Kopi kian lekat dengan identitas Kota Bandar Lampung ataupun Provinsi Lampung. Kopi Lampung kian harum dan menjadi daya tarik wisata seiring merebaknya kedai kopi di sudut-sudut kota.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
Kopi kian lekat dengan identitas Kota Bandar Lampung ataupun Provinsi Lampung. Kopi Lampung kian harum dan menjadi daya tarik wisata seiring merebaknya kedai kopi di sudut-sudut kota.
Senja perlahan turun saat belasan orang berkumpul di kedai kopi di tengah Kota Bandar Lampung, Jumat (17/1/2020). Aroma biji kopi yang baru digiling menyeruak bersama aroma hujan yang mulai turun. Suasana minum kopi sore itu terasa romantis.
Dari Jakarta, Ryzal Aziz (28) jauh-jauh ke Bandar Lampung untuk merasakan kopi robusta Lampung. Pemuda yang sempat tinggal di Bandar Lampung lima tahun lalu itu rindu menyesap kopi bersama teman semasa kuliah dulu. Secangkir kopi melengkapi perjumpaan Ryzal bersama dua sahabatnya.
”Saya senang sekali bisa bertemu teman lama sambil minum kopi. Apalagi, semakin banyak pilihan kedai kopi di Lampung,” kata Ryzal yang sedang berlibur ke Lampung.
Sejak dulu, kedai kopi menjadi tempat bertemu dan berdiskusi berbagai hal. Tidak heran jika dalam seminggu terakhir Ryzal telah berkeliling ke tiga kedai kopi di Bandar Lampung. Penikmat kopi itu tidak hanya menyeruput kopi, tetapi juga membeli kopi untuk oleh-oleh.
Usaha kedai kopi kian marak di Bandar Lampung. Saat ini, sedikitnya ada 70 kedai kopi yang mayoritas dikelola pengusaha muda.
Pemilik kedai kopi Dr Coffee, Alghazali Qurtubi (29), salah satunya. Gaya hidup minum kopi mendorong dia dan banyak anak muda lain membuka usaha kopi. Apalagi, sektor pariwisata di Bandar Lampung juga semakin berkembang dengan adanya jalan tol dan bandara. Peluang meningkatkan pamor kopi robusta Lampung semakin terbuka.
Usaha kedai kopi kian marak di Bandar Lampung. Saat ini, sedikitnya ada 70 kedai kopi yang mayoritas dikelola pengusaha muda.
”Saya bekerja sama dengan beberapa agen perjalanan untuk memasukkan kunjungan ke kedai kopi di paket wisata,” ujar Ali, sapaan akrabnya.
Di kedai kopi itu, Ali tidak sekadar menjual kopi. Dia juga menawarkan cerita dan pengalaman bagi para pengunjung. Beragam biji kopi dipajang di kedainya, lengkap dengan informasi pembuatan dan lokasi penanamannya. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat proses penggilingan kopi. Bahkan, konsumen diberi kesempatan menyeduh sendiri kopi pesanannya.
Interior kedai juga dilengkapi dengan tanaman kopi dalam pot di antara kursi pengunjung. Tujuannya, memperkuat ingatan pengunjung tentang kopi. Tersedia pula layanan untuk pengunjung yang menunggu di kendaraan. Beragam inovasi itu diciptakan agar pelaku usaha lokal tidak tergilas oleh korporasi di industri kopi.
”Mereka bisa menawarkan tempat yang nyaman dan strategis karena punya modal besar. Kami tentu harus punya strategi dan inovasi untuk bisa bersaing,” katanya.
Kampanye kopi
Ikhtiar meningkatkan citra Lampung sebagai sentra penghasil kopi juga dilakukan Pemerintah Provinsi Lampung dengan menetapkan hari Jumat sebagai hari minum kopi di Lampung. Orang Lampung menyebutnya ngupi pay, ajakan untuk minum kopi sambil mengobrol.
Dalam surat edarannya, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi meminta semua instansi pemerintah dan swasta di Lampung menyajikan kopi robusta di kantor. Masyarakat umum juga diimbau agar menyajikan kopi untuk tamu.
Pemda juga kerap menggelar festival dan bazar kopi. Kampanye minum kopi ini membuat pelaku usaha dan petani kopi semakin terpacu mempromosikan kopi robusta.
M Zaki (21), salah satu pengusaha kopi, memanfaatkan kegiatan bazar yang digelar Pemerintah Kota Bandar Lampung setiap Jumat pagi untuk memperkenalkan kopi dengan merek J’dak Coffee dan Zack Coffee. Setiap bulan, dia bisa menjual sekitar 200 kilogram kopi bubuk. Selain dipamerkan pada acara bazar, kopi ini juga dijual melalui distributor dan penjualan secara daring.
Antusiasme mengembangkan kopi juga dirasakan Abdul Charis (54), petani kopi asal Sekincau, Lampung Barat. Menurut dia, petani kini terpacu untuk mengolah sendiri biji kopi menjadi kopi bubuk. Pencanangan hari minum kopi setiap Jumat dinilai mampu meningkatkan pasar kopi bubuk. Dengan menjual kopi bubuk, petani juga mendapatkan nilai tambah yang lebih besar.
Saat ini, harga biji kopi di tingkat petani hanya Rp 18.000 per kilogram. Harga itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan jika petani menjual kopi bubuk yang harganya berkisar Rp 55.000-Rp 200.000 per kg.
Kopi telah menjadi salah satu urat nadi perekonomian bagi Kota Bandar Lampung ataupun Provinsi Lampung. Keberadaan kopi kian menyatu dengan denyut kehidupan warga seiring keberpihakan pemerintah daerah terhadap kopi dan pelaku usahanya. Wajar jika asa kesejahteraan di Lampung mulai meningkat lewat kopi.