Bayi Butuh Kasih Sayang, Bukan untuk Diperdagangkan...
Adopsi ilegal sudah terjadi sejak lama. Namun, kini perdagangan bayi semakin menjadi ladang eksploitasi bisnis semata.
Adopsi ilegal sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Namun, seiring perkembangan zaman, rasa belas kasihan yang dulu disebut mendominasi kini perlahan digeser oleh motivasi bisnis. Para sindikat jahat melakoni bisnis jual beli bayi untuk meraup keuntungan. Bahkan, penawaran bayi tidak lagi malu-malu atau sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terbuka dengan menggunakan media sosial untuk sarana transaksi.
DN (59) bercerita, dia mengadopsi bayi secara ilegal sekitar 25 tahun lalu. Kala itu, asisten rumah tangganya meminta tolong agar DN mengadopsi bayinya yang merupakan hasil hubungan gelap.
Sang ART memilih untuk memberikan bayinya kepada DN karena tidak memiliki kemampuan membayar persalinan dan berencana akan bekerja ke tempat lain. ”Ibu ini takut ketika ia bekerja di luar kota, bayi yang ia lahirkan ini tidak terurus dengan baik,” katanya, Sabtu (7/9/2024).
Atas rasa belas kasihan, DN melunasi biaya persalinan hingga memberikan sejumlah uang sebagai bekal bagi ibu si bayi kecil untuk melanjutkan rencananya bekerja di luar kota.
Baca juga: Dua Bayi di Depok Diperjualbelikan Sindikat Lintas Provinsi, Martabat Manusia Direndahkan
DN dan sang ibu bersepakat merahasiakan ini dan berjanji tidak akan pernah bertemu lagi dengan sang anak apa pun kondisinya. DN memberikan nama sang bayi itu AC yang memiliki arti malaikat perempuan.
Walaupun merahasiakan ini kepada orang banyak, dia tetap memberikan penjelasan kepada keluarga dan keluarga besarnya. Kebetulan sebelum mengadopsi AC, DN sudah memiliki satu anak.
Keluarga besar mengerti benar dengan situasi yang dialami DN. Sampai sekarang, tidak ada satu pun keluarga yang membocorkan asal usul AC hingga dia dewasa.
Walaupun hanya berstatus sebagai anak angkat, DN sangat mengasihi AC seperti anak kandungnya. Sekarang AC tumbuh menjadi perempuan yang pintar dan kini berprofesi sebagai seorang guru. ”Biarkan AC tahu bahwa saya adalah ibu kandungnya,” kata DN.
Hal berbeda dialami oleh Pratiwi (54) yang dulu pernah ditawari seorang bayi laki-laki ketika tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 27 tahun lalu.
Ketika itu, nenek dari sang bayi yang menawarkan bayi itu untuk dirawat. Alasannya, karena sang ibu masih berstatus sebagai pelajar. Oleh karena kasihan, dirinya menyetujui merawat sang bayi dan memberikan uang sekitar Rp 1 juta sebagai ganti biaya persalinan.
Namun, sang suami tidak menyetujui dengan alasan takut tersandung masalah hukum. Selain itu, dirinya juga sudah memiliki dua anak. Akhirnya bayi itu pun diberikan kepada orang lain. ”Mungkin memang Tuhan belum mempercayakan anak itu buat saya,” kata Pratiwi.
Baca juga: Sindikat Jual Beli Bayi di Depok Terkoneksi dengan Yayasan Ilegal di Bali
Dua kisah tersebut menjadi bukti jika praktik adopsi ilegal sudah terjadi sejak lama. Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Ai Maryati Solihah menuturkan mungkin banyak orang yang menganggap adopsi ilegal bayi ini sudah menjadi hal lumrah.
Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, adopsi ilegal yang didominasi motif ekonomi dibandingkan dengan upaya melindungi si bayi makin menjadi. Praktik melanggar hukum ini termasuk dalam perdagangan manusia.
Bahkan, Ai menuturkan, hampir setiap tahun KPAI menangani kasus jual beli bayi. Untuk tahun 2021, ada 71 kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bayi, sementara di tahun 2022 menurun menjadi 60 kasus TPPO bayi dan pada tahun 2023 menjadi 59 kasus TPPO bayi.
