863 Hektar Tanaman Padi di Klaten dan Sragen Gagal Panen
Kekeringan akibat musim kemarau mengakibatkan 863 hektar tanaman padi di Kabupaten Sragen dan Klaten, Jawa Tengah, gagal panen. Meski demikian, hal itu dinilai tidak memengaruhi produksi padi secara keseluruhan.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
KLATEN, KOMPAS — Kekeringan akibat musim kemarau mengakibatkan sedikitnya 863 hektar tanaman padi di Kabupaten Sragen dan Klaten, Jawa Tengah, gagal panen. Meski demikian, kondisi tersebut dinilai tidak akan memengaruhi produksi padi secara keseluruhan.
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Klaten Widiyanti mengatakan, akibat kekeringan, lahan sawah yang gagal panen tercatat sekitar 800 hektar. Kondisi tersebut antara lain terjadi di Kecamatan Wedi, Trucuk, Gantiwarno, Ceper, Pedan, Bayat, dan Cawas.
Meski begitu, kondisi tersebut, menurut dia, tidak akan banyak memengaruhi total produksi padi di Klaten. ”Target luas tanam padi tahun 2019 mencapai 73.000 hektar. Jadi, itu (puso) tidak akan terlalu banyak memengaruhi produksi total,” kata Widiyanti, Selasa (3/12/2019).
Dengan rata-rata produktivitas 6 ton gabah kering panen (GKP) per hektar, total produksi padi 2019 diperkirakan mencapai 438.000 ton GKP. Menurut Widiyanti, untuk membantu petani yang gagal panen karena puso, pemerintah memberikan penggantian benih sebanyak 25 kilogram per hektar.
Sementara itu, di Sragen, luasan sawah padi yang puso tercatat seluas 63 hektar. ”Tanaman padi puso terjadi di satu kecamatan, yaitu di Kedawung seluas 63 hektar,” kata Kepala Dinas Pertanian Sragen Eka Rini Mumpuni.
Menurut Eka, tanaman padi di lahan sawah seluas 63 hektar itu puso akibat kekurangan pasokan air. Semula, petani memilih menanam padi karena memperkirakan masih akan mendapatkan suplai air yang cukup hingga menjelang panen. Namun, ternyata pasokan air kurang karena tidak ada hujan.
”Pada saat awal tanam padi, masih ada air sehingga diperkirakan hingga menjelang panen, air masih ada, tetapi ternyata tidak ada hujan. Biasanya, di daerah Kedawung itu lebih banyak tanaman hortikultura dan palawija yang ditanam,” ucapnya.
Eka mengatakan, puso di lahan seluas 63 hektar itu tidak berdampak signifikan terhadap target produksi padi di Sragen tahun 2019. Produksi padi di Sragen 2019 ditargetkan sebanyak 630.000 ton GKP. ”Rata-rata produksi padi per hektar berkisar 6,8-6,9 ton gabah kering panen,” ujarnya.
Menurut Eka, musim kemarau sudah diantisipasi sehingga puso yang lebih luas dapat diminimalkan, antara lain dengan pemanfaatan sumur bor dangkal ataupun dalam untuk mengairi sawah.
”Petani juga sudah teredukasi, kalau musim kemarau di daerah-daerah yang kurang air, mereka akan menanam palawija dan tanaman kacang-kacangan ataupun hortikultura,” lanjutnya.
Meski tidak signifikan, kekeringan menyebabkan harga gabah dan beras di tingkat petani sedikit meningkat. Anggota Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia Kabupaten Sragen, Ahmad Saifuddin, menyebutkan, harga gabah kering di tingkat petani saat ini sekitar Rp 5.200 per kilogram. Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan saat panen masa tanam III Rp 5.000 per kilogram.
Ahmad menyebutkan, kenaikan harga gabah ataupun beras di Sragen cenderung tertahan karena saat ini wilayah Karawang, Jawa Barat, salah satu sentra padi nasional, sedang panen. ”Sekarang suplai gabah di Sragen sedikit karena panen sudah hampir habis,” katanya.