenaga kerja ini. Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Sultra Saemu Alwi menceritakan, pihaknya mendapatkan informasi rencana kedatangan 500 TKA China itu sejak pertengahan April.
Menurut Saemu, Kementerian Tenaga Kerja memberitahukan terkait adanya pengajuan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) oleh pihak perusahaan di Morosi. ”Jumlahnya 500-an orang untuk bekerja di kawasan industri Virtue Dragon Nickel Industry Park. Informasi yang kami terima cuma sampai di situ, dan sampai hari ini belum ada rencana kedatangan,” katanya.
Saemu menambahkan, pihaknya juga belum menerima data TKA yang akan datang di Sultra karena pihaknya hanya mengawasi di lapangan. Menurut Saemu, jumlah TKA yang tercatat bekerja di kawasan industri VDNIP sebanyak 660 orang. Tenaga kerja tersebut bekerja di dua perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut, yaitu PT VDNI dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS). Kedua perusahaan ini adalah penanaman modal asing.
Kawasan industri VDNIP di Morosi adalah lokasi perusahaan pemurnian bijih nikel yang digadang-gadang terbesar di Indonesia, dengan investasi lebih dari 1 miliar dollar AS. PT VDNI sendiri berada di dalam kawasan tersebut dan berdiri sejak tahun 2014, yang merupakan anak perusahaan Jiangsu Delong Nickel Industry Co Ltd. Sementara itu, PT OSS masuk sejak 2017 di kawasan yang sama.
Deputy External Manager VDNIP A Chairillah Wijdan menyampaikan, kedatangan 500 TKA China tersebut masih sebatas rencana. Sampai saat ini, belum ada keputusan resmi kapan tenaga kerja tersebut diterbangkan ke Indonesia.
”Masih tentatif, kami masih menunggu dan melihat situasi. Penerbangan juga belum ada saat ini. Kalau datang pun, tentu akan dilakukan prosedur karantina yang berlapis,” kata Chairillah.
Sebanyak 500 orang tersebut, tambah Chairillah, didatangkan untuk mengatasi ketertinggalan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Selain itu, sebagian besar pekerja tersebut akan ditugaskan di pembangunan pabrik baja milik PT OSS yang masih tahap awal.
”Orang kita belum banyak yang bisa, makanya kami datangkan tenaga ahli. Yang jelas, sampai sekarang, masih tentatif. Kami juga mengikuti aturan pemerintah pusat dan melihat keresahan warga di Sultra,” ujarnya.
Keberadaan TKA di Sultra kerap disoroti. Selain jumlahnya, sorotan juga terkait pekerjaan mereka yang juga mencakup pekerjaan kasar, seperti sopir dan buruh. Pada 2019, ketika Kompas berada di sekitar area industri VDNIP, terlihat banyak pekerja asing yang mengerjakan pembuatan jalan, mengaduk semen, atau hanya menyiram jalan.