Jemaah calon haji pengguna kursi roda asal Provinsi Nusa Tenggara Barat, akan mendapatkan pendampingan petugas selama proses pemberangkatan hingga menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah di Tanah Suci.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Jemaah haji pengguna kursi roda asal Provinsi Nusa Tenggara Barat akan mendapatkan pendampingan petugas selama proses pemberangkatan hingga menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah di Tanah Suci. Hal itu agar jemaah dapat menunaikan ibadah haji dengan lancar.
Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram dr Wayan Diantika, Senin (15/7/2019), di Mataram, mengatakan, hingga kelompok terbang (kloter) 8 NTB, jemaah pengguna kursi roda tercatat sebanyak 39 orang. Para jemaah pengguna kursi roda itu karena berusia lanjut atau menderita penyakit stroke.
Pada musim haji tahun ini, NTB mendapat kuota jemaah haji sebanyak 4.476 orang. Jumlah itu belum termasuk kuota tambahan sebanyak 398 orang dan tim Pemandu Haji Daerah sejumlah 38 orang sehingga total yang diberangkatkan dari Embarkasi Lombok melalui Bandara Internasional Lombok (BIL) sebanyak 4.912 orang.
Dari jumlah itu, sekitar 60 persen adalah jemaah berusia lanjut (di atas 50 tahun). Jemaah terbagi dalam 11 kloter yang pemberangkatan pertama dilakukan pada Minggu (7/7/2019) lalu menuju Madinah, Arab Saudi.
Menurut Petugas Pembimbing Ibadah Haji NTB Joko Tri Ubaya, jemaah pengguna kursi roda diberangkatkan menggunakan ambulans dari penginapan di Asrama Haji NTB di Kota Mataram. Kursi roda yang digunakan ada yang milik pribadi ataupun disediakan petugas Panitia Pemberangkatan Ibadah Haji NTB.
Saat tiba di bandara, ambulans itu parkir berdekatan dengan tangga pesawat. Hal itu untuk memudahkan jemaah menaiki pesawat dengan dibantu langsung oleh kru pesawat atau petugas lainnya.
”Di atas pesawat hingga di penginapan di Madinah, petugas kloter menjalankan amanahnya kepada jemaah pengguna kursi roda dan yang berusia lanjut, yang karena kondisi fisiknya mereka perlu bantuan orang lain,” ujar Joko.
Ia menambahkan, saat jemaah melaksanakan shalat arbain di Masjid Nabawi, Madinah, para petugas kloter mencarikan pendamping yang akan membantu jemaah berkursi roda dari penginapan ke Masjid Nabawi pergi-pulang. Biasanya, pendamping adalah para pemukim (mukimin), yaitu pelajar atau mahasiswa asal Lombok yang sedang mengikuti pendidikan atau kuliah di Madinah.
”Atas jasanya itu, para mukimin mendapat upah dari jemaah yang didampinginya. Besarannya tidak ditentukan, bergantung pada pemberian masing-masing jemaah,” ujar Joko.
Prosedur standar di Madinah itu juga dilakukan selama jemaah melaksanakan proses menunaikan ibadah haji di Mekkah, seperti saat jemaah melaksanakan tawaf (mengelilingi Kabah) dan sai (berlari kecil dari Bukit Safa ke Marwa).