PEKANBARU, KOMPAS – Petani kelapa sawit yang tergabung dalam organisasi Sawitku Masa Depanku wilayah Riau, menggelar aksi menghimpun tanda tangan di kerumunan massa acara car free day di Jalan Sudirman, Pekanbaru pada Minggu (9/12/2018). Aksi itu merupakan bentuk perlawanan petani kecil yang menjadi korban akibat kampanye hitam yang dilakukan negara-negara Eropa dan organisasi pemerhati lingkungan Greenpeace.
“Seruan boikot sawit dari negara- negara Eropa dan Greenpeace terhadap produk kelapa sawit Indonesia membuat kami petani kecil menderita. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa setengah produk kelapa sawit Indonesia, dihasilkan oleh petani kecil, seperti kami?,” ujar Kawali Tarigan, Ketua Sawitku Masa Depanku (Samade) wilayah Riau di sela-sela acara kumpul tanda tangan Minggu pagi .
Menurut Kawali, aksi kampanye hitam yang dilakukan negara Eropa dan Greenpeace dalam beberapa waktu terakhir, telah membuat harga kelapa sawit petani jatuh ke titik terendah dalam lima tahun terakhir. Pada saat ini, harga satu kilogram sawit petani Riau hanya berkisar Rp 600-700. Padahal untuk dapat menutupi biaya produksi dan keuntungan, harga kelapa sawit harus diatas Rp 1.200 per kilogram.
“Semakin murah harga kelapa sawit dunia, maka yang paling menderita adalah petani kecil,” kata Kawali.
Kawali mengatakan, aksi kampanye hitam kelapa sawit adalah bentuk perang dagang negara-negara maju yang berlindung di balik isu lingkungan. Negara eropa dan Amerika selaku produsen minyak nabati seperti minyak kedelai, rapseed dan bunga matahari, tidak mampu menyaingi produktivitas minyak kelapa sawit.
Misalnya, dari luas satu hektar tanaman kedelai hanya dapat dihasilkan 0,6 ton minyak nabati. Padahal, dengan luas yang sama, tanaman kelapa sawit mampu menghasilkan sampai sembilan ton minyak nabati.
Kawali menyadari, masih ada petani yang membuka lahan kelapa sawit dari areal hutan. Namun pada saat ini, jumlahnya sudah semakin sedikit.
“Sepertinya negara-negara Eropa dan Greenpeace suka melihat rakyat Indonesia itu tetap miskin,” ujar Kawali, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara itu.
Pengamatan Kompas, acara menghimpun tanda-tangan itu cukup mendapat perhatian warga. Baru satu jam digelar, aksi tanda tangan sudah mencapai hampir seribu orang. Kawali menargetkan, mereka dapat mengumpulkan 3.000 tandatangan dalam satu hari.
Ahmad Farid (21), salah seorang mahasiswa di Pekanbaru mengungkapkan, ia mendukung langkah Samade untuk memperjuangkan kelapa sawit petani. Menurut Hilman, perlakuan negara Eropa dan Greenpeace terhadap Indonesia sangat tidak adil.
“Eropa itu menjadi menjadi maju karena pada masa lalu mereka sudah mengeruk hasil bumi negara-negara Asia seperti Indonesia. Kini rakyat Indonesia ingin maju dengan usaha sendiri menanam kelapa sawit, malah dimusuhi. Betapa tidak adilnya mereka,” kata Farid yang mengaku mendapat biaya sekolah dari tanaman kelapa sawit ayahnya.