Belasan ribu warga yang tinggal di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah sudah puluhan tahun hidup berdampingan dengan gunungan limbah bahan berbahaya dan beracun dari usaha pengolahan logam dan peleburan aki. Pengerukan limbah yang sudah menggunung atau relokasi warga perlu segera dilakukan.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Tempat pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah berjarak sekitar 100 meter dari permukiman warga.
SLAWI, KOMPAS - Belasan ribu warga yang tinggal di Desa Pesarean, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah sudah puluhan tahun hidup berdampingan dengan gunungan limbah bahan berbahaya dan beracun dari usaha pengolahan logam dan peleburan aki. Pengerukan limbah yang sudah menggunung atau relokasi warga perlu segera dilakukan.
Berdasarkan pantauan, Jumat (10/5/2019) gunungan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) masih dijumpai di beberapa lokasi di Desa Pesarean. Bentuknya berupa abu yang dibungkus dengan karung. Serbuk abu tersebut sudah mengeras dan menyatu dengan tanah karena ditimbun bertahun-tahun. Meski mayoritas tempat usaha pengolahan logam sudah direlokasi pada 2011, limbah B3 dibiarkan begitu saja berada di tengah permukiman yang dihuni sekitar 12.000 warga tersebut.
Kholifah (41) warga RT/RW 37/8 Desa Pesarean mengatakan, gunungan limbah B3 yang berada sekitar 100 meter dari rumahnya sudah bertahun-tahun dibiarkan. Pemerintah sudah beberapa kali mengumumkan adanya rencana pengerukan dan pengangkatan limbah B3 di Desa Pesarean. Namun, hingga kini rencana pengerukan limbah B3 yang diperkirakan sebanyak 30.000 meter kubik tersebut tak kunjung dilakukan.
"Seingat saya, rencana pengerukannya April 2019. Tapi ini sudah Mei dan belum ada tindaklanjut," kata Kholifah saat ditemui di rumahnya.
Di sekitar gunungan limbah tersebut sudah dipasang papan peringatan untuk tidak membuang limbah B3 di sekitar permukiman. Namun, warga sekitar masih serinh mendapati beberapa pelaku industri pengolahan logam membuang limbah B3 di tempat tersebut.
Seingat saya, rencana pengerukannya April 2019. Tapi ini sudah Mei dan belum ada tindaklanjut
Tak hanya membuang limbah B3, warga sekitar juga membuang sampah di atas tumpukan limbah tersebut kemudian membakarnya. Jika hujan sedang turun, bau menyengat hingga ke permukiman warga.
Menurut Kholifah, limbah B3 juga membawa dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat sekitar. Gangguan kesehatan yang paling banyak dikeluhkan warga adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Setelah mayoritas tempat usaha direlokasi, gangguan kesehatan yang dirasakan warga mulai berkurang.
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Pembuangan limbah B3 secara sembarangan sudah mejadi kebiasaan warga dari puluhan tahun lalu. Meski tahu membuang limbah B3 sembarangan dapat membahayakan, warga tetap melakukan hal tersebut.
Diselimuti asap hitam
Kholifah menceritakan, beberapa tahun lalu, lingkungan rumahnya selalu diselimuti asap hitam yang tebal setiap kali ada aktivitas pengolahan logam dan peleburan aki. Debu-debu yang dihasilkan oleh sekitar 120 tempat pengolahan logam dan peleburan aki tersebut juga selalu membuat rumahnya kotor.
Eti (37) warga lain mengatakan, dirinya sudah tak bisa lagi memakai air sumur. Sebab, air tanah di Desa Pesarean telah tercemar limbah B3 dan tak layak konsumsi.
"Air sumurnya kuning, katanya sudah tidak layak dikonsumsi. Untuk keperluan konsumsi rumah tangga saya harus membeli air bersih," tutur Eti.
Pada 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal melakukan penelitian terkait dampak limbah B3 terhadap kesehatan masyarakat yang terpapar. Hasilnya, masyarakat yang terpapar memiliki risiko gangguan kesehatan seperti,
gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penurunan vertilitas, retardasi mental pada bayi yang dikandung, gangguan pernapasan dan lain-lain.
Terdampak penyakit
Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, Edy Thofiq mengatakan, selama ini, sudah ratusan warga yang terdampak penyakit-penyakit tersebut. Meski sudah tahu bahaya limbah B3 dan melihat langsung dampak kesehatan yang menimpa orang-orang di sekitarnya, masyarakat enggan pindah.
Untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan, Edy menyarankan masyarakat untuk berpindah dari sekitar gunungan limbah tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin menuturkan, pemerintah perlu mengawasi aktivitas pengolahan logam dan pengelolaan limbah industri logam. Teknologi dan metodologi yang digunakan dalam pengolahan serta pengelolaan limbah juga harus ramah lingkungan.
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Membuang limbah B3 sembarangan berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Selain meningkatkan kesadaran warga untuk mengelola limbah B3, pemerintah juga harus melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah ini.
"Aktivitas pembuangan limbah B3 secara sembarangan seperti ini sudah berlangsung sejak 1960-an di Desa Pesarean. Hal ini karena pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan limbah kurang," ujar Safrudin.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal Agus Subagyo, Jumat malam mengatakan, tahun ini pengerukan dan pengangkutan limbah B3 akan dilakukan. Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang dalam proses survei, studi kelayakan dan pengambilan sampel limbah.
KOMPAS/KRISTI UTAMI
Sejumlah papan pemberitahuan terkait larangan membuang limbah B3 sudah dipasang di beberapa titil di Desa Pesarean. Meski begitu, masih banyak warga yang membuang limbah sembarangan.