Meskipun mengalami penurunan, bukan berarti kasus ini berhenti. Justru kasus yang terungkap disebut bagai fenomena gunung es. Artinya, yang tidak terungkap mungkin lebih banyak.
”Dulu adopsi ilegal mungkin dilakukan atas dasar belas kasihan, tetapi sekarang sudah berubah motif, yakni sekadar mencari keuntungan,” ucap Ai.
Semakin tak masuk akal lagi ketika, tanpa malu, para sindikat ini mengumbar praktik ilegal secara terbuka di media sosial. ”Praktik ilegal ini telah merendahkan harkat dan martabat dari si bayi yang juga adalah seorang manusia,” kata Ai.
Praktik ini diungkap oleh Polres Metro Depok ketika sindikat yang berkedok di balik yayasan ilegal menampung para ibu hamil dengan maksud untuk membiayai persalinan. Setelah sang bayi lahir, sindikat ini memberikannya kepada orang lain yang sudah melakukan pemesanan sebelumnya.
”Bayi dijual senilai Rp 45 juta dan orangtua sang bayi memperoleh Rp 10 juta (sisanya untuk sindikat),” kata Kapolres Metro Depok Komisaris Besar Arya Perdana.
Dalam pengungkapannya, polisi menangkap delapan tersangka. Mereka terdiri dari orangtua, pelaksana di lapangan, hingga auktor intelektualis yang merupakan warga Tabanan, Bali.
Untuk mengungkap praktik ini lebih jauh, Polres Depok bekerja sama dengan Polda Bali. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa sindikat jual beli bayi ini berkedok di balik yayasan yang didirikan secara ilegal. Bahkan, untuk menggaet para ibu hamil yang membutuhkan, mereka memasarkan yayasan ini melalui media sosial.
”Ketika petugas kami datang, ada delapan ibu hamil yang siap untuk menjual anak-anaknya,” katanya.
Terhitung setidaknya ada 10 akun yang diduga terafiliasi dengan yayasan ini. Mereka menggaet para ibu hamil yang memang masuk kelompok kaum rentan. ”Sampai saat ini pengembangan terus berlangsung. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru” kata Arya.
Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Pravistania R Putri mengungkapkan, kasus jual beli bayi ini merupakan dampak ketidaksiapan orangtua dalam memiliki anak, baik secara finansial maupun mental.
Dalam beberapa kasus yang ditangani Komnas PA, penyebab jual beli bayi ini kebanyakan karena hasil dari hubungan gelap atau dampak dari eksploitasi dan tindak kekerasan seksual.
Pravistania mencontohkan, salah satu kasus jual beli bayi yang pernah ditangani adalah ketika ibu sang bayi terpaksa menjual bayinya karena tidak punya dana untuk persalinan. Ia juga membutuhkan biaya untuk suaminya yang mendekam di penjara karena kasus narkoba.
Praktik ilegal ini telah merendahkan harkat dan martabat dari si bayi yang juga adalah seorang manusia.
Menurut dia, praktik hanya bisa dihentikan dengan keterlibatan semua pihak. Misalnya dari lembaga keagamaan yang memberikan wejangan kepada calon pengantin sebagai bekal untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
”Pengarahan ini penting sebagai persiapan dan antisipasi ketika pasangan ini memasuki biduk rumah tangga,” katanya.
Selain itu, edukasi seksual kepada anak juga diperlukan agar mereka terhindar dari berbagai macam kekerasan seksual, termasuk pacaran yang berisiko.
Kalaupun karena suatu keadaan yang memaksa orangtua harus menyerahkan bayi mereka kepada pihak lain, lakukanlah dengan cara yang sesuai hukum. Tujuannya adalah agar anak terlindung dari risiko kejahatan di kemudian hari.
Dengan mengikuti cara adopsi yang benar, anak dapat terjamin telah diberikan kepada pihak dengan kemampuan finansial ataupun kematangan emosi sebagai orangtua.
Selain itu, hak anak untuk mengetahui asal-usulnya tetap bisa terpenuhi karena anak-anak adalah manusia yang tetap harus dipenuhi hak-haknya. Sebab, bayi membutuhkan kasih sayang, bukan untuk dibuang....