Saya berharap di setiap rumah di Kota Surabaya ada usaha yang kelak menjadi sumber penghasilan ketika pemiliknya memasuki usia senja. Dengan demikian, semua warga bisa menikmati pensiunan walau ketika muda bukan pegawai.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
”Saya berharap di setiap rumah di Kota Surabaya ada usaha, yang kelak menjadi sumber penghasilan ketika pemiliknya memasuki usia senja. Dengan begitu, semua warga bisa menikmati pensiunan walau ketika muda bukan pegawai kantoran,” begitu selalu diungkap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam setiap pertemuan dengan dengan warganya.
Memiliki usaha di setiap rumah, terutama bagi warga yang kurang mampu atau tidak ada pekerjaan tetap, alasan utama Risma sejak menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pada 2010 mendorong warga untuk mengembangkan usaha di rumah, sesuai minatnya.
Memulai usaha di rumah pun tidak dibiarkan jalan sendiri, tetapi Risma menggerakkan semua organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkot Surabaya untuk memberikan pelatihan keterampilan sesuai minat terutama bagi ibu rumah tangga.
Awalnya, yang disasar adalah perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), lalu berkembang pada eks pekerja seks komersial ketika seluruh lokalisasi di kota ini termasuk Dolly ditutup Juni 2014.
Mereka yang dilatih agar mandiri dan segera memiliki sumber ekonomi keluarga tidak hanya eks pekerja seks komersial, tetapi juga mucikari, dan ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan itu.
Pelatih bagi pelaku usaha baru ini pun tidak serta-merta didatangkan dari luar Surabaya. Justru Pemkot Surabaya menggandeng pelaku usaha kerajinan baik makanan, pernak pernik, sulam, bordir hingga batik, bunga kering, dan alas kaki dari kota ini.
Para perajin kawakan ini juga tidak khawatir banyak pesaing produk yang digeluti selama ini. ”Tidak masalah, setiap karya itu ada ciri khas masing-masing, dan anak-anak muda ini justru perlu terus didorong agar lebih kreatif sehingga produk yang dibaut benar-benar kekinian,” kata Soepartini, yang meski sudah lansia terus berkarya.
”Saya tidak kenal berhenti membuat berbagai pernak pernik dengan bahan alami, tepatnya sampah ya daun, ranting, kayu, sisik ikan. Semakin saya diam justru cepat pikun,” kata Wayan Sutiari Mastoer, yang kini hanya mendampingi putrinya meneruskan usaha kerajinan tersebut.
Ajang pelatihan yang rutin digelar bagi perajin lansia ini justru sebagai ajang mengasah ilmu. ”Selalu ada saja yang punya ide bikin produk baru, jadi kami semua senang bisa berkumpul meski dua bulan sekali,” kata Endah Hariyati.
Mereka pelaku usaha yang kini bergabung dalam Asosiasi Perajin Bunga Kering (Aspringta) Kota Surabaya itu antara lain Bengkel Kria Daun Surabaya Nanik Heri (60), Nani Rosana (65) Rosa Craft, Wayan Sutiari Mastoer (82), Soepartini (74), Sukma Trilaksasih (62), Ermien Soetyawati (66), dan Endah Hariyati (66).
Selalu ada saja yang punya ide bikin produk baru, jadi kami semua senang bisa berkumpul meski dua bulan sekali.
Selama menjadi pelaku usaha, produk yang dibuat banyak menerobos pasar internasional. Bahan baku rata-rata menggunakan bahan alami. Jadi ketika dollar AS melambung, mereka tak peduli karena bahan baku rata-rata tersedia di dalam negeri.
Pemkot Surabaya melalui program Pahlawan Ekonomi dan Pejuang Muda bersama Aspringta membantu kegiatan ini. Kegiatan ini berlangsung setiap Sabtu dan Minggu di Kapas Krampung Plaza dan tempat kerja bersama atau co-working space di Siola, Jalan Tunjungan.
Anggota Aspringta ini pun rutin menyelenggarakan pelatihan, paling tidak setiap dua bulan dengan tempat berpindah-pindah. Kadang pelatihan digelar di pusat perbelanjaan, juga bisa di Rumah Kreatif Mandiri, atau di tempat lain.
Menurut Nanik Heri, membekali ibu rumah tangga dengan satu keterampilan dilakukan agar usaha kerajinan yang sudah dirintis oleh pendahulu (anggota Aspringta) tetap lestari. Seperti loka karya yang digelar di Rumah Kreatif Bank Mandiri, Rabu (8/1/2020), tak kurang 25 peserta pelatihan hadir untuk belajar membuat pernak pernik, seperti bros, kalung, serta menyulam.
”Semakin ke depan, kami justru berusaha menggaet peserta dari kaum milenial,” kata Ketua Aspringta Surabaya Nanik Heri. Peserta langsung diajari mentor yang selama ini pelaku usaha di bidangnya.
Semakin ke depan, kami justru berusaha menggaet peserta dari kaum milenial.
”Misi dari pelatihan secara rutin agar anak-anak muda tertarik pada usaha kerajinan yang menuntut kreativitas dan inovatif. Ilmunya langsung dibagikan oleh generasi tua. Dengan cara ini, generasi milenial tak hanya siap mencari pekerjaan, tetapi juga harus menyediakan lapangan kerja,” kata Naniek Heri, yang memproduksi beragam boks, pernak pernik dari daun kering, serta rutin mengekspor ke Eropa.
Tetap aktif berkreasi juga dilakukan Ketua Rukun Warga V Kedung Asem Indah, Didik Edy Susilo (70). Tak kurang dari setahun terakhir ayah dari dua anak ini mengembangkan usaha ecoprint di RW-nya karena bisnis ini sedang naik daun.
Lansia dan ibu rumah tangga diajak menekuni cara menggarap selembar kain dengan melalui proses ecoprint. ”Tak hanya cara memilih daun, menempel daun di atas kain, hingga mencari daun, bunga dan kulit atau batang pohon juga untuk pewarnaan kain,” kata Didik.
Didik dibantu istrinya, Yayuk Agustina, terus memberdayakan masyarakat RW untuk meningkatkan ekonomi. Para ibu rumah tangga, lansia, serta anak-anak muda yang tekun ikut pelatihan dalam waktu tiga bulan sudah bisa secara mandiri memproduksi batik ecoprint.
Bahan baku untuk corak pada kain seluruhnya berasal dari berbagai macam daun dan bunga, antara lain daun lanang, jati, pakis, beberapa bunga, yang hampir seluruhnya ada di wilayah itu. Selama ini, daun dan bunga dari tanaman itu sudah ditumbuh di fasilitas umum. Namun, untuk mendapatkan daun dan bunga unik dengan corak yang bagus, warga perlu mendatangkan daun tertentu dari Jawa Tengah.
Memberdayakan lansia dengan berbagai kesibukan tak hanya untuk menghindari mereka dari pikun, tetapi justru memberikan motivasi bagi generasi milenial.
”Semakin banyak kesibukan, kreativitas pun datang, segala keluhan pun hilang,” kata Didik.