Kasus dugaan mutilasi oleh Sugeng Santoso (50) di Kota Malang, Jawa Timur, berlarut-larut. Tiga kali sidang tuntutan ditunda, gara-gara jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Malang belum siapkan tuntutan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
Kasus dugaan mutilasi oleh terdakwa Sugeng Santoso (50) di Kota Malang, Jawa Timur, berlarut-larut. Tiga kali sidang tuntutan ditunda, gara-gara jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Malang belum siap membacakan tuntutan. Majelis hakim pun mengancam akan melepaskan Sugeng dari penahanan jika masa penahanannya sudah terpenuhi.
Rabu (5/2/2020) menjelang pukul 16.00, Sugeng baru dipanggil dari ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Malang, ketika semua tahanan lain sudah selesai sidang. Ia akan menjalani sidang terakhir dari rangkaian sidang-sidang di PN Malang hari itu. Persis seperti masa-masa persidangan sebelumnya, ia menjadi juru kunci.
Saat pegawai PN Malang mulai menata berkas, mematikan komputer yang tidak terpakai dan bersiap pulang, Sugeng dengan sandal jepit warna birunya mulai melangkah pelan menuju Ruang Garuda, ruang sidang yang dijadwalkan untuknya. Dengan wajah tenang, Sugeng berjalan ditemani seorang petugas.
Di tempat parkir, kendaraan tahanan yang akan ditumpangi Sugeng pulang sudah menderu siap melaju. Para tahanan lain sudah tak sabar untuk bisa segera meluruskan kakinya di LP Kelas IA Lowokwaru, tempat mereka menjalani masa hukuman.
”Bagaimana Pak Jaksa, sudah siap dengan tuntutannya?” tanya Ketua Majelis Hakim Dina Pelita Asmara. Pertanyaan hakim itu dijawab dengan permintaan maaf oleh JPU, Wanto. ”Mohon maaf majelis hakim, kami belum siap dengan tuntutannya. Masih menunggu arahan dari Kejagung,” katanya.
Menurut JPU, untuk kasus-kasus yang mendapat perhatian publik, jaksa harus meminta arahan dan melaporkan perkembangan sidang pada Kejaksaan Agung.
Mendengar jawaban JPU, hakim pun berang. ”Innalillahi. Tuntutannya belum siap juga? Ini sudah kesekian kalinya. Kapan? Ini bukan satu-satunya perkara pembunuhan atau mutilasi. Tolong dibantu agar kami bisa on time (tepat waktu). Belum nanti pleidoi, belum tanggapannya. Bagaimana kalau seperti itu?” tanya hakim.
”Kami akan mempertimbangkan masalah penahanannya. Kalau tidak memungkinkan, akan kami keluarkan. Kita dibatasi masa penahanan. Ini sudah tahap kedua pengadilan. Kalau kami tidak bisa menyelesaikan tepat waktu, kami dikira unprofessional conduct (bekerja tidak profesional). Catat, ya, majelis memperingatkan JPU untuk kesekian kalinya agar tidak terlambat dalam penyusunan tuntutan,” kata hakim mengingatkan.
Catat, ya, majelis memperingatkan JPU untuk kesekian kalinya agar tidak terlambat dalam penyusunan tuntutan.
Dari hasil komunikasi JPU dengan hakim, rencana sidang tuntutan (untuk keempat kali) akan digelar minggu depan, Rabu (12/2/2020).
Sugeng ditahan polisi sejak Mei 2019, tak lama setelah warga menemukan potongan tubuh seorang perempuan (hingga kini belum juga diketahui identitasnya), termutilasi di lantai tiga Pasar Besar Malang. Dari penyelidikan dan penyidikan Polres Malang Kota dengan dibantu Polda Jatim, terungkap bahwa pelaku mutilasi adalah Sugeng.
Sugeng sendiri dinyatakan sebagai seorang psikopat karena sudah memiliki rekam jejak kekerasan sebelumnya. Ia pernah memotong lidah pacarnya dan sudah dihukum 3 tahun penjara. Ia pun pernah memukul kepala ayahnya dengan palu.
Sesuai Pasal 25 ayat 1 dan 2 KUHAP, penahanan seorang untuk masa penuntutan adalah maksimal 20 hari dan bisa diperpanjang 30 hari. Sementara masa penahanan dalam persidangan di pengadilan negeri adalah selama 30 hari dan bisa diperpanjang 60 hari. Jika dalam masa 90 hari penahanan itu perkara belum diputus, terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum. Sugeng ditahan polisi sejak Mei 2019 dan memulai sidang dakwaan pada 21 Oktober 2020.
Bingung
Berlarut-larutnya pembuatan tuntutan oleh JPU diduga karena jaksa kebingungan. Pada sidang dakwaan pada 21 Oktober 2019, JPU mendakwa Sugeng melanggar Pasal 338 KUHP (dengan sengaja membunuh) dan Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana). Padahal dalam fakta persidangan berikutnya, bukti-bukti lebih mengarah bahwa korban mutilasi Sugeng sudah tewas sebelum dimutilasi.
”Bisa jadi JPU sekarang kebingungan karena dakwaan pada Sugeng adalah pembunuhan. Sementara fakta persidangan banyak menunjukkan bahwa korban sudah mati sebelum dimutilasi,” kata kuasa hukum Sugeng dari LBH Peradi Malang Raya, Ilhamul Huda Alfarisi.
Sugeng mengaku ingin agar kasus hukum yang menjeratnya segera tuntas. ”Inginnya semua segera selesai. Capek seperti ini terus,” katanya singkat seusai persidangan. Sugeng pun mengarahkan telunjuknya ke hidung, mengisyaratkan bahwa saat ini ia sedang sakit batuk dan pilek. Tampak senyum tipis Sugeng di sela-sela omongannya.
Kriminolog Universitas Brawijaya Malang, Prija Jatmika, mengatakan bahwa kasus Sugeng tersebut patut menjadi pembelajaran semua pihak. Khususnya bagi para pihak yang bergerak di bidang hukum.
”Fakta persidangan itu lebih penting ketimbang saat penyidikan. Jadi, apa yang ditemukan di persidangan itu sangat menentukan. Jika dakwaan Pasal 338 dan Pasal 340 tidak terbukti, JPU harus berani menuntut bebas. Hakim pun harus berani memutus bebas. Tidak bisa pula, tuntutan itu berbeda dari dakwaan. Jika dia didakwa membunuh, sementara fakta persidangan mengatakan dia memutilasi, maka tidak bisa tuntutan itu berubah menjadi memutilasi. Tuntutan itu harus berdasarkan dakwaan,” kata Prija.
Fakta persidangan itu lebih penting ketimbang saat penyidikan. Jadi, apa yang ditemukan di persidangan itu sangat menentukan.
Oleh karena itu, Prija menduga, dalam kasus Sugeng, JPU tidak cermat dan ceroboh dalam menentukan dakwaan. ”Bisa jadi JPU mendapat tekanan publik sehingga mereka jadi tidak cermat. Ini yang harus jadi bahan pembelajaran bahwa kebenaran yang ada di masyarakat itu belum tentu kebenaran hukum,” katanya.
Meski begitu, Prija mengatakan ada peluang hakim tetap menjatuhkan vonis hukum pada Sugeng. ”Bisa jadi hakim menggunakan kuasanya berdasarkan asas ’Tidak ada perbuatan pidana yang tidak bisa dipidana’. Itu kalau hakimnya berani. Sebab, putusannya nanti juga bisa digugat, sebab hakim memutuskan tidak berdasarkan surat dakwaan,” kata Prija.
Jadi, bagaimana akhir kisah Sugeng di meja hijau? Kita tunggu saja.