Waspada, Sabun dan Kosmetik Palsu Dijual Bebas di Lokapasar
Sabun dan kosmetik palsu beredar bebas di pasar dan membahayakan konsumen karena terindikasi mengandung zat berbahaya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya mengungkap delapan kasus kejahatan ekonomi transnasional yang menjerat delapan tersangka. Sejumlah barang bukti, seperti bahan makanan tanpa izin edar, pakaian bekas, dan kosmetik palsu, disita polisi. Dari praktik ilegal ini, negara berpotensi dirugikan hingga Rp 13 miliar per bulan.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hendri Umar, Selasa (6/8/2024), di Jakarta, mengatakan, delapan kasus itu terkait kejahatan importasi, kejahatan pangan, serta tindak pidana kesehatan dan perlindungan konsumen.
Guna mengungkap kasus tersebut, penyidik membutuhkan waktu relatif panjang, mulai Januari sampai Juli 2024. Hasilnya, polisi menetapkan delapan tersangka, salah satunya warga negara China. ”Satu tersangka lagi adalah eks warga negara Nigeria yang baru dua tahun menjadi WNI (warga negara Indonesia),” kata Hendri.
Selain menangkap para tersangka, polisi juga menyita 395 bal pakaian bekas, 1.931 unit drone dan arloji pintar (smartwatch) dari China, 930 kosmetik impor dari Nigeria dan China, 2.275 bungkus bakso, 540 botol minyak goreng palsu, dan 1.997 liter sabun dan kosmetik berbagai merek.
Para tersangka itu berperan sebagai penyalur, produsen, sekaligus pihak yang memasarkan produk palsu tersebut. Produk tersebut dibuat dan disimpan di kawasan Bekasi dan disebarkan di wilayah Jabodetabek.
Hendri menambahkan, beredarnya barang-barang palsu tersebut merugikan banyak pihak. Negara, misalnya, dirugikan hingga Rp 13 miliar per bulan. Dari jumlah itu, para produsen bisa meraup keuntungan hingga Rp 5,3 miliar per bulan.
Di sisi lain, praktik ini merugikan perusahaan-perusahaan yang produknya dipalsukan para tersangka. Namun, masyarakat yang pernah menggunakan produk palsu ini merupakan pihak yang paling terdampak. ”Jika produk ini digunakan terus-menerus, dikhawatirkan akan menyebabkan masalah kesehatan,” katanya.
Ironisnya, sampo dan sabun palsu yang dipasarkan ini juga menyasar pasar anak-anak balita.
Kepala Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Victor Inkiriwang menambahkan, pemalsuan dan perdagangan produk tanpa izin edar ini membahayakan masyarakat. Sebab, produk-produk tersebut tidak terjamin kualitas dan keamanannya.
Bahan baku sabun dan sampo palsu yang diedarkan tersangka, misalnya, ternyata diperoleh dari limbah sabun perusahaan. Limbah ini biasanya hanya baik digunakan sebagai sabun cuci kendaraan. Ironisnya, sampo dan sabun palsu yang dipasarkan ini juga menyasar pada pasar anak-anak balita.
Contoh lain adalah bakso yang dipasarkan tanpa izin edar yang ternyata diproduksi dengan komposisi yang mayoritas bahannya tepung tapioka. Kendati ada dagingnya, bahannya berasal dari jeroan leher dan kerongkongan sapi.
Guna menarik minat para konsumen, sabun dengan bahan baku limbah itu diberi label merek-merek terkenal. Produk itu lalu dijual dengan harga sangat murah. Bahkan, harganya bisa 50 persen lebih murah dibandingkan harga produk serupa di pasar. Penyebarannya pun sangat masif karena dipasarkan melalui kanal daring di beragam platform media sosial.
Guna menarik minat para konsumen, sabun dengan bahan baku limbah itu diberi label merek-merek terkenal.
Tak ayal, beberapa konsumen biasanya menjual lagi produk palsu tersebut untuk memperoleh keuntungan. ”Kebanyakan konsumen tidak tahu bahwa sabun dan sampo dengan label merek ternama itu ternyata palsu,” kata Viktor.
Semua produk yang dipasarkan diduga tidak sesuai ketentuan. Jika digunakan terus-menerus, produk itu dikhawatirkan menimbulkan efek yang tak baik. ”Karena itu, kami masih melakukan uji laboratorium untuk memastikan zat kimia berbahaya apa saja yang terkandung dalam produk ini,” katanya.
Atas tindakan tersebut, kedelapan tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 110 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan turunannya. Mereka juga dijerat dengan Pasal 64 Angka 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pangan serta Pasal 138 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dengan pasal berlapis itu, para tersangka bisa terancam sanksi pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
Standar nasional
Guna mencegah praktik ilegal itu terulang, kata Viktor, pihaknya akan bekerja sama dengan instansi terkait, termasuk para pengelola lokapasar untuk memastikan produk palsu itu tidak dipajang lagi.
Viktor juga masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sebab, dari penyelidikan di lapangan diduga ada pihak di dalam perusahaan yang terlibat dalam kejahatan tersebut.
”Kami terus bekerja sama dengan pihak terkait untuk membongkar kasus ini sampai tuntas,” katanya.
Kepala Pusat Pengawasan Standardisasi Industri dari Kementerian Perindustrian Muhammad Taufik mengatakan, apa yang dilakukan para tersangka merupakan bentuk dari pelanggaran perundang-undangan, terutama terkait Standar Nasional Indonesia. Ketika aturan itu dilanggar, dikhawatirkan tidak ada jaminan keamanan produk yang digunakan konsumen.
Ahli Perlindungan Konsumen dari Kementerian Perdagangan Efraim Karnain mengatakan, beberapa produk yang diungkap kali ini sangat berisiko membahayakan konsumen. Apalagi, proses produksi dan penyalurannya tidak sesuai ketentuan. Menurut dia, apa yang dilakukan polisi merupakan kepedulian negara untuk melindungi warga negara Indonesia, terutama di wilayah Jakarta dari ancaman produk berbahaya.
Perwakilan Divisi Legal PT Unilever Indonesia Tbk Rully Mahendra Diapari mengatakan, pengungkapan kasus itu sangat membantu perusahaan mengatasi beragam risiko pemalsuan produk yang perusahaannya alami selaku pemegang merek jasa. Selain itu, pengungkapan kasus ini juga membantu perusahaan menjaga keamanan konsumen sehingga terhindar dari risiko berbahaya.