MATARAM, KOMPAS — Pencurian daya listrik masih terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat. Pencurian daya listrik yang terjadi di tingkat masyarakat pelanggan itu tidak hanya merugikan PT PLN, tetapi juga negara.
Manajer Transmisi dan Distribusi PT PLN NTB Joni Putera mengutarakan hal itu, Rabu (3/5/2018) di Mataram, Lombok, dalam acara Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Masyarakat dalam Pemakaian dan Pemanfaatan Tenaga Listrik yang dihadiri para pelaku usaha dan pelanggan energi listrik.
Menurut Joni Putera, praktik pencurian listrik diketahui petugas Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) saat melakukan pemeriksaan terhadap pelanggan.
Mereka menemukan adanya sambungan atau pemakaian daya listrik secara ilegal (susut daya nonteknis). Selama periode triwulan I-2018 tercatat pencurian sebanyak 7,11 juta kWh dari 15.000 pelanggan. Jika dihitung tarif listrik Rp 1.400 per kWh, kerugian negara mencapai Rp 9,95 miliar.
Joni Putera menyebutkan, pelanggaran dominan adalah mengubah batas daya dan dilakukan sendiri oleh pelanggan tanpa bermohon kepada PLN terlebih dahulu. Kemudian terjadinya pencurian daya listrik dengan perantaraan oknum calo yang menyambung aliran listrik ke rumah penduduk, terutama di desa-desa yang sulit mendapat akses informasi tentang prosedur dan ketentuan pemasangan listrik yang ditetapkan PLN.
PLN NTB mendapatkan temuan sebanyak 400 kasus pelanggaran dan kini dalam proses penyidikan Kepolisian Lombok Barat. ”Kami indikasikan 400 pelanggan yang pelaku di belakangnya adalah satu-dua oknum. Oknum itu yang kami laporkan,” kata Joni Putera. Sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku, ancaman hukumannya maksimal untuk pencuri listrik adalah 5 tahun penjara dan denda Rp 2,5 miliar.