Rumah Panggung dan Rumah Apung Menciptakan Kultur Baru Masyarakat Pesisir Jakarta
Warga pesisir Jakarta Utara mendapat bantuan rumah panggung. Rumah itu akan membentuk kultur baru warga.
Warga pesisir Jakarta, tepatnya di Blok Empang, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, patut berbahagia mendapat bantuan rumah panggung dan rumah apung. Bantuan dari Universitas Pertahanan ini masih terus disempurnakan agar warga bisa tinggal dengan nyaman. Sebelumnya, warga harus bertahan di kawasan rawan banjir rob.
Sudah hampir satu bulan Neni (48) tinggal di rumah panggung di Blok Empang. Pada Kamis (25/7/2024), Neni menunjukkan rumah panggung yang baru saja ia tinggali itu. Ada tiga ruang yang dibangun, yakni 1 kamar tidur utama, 1 kamar tidur tambahan yang berdampingan dengan wastafel, serta 1 kamar mandi sederhana.
Di rumah panggung berukuran 7 meter X 3 meter itu, Neni tinggal bersama suami dan keempat anaknya. Dia dan suami tidur di kamar utama, adapun dua anak tidur di tempat tidur tingkat dan satu anak tidur di depan kamar mandi.
Sementara anak sulung tidur di bawah rumah panggung karena memang tidak ada lagi ruang tersisa di bagian atas. Selain dijadikan ruang tidur untuk anak sulung, di bagian bawah rumah panggung Neni juga digunakan untuk membuka warung makan sederhana.
Meski terbatas, Neni merasa bersyukur telah diberi kesempatan untuk tinggal di rumah panggung itu. ”Setidaknya rumah (panggung) ini jauh lebih layak dibandingkan dengan rumah semipermanen yang saya miliki sebelumnya,” katanya.
Baca juga: Jakarta Krisis Hunian Layak
Selain telah dilengkapi perabotan seperti tempat tidur, meja, dan tempat penampungan air, rumah panggung ini tampak modern, juga dilengkapi panel surya yang diletakkan di atap rumah.
Panel surya itu menjadi bagian dari pembangkit listrik tenaga surya yang turut menerangi rumah panggung itu.
Rasa syukur juga diutarakan Marni (48) yang baru tiga minggu tinggal di sana. Menurut dia, rumah panggung yang ia tempati saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan rumah semipermanen yang sudah ia tempati sejak 10 tahun terakhir.
”Akhirnya, saya mendapat kepastian untuk memiliki rumah, tidak takut digusur lagi seperti dulu,” kata Marni. Rasa trauma itu muncul karena sudah empat kali ia harus terusir karena menjadi korban penggusuran dampak dari pembangunan rumah susun.
Hanya saja, masih ada beberapa kendala yang Marni temui, seperti aliran air bersih yang kurang lancar. Akhirnya, dia masih harus memasok air bersih dari luar dengan biaya sekitar Rp 130.000 per bulan. ”Saya berharap, ke depan, air bersih bisa lebih lancar mengalir,” kata Marni.
Selain itu, banjir rob juga masih sering melanda kawasan ini. ”Hampir setiap minggu, banjir rob merendam kawasan kami. Ke depan, kami berharap ada pembangunan tanggul sehingga intensitas banjir bisa dikurangi. ”Rumah panggungnya sudah cukup bagus, harapannya jangan sampai digerus oleh banjir rob yang masih kerap datang,” katanya.
Zaenal (33), warga lainnya, juga masih menunggu rumahnya dibangun dengan konsep yang baru. Itu karena kapasitas rumah yang sebenarnya terbilang sangat kecil. ”Untuk keluarga dengan dua anak, mungkin cukup. Tetapi, jika anak sudah besar, tentu harus berpikir lagi,” katanya.
Selain itu, dirinya juga mengkhawