PADANG, KOMPAS — Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Unit Pemberantasan Pungli Provinsi Sumatera Barat menangkap Efa Farmila (41), Bendahara Pembantu Komite Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Bukit Sundi, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Efa ditangkap karena diduga menggelapkan dana Program Indonesia Pintar untuk keperluan pribadi dan kebutuhan satuan pendidikan tempatnya bekerja.
Ketua Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Unit Pemberantasan Pungli (Satgas Saber Pungli UPP) Provinsi Sumbar yang juga Inspektur Pengawas Kepolisian Daerah Sumbar Komisaris Besar Dody Marsidy saat konferensi pers di Padang, Senin (8/10/2018), mengatakan, Efa ditangkap di SMKN 1 Bukit Sundi, Kabupaten Solok, pada Rabu (3/10/2018), sekitar pukul 09.00. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (4/10/2018).
Menurut Dody, Efa ditangkap karena diduga menyalahgunakan jabatan dengan menggelapkan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMKN 1 Bukit Sundi untuk keperluan pribadi tanpa memberi tahu kepala sekolah dan izin dari peserta didik penerima dana itu.
Kepala Kepolisian Resor Solok Kota Ajun Komisaris Besar Dony Setiawan menambahkan, total dana yang diduga digelapkan Efa mencapai Rp 80 juta. Dana itu digunakan untuk keperluan pribadi dan kebutuhan satuan pendidikan, yakni membayar gaji guru honorer dan karyawan honorer di sekolah itu.
Dony menambahkan, pada 1 Juni 2018, dana PIP masuk ke rekening tiap-tiap siswa penerima yang berjumlah 110 orang yang terdiri dari 29 siswa kelas X, 51 siswa kelas XI, dan 30 siswa kelas XII. Total dana PIP yang masuk Rp 95 juta.
Pada 7 Agustus, dana PIP diambil secara kolektif dari rekening tiap-tiap penerima PIP oleh tersangka. Dari 110 penerima, tersangka sudah menyalurkannya senilai Rp 15 juta ke 30 siswa kelas XII. Sementara sisanya diduga ia gelapkan.
”Tetapi, tersangka tidak memberi tahu siswa penerima bahwa dana PIP itu sudah masuk ke rekening masing-masing. Selain itu, dia tidak menanyakan kepada siswa akan diambil masing-masing atau secara kolektif. Tersangka juga meminta tanda tangan siswa untuk mengambil dana PIP, tetapi tidak mengatakan bahwa tanda tangan itu adalah surat kuasa pengambilan dana dari bank,” kata Dony.
Perbuatan Efa, menurut Dony, mencuat setelah pada 2 Oktober 2018 siswa penerima mendatangi kantor majelis guru untuk mempertanyakan dana PIP yang belum mereka terima. Sehari kemudian, tersangka mengakui kepada kepala sekolah uang itu digunakan untuk keperluan pribadi dan membayar guru honorer dan karyawan honorer.
”Pada 3 Oktober 2018, kepala sekolah mengadakan rapat dengan orangtua siswa penerima dana PIP dan pengurus komite sekolah. Rapat itu bertujuan membujuk orangtua siswa untuk pemotongan Rp 500.000. Alasannya untuk biaya praktik kerja industri bagi kelas XI dan ujian nasional bagi kelas XII,” kata Dony.
Setelah rapat, kata Dony, tersangka menyerahkan uang kepada siswa dan orangtua. Uang itu diketahui hasil menjual barang berharga miliki tersangka dan dari kepala sekolah yang meminjam ke tempat lain.
Dony mengatakan, sebagian besar dana yang digelapkan Efa, yakni sekitar Rp 52 juta, digunakan untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, biaya pernikahan adiknya, membeli sepatu, membeli baju, membeli kosmetik, biaya transportasi dan pulsa, koperasi, dan lain-lain. Adapun Rp 27 juta digunakan untuk gaji guru honorer dan karyawan honorer.
Atas perbuatannya itu, Efa dijerat dengan Pasal 8 dan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi. Ia terancam pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Menurut Dony, kepala sekolah dan komite sekolah sejauh ini masih menjadi saksi. Terkait dengan keterlibatan mereka, Dony mengatakan masih perlu dilakukan pengembangan.
Bertambah
Menurut Dody, kasus Efa menambah pengungkapan kasus korupsi dan pungli yang mereka lakukan di Sumbar sepanjang 2018. Hingga saat ini,tercatat sudah ada 15 kasus pungutan uang melibatkan dinas perhubungan, dinas pendidikan, dinas pertanian, dinas pariwisata, dinas lingkungan hidup, dan masyarakat umum. Total tersangka 27 orang.
”Pada kepolisian, kami terus melakukan pembinaan dan penindakan terhadap anggota kami. Begitu juga ke luar, kepada inspektorat di kabupaten kota kami juga meminta untuk mengklarifikasi dan mengambil langkah selanjutnya. Kasus di SMKN 1 juga peringatan bagi SMKN lain agar tidak main-main dengan dana-dana seperti ini (dana negara),” kata Dody.