Tuntaskan Kasus Pencatutan Data Warga untuk Dharma-Kun
Pencatutan KTP warga untuk dukungan Dharma-Kun tidak boleh berlarut-larut. KPU dan Bawaslu harus mengusutnya tuntas.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia mendata ada 347 data pengaduan warga yang tercatut dalam situs KPU sebagai pendukung bakal calon gubernur dan wakil gubernur Dharma Pongrekun-Kun Wardana dalam Pemilihan Kepala Daerah Jakarta 2024. Pasangan Dharma-Kun telah dinyatakan lolos persyaratan faktual calon perseorangan oleh KPU DKI Jakarta. Atas laporan pencatutan itu, Badan Pengawas Pemilu membentuk tim khusus untuk menyelidikinya.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Julius Ibrani mengatakan, hingga pukul 12.00 WIB tercatat ada 347 data pengaduan atau laporan yang telah masuk dan terverifikasi sebagai warga berkartu tanda penduduk (KTP) Jakarta untuk mendukung Dharma-Kun di situs KPU.
”Ada 347 yang sudah masuk. Terverifikasi ini artinya PBHI telah mengecek kevalidan KTP (yang mengadu) adalah warga Jakarta, karena ada beberapa temuan status kependudukan warga ber-KTP Depok dan Bekasi. Pengaduan dan pendataan masih terus berjalan,” kata Julius, Minggu (18/8/2024).
Menurut Julius, kasus pencatutan nama dan nomor induk kependudukan (NIK) KTP warga yang masif ini memperlihatkan telah terjadi pelanggaran berat. Untuk itulah kasus ini tidak boleh berlarut-larut karena warga sudah dirugikan.
Dugaan pelanggaran dan kecurangan dalam Pilkada Jakarta 2024 dengan cara mencatut nama dan NIK di KTP warga, kata Julius, tidak mungkin dilakukan secara konvensional atau pendataan manual. Diduga ada pendataan digital yang bisa mengambil data warga.
Indikasi dikuatkan dengan banyaknya laporan warga yang tidak pernah diminta atau didatangi tim sukses Dharma-Kun untuk memberikan dukungan. Secara tiba-tiba nama warga sudah tercatat sebagai pendukung Dharma-Kun.
Indikasi lainnya, Dharma-Kun bisa mengumpul ratusan ribu dukungan warga dalam beberapa minggu bisa terjadi jika instansi negara ikut terlibat. Pengumpulan data itu, lanjut Julius, bisa jadi dilakukan dengan pendataan digital bukan pendataan manual. Jika ada pendataan manual, Julius tidak yakin akan terkumpul data dukungan yang banyak dan prosesnya akan jauh lebih lama.
”Ada indikasi keterlibatan instansi negara. Siapa yang mempunyai data itu, Kemendagri (Kementeria Dalam Negeri) dan Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika). Data verifikasi pertama dukungan mereka sekitar 183.000, lalu meningkat mencapai 500.000 dukungan, sehingga total dukungan yang didapat Dharma-Kun 667.000 sekian. Bagaimana itu bisa meningkat data dukungan itu, harus dipertanyakan dari mana. Secara konvensional? Saya tidak yakin,” lanjutnya.
Untuk mengungkap kasus pencatutan sekaligus pencurian data, kata Julius, tidak bisa diserahkan semuanya kepada Bawaslu. Kepolisian dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus turun tangan untuk menyelidiki dan memeriksa seluruh pihak terkait mulai Dharma-Kun, KPU, Bawaslu, dan instansi negara, seperti Kemendagri dan Kemenkominfo.
”Bukan saja masalah pencatutan terkait pemilu, tetapi ada unsur pidana lainnya yaitu pencurian data. Ada undang-undang yang mengatur terkait perlindungan data pribadi, ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), hingga administrasi kependudukan. Siapa yang mengorkestrasi kecurangan masif ini, apakah ini hanya terkait Dharma-Kun? Jika tidak ada tindak lanjut, bukan tak mungkin pilkada lainnya di Indonesia bisa ada pihak bermain kotor sehingga mencederai demokrasi dan hak-hak asasi warga Indonesia,” ujar Julius.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo mengatakan, pihaknya telah membuka posko pengaduan dari tingkat kecamatan hingga provinsi dan membentuk tim khusus untuk menelusuri polemik dugaan pencatutan identitas kependudukan ini. Posko dibuka sejak Jumat (16/8/2024) hingga waktu yang belum ditentukan sehingga warga punya cukup waktu membuat aduan dan dapat terlayani dengan baik.
”Data yang masuk sudah ada ratusan. Sifatnya aduan, belum laporan resmi. Data ini sedang kami identifikasi dan inventarisasi. Jika ditemukan pelanggaran, pasti ditindak tegas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.
Bawaslu DKI Jakarta meminta warga untuk segera melapor. Dengan begitu, Bawaslu dapat menelusuri pelanggaran, seperti tindak pidana pemilihan, pelanggaran administrasi pemilihan, ataupun pelanggaran peraturan hukum pidana umum ataupun pidana khusus.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pihaknya telah menerima laporan warga bernama Samson atas kasus pencatutan data kependudukan pada Jumat (16/8/2024) malam. ”Masih kami dalami,” kata Ade, melalui pesan tertulis.
Sebelumnya Ade mengatakan, menyarankan bagi warga DKI Jakarta yang menjadi korban dan merasa dirugikan dalam pencatutan data pribadi agar membuat laporan di Polda Metro Jaya. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan untuk mengusut kasus itu.
Menanggapi polemik pencatutan nama warga itu, Dharma Pongrekun didampingi Kun Wardana melalui video yang disebarkan ke wartawan, menjelaskan, sebagai calon gubernur dalam mengumpulkan data, mereka dibantu relawan. Ia mengaku tidak terlibat langsung dalam pengumpulan data pendukung.
“Data pendukung inilah yang kemudian diperiksa KPU. Itu sebabnya yang memang bukan pendukung kami akan tersaring dengan sendirinya,” kata Dharma.
Dalam video itu, Dharma-Kun juga menyertakan rekaman video yang menampilkan seseorang sukarelawan. Di video itu sukarelawan bernama Sri akan membantu Dharma menjadi gubernur DKI Jakarta tanpa pamrih.
”Para sukarelawan ini adalah mereka yang mau menyelamatkan jiwa keluarga mereka masing-masing. Kami memegang amanat para pendukung kami untuk menjaga keluarga mereka sesuai visi kami, yaitu selamat jiwa keluarga kita. Kami niat melayani, bisa sampai tahap ini juga kami sudah sangat bersyukur,” kata Dharma.