Peraturan Gubernur Bali mengatur pelindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan minuman fermentasi dan atau distilasi khas Bali yang meliputi tuak Bali, brem Bali, arak Bali, dan produk artisanal untuk upacara keagamaan.
Oleh
Cokorda Yudistira
·3 menit baca
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Bartender Kadek Mahendra mencampur minuman dengan arak Bali untuk disajikan ke peserta sosialisasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali di Denpasar, Rabu (5/2/2020). Pergub Bali No 1/2020 itu mengatur tentang pemanfaatan, penguatan, dan pelindungan minuman beralkohol khas Bali sebagai keberagaman budaya Bali.
DENPASAR, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Distilasi Khas Bali. Regulasi itu mengatur mulai dari bahan baku, produksi, distribusi, hingga pengendalian dan pengawasan.
Pergub tersebut diundangkan pada 29 Januari 2020 setelah mendapat persetujuan Kementerian Dalam Negeri. Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan, pembuatan peraturan gubernur itu dilatarbelakangi upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan aneka minuman fermentasi sebagai produk lokal Bali yang berbasis budaya dan bernilai ekonomi.
”Tujuannya untuk mendukung pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan,” kata Koster saat menyosialisasikan pergub itu di Denpasar, Bali, Rabu (5/2/2020). Acara itu dirangkai dengan penandatanganan kontrak bisnis antara koperasi petani arak dan pihak perusahaan minuman beralkohol yang sudah berizin, meliputi Koperasi Krama Bali Sejahtera Bali Mula di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, dan PT Wico Interna di Buleleng serta Koperasi Tri Eka Buana di Desa Tribuana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, dan CV Nikki Sake Bali di Karangasem.
Dalam pergub diatur pelindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan minuman fermentasi dan atau distilasi khas Bali yang meliputi tuak Bali, brem Bali, arak Bali, dan produk artisanal serta brem dan arak Bali untuk upacara keagamaan. Tuak dan brem merupakan minuman mengandung alkohol yang dihasilkan melalui proses fermentasi.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Pemerintah Provinsi Bali memiliki Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali. Pergub Bali No 1/2020 itu mengatur tentang pemanfaatan, penguatan, dan pelindungan minuman beralkohol khas Bali sebagai keberagaman budaya Bali. Pergub Bali No 1/2020 itu disosialisasikan di Denpasar, Rabu (5/2/2020).
Adapun arak dibuat dengan cara distilasi nira mayang kelapa atau nira lontar. Arak Bali mengandung alkohol hingga 40 persen. Koster mengatakan, arak, brem, dan tuak menggunakan bahan baku lokal yang ada di Bali dan diproses secara tradisional oleh petani krama (masyarakat) Bali. Selain digunakan dalam upacara keagamaan, minuman beralkohol produk lokal Bali itu juga bernilai ekonomi karena dapat dikonsumsi.
Dalam pergub juga diatur pembinaan dan pengawasan terhadap produsen, distributor, subdistributor, dan penjual. Pengawasan melibatkan unsur desa adat dan desa dinas serta masyarakat. Pembinaan di tingkat pemerintah daerah dilakukan melalui dinas pertanian; dinas koperasi, usaha kecil, dan menengah; serta dinas perindustrian dan perdagangan. Pengawasan juga melibatkan balai besar pengawas obat dan makanan (POM) serta kantor bea dan cukai.
Ketua Asosiasi Profesi Eksekutif Food and Beverage Indonesia (IFBEC) Bali Ketut Darmayasa mengatakan, Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional membutuhkan minuman beralkohol sebagai bagian dari pelayanan makanan dan minuman kepada wisatawan. Kebutuhan minuman beralkohol di Bali cukup besar, diperkirakan mencapai 12 juta liter per tahun.
”Selama ini, minuman beralkohol impor yang lebih dominan. Artinya, devisa Indonesia juga banyak yang keluar untuk impor minuman,” kata Darmayasa di sela-sela sosialisasi. Dengan terbitnya Pergub Bali Nomor 1/2020, menurut dia, minuman beralkohol lokal, seperti tuak, brem, dan arak, dapat dikembangkan dan diproduksi dengan standar dan pengawasan yang terjaga.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Gubernur Bali I Wayan Koster (ketiga dari kiri) bersama sejumlah pejabat daerah, termasuk Bendesa Agung Majelis Desa Adat Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet (kedua dari kiri), Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra (ketiga dari kanan), dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur Hendra Prasmono (kedua dari kanan) bersama-sama mengangkat gelas kecil berisikan arak Bali serangkaian acara sosialsasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destilasi Khas Bali di Denpasar, Rabu (5/2/2020).
Dengan demikian, produknya dapat dikonsumsi untuk kebutuhan pelayanan makanan dan minuman di industri pariwisata. Pemanfaatan minuman beralkohol khas Bali itu juga ditunjang adanya kebijakan pemanfaatan produk lokal Bali sesuai Pergub Bali No 99/2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali. ”Harapannya, minuman beralkohol khas Bali ini dapat bersaing di tingkat global,” ujar Darmayasa.
Perbekel (Kepala Desa) Tri Eka Buana, Kecamatan Sidemen, Karangasem, I Ketut Derka menyatakan, Pergub Bali No 1/2020 itu memberikan harapan cerah kepada masyarakat di Desa Sidemen, terutama petani yang memproduksi bahan baku arak. Derka, yang juga pembina Koperasi Bersama Sejahtera Tri Eka Buana, menambahkan, lebih dari 300 petani di Desa Tri Eka Buana juga menggantungkan penghasilan dari pembuatan arak.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur Hendra Prasmono mengatakan, pihaknya mendukung langkah Pemprov Bali membuka lapangan pekerjaan dan sekaligus upaya penerimaan negara dari sektor cukai.
Apalagi, potensi penerimaan negara dari cukai minuman beralkohol di Bali cukup besar. ”Dalam hal ini, bea dan cukai berperan dalam pengawasan dan pengendalian peredaran barang kena cukai,” kata Hendra.