Potensi Kopi Robusta Lampung Barat Masih Terbuka Lebar
Kopi robusta asal Lampung Barat masih memiliki peluang besar untuk berkembang. Saat ini, produksinya belum optimal sehingga butuh pendampingan dan perbaikan mutu dari berbagai pihak.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kopi robusta asal Lampung Barat masih memiliki peluang besar untuk berkembang. Saat ini, produksinya belum optimal sehingga butuh pendampingan dan perbaikan mutu dari berbagai pihak.
Data Dinas Perkebunan Lampung Barat menyebutkan, kebun kopi seluas 1 hektar baru menghasilkan 1 ton biji kopi per tahun. Jumlah itu hanya setengah dari kebun kopi dengan luas yang sama di Vietnam. Pada 2018, produksi kopi di Lampung Barat 52.572,3 ton. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan produksi setahun sebelumnya yang 51.482,5 ton.
Kepala Dinas Perkebunan Lampung Barat Agustanto Basmar menuturkan, rendahnya produksi kopi itu membuat penghasilan petani kopi masih minim. Kondisi itu membuat sebagian petani beralih ke tanaman lain yang lebih menjanjikan, seperti pisang. Rendahnya produksi kopi juga mendorong petani membuka hutan untuk memperluas kebunnya ketimbang memperbaiki kualitas kebun.
Untuk itu, pemerintah daerah berupaya memperbaiki mutu dan nilai tambah kopi agar penghasilan petani meningkat. Petani diminta menanam tanaman selang, seperti, pisang, petai, lada, dan alpukat. Dengan begitu, petani tidak hanya bergantung pada pohon kopi.
”Penghasilan petani diharapkan bisa mencapai Rp 60 juta per tahun,” ujar Agustanto saat acara bincang-bincang bertajuk ”Kopi, Hutan, dan Iklim” di Bandar Lampung, Minggu (15/12/2019).
Menurut dia, pihaknya juga membagikan 400.000 batang bibit kopi unggul sebagai upaya peremajaan tanaman kopi. Dengan begitu, produksi kopi diharapkan bisa lebih optimal.
Usia produktif pohon kopi 4-20 tahun. Pada usia itu, produksi biji kopi berkisar 1,1-1,5 ton per hektar. Memasuki usia lebih dari 20 tahun, biji kopi yang dihasilkan berkurang sekitar 30 persen.
Selain itu, pihaknya juga tengah membina petani dari proses tanam hingga pengolahan setelah panen secara tepat sehingga menghasilkan kopi yang berkualitas dan bernilai jual tinggi. Salah satunya, memetik kopi berwarna merah. Pembinaan dilakukan lewat sekolah kopi yang bisa diikuti petani.
Selain itu, petani juga diminta tidak menjemur kopi di jalan raya atau di atas tanah. Terkait hal ini, pemda bahkan bekerja sama dengan aparat kepolisian untuk mengimbau petani.
”Mereka tidak boleh menjemur kopi di jalan raya karena bisa membahayakan lalu lintas. Imbauan ini cukup efektif sembari pemerintah juga memberikan bantuan alas untuk menjemur kopi,” katanya.
Upaya lain, petani diminta memelihara kambing. Selain menambah penghasilan, kotoran hewan juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik sehingga dapat mengurangi biaya operasional tanaman kopi.
Mereka tidak boleh menjemur kopi di jalan raya karena bisa membahayakan lalu lintas. Imbauan ini cukup efektif sembari pemerintah juga memberikan bantuan alas untuk menjemur kopi.(Agustanto Basmar)
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Semaka I Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Siti Muksidah memaparkan, deforestasi di TNBBS terus terjadi akibat perambahan. Pada 2017, luas deforentasi hutan di TNBBS mencapai 42.251 hektar. Sebagian besar didominasi peralihan fungsi hutan menjadi pertanian kering berupa tanaman kopi.
Saat ini, penegakan hukum bersama instansi terkait untuk mengatasi perambahan di TNBBS. Selain itu, pihaknya juga telah berupaya melakukan sosialisasi dan pembinaan masyarakat di kawasan penyangga hutan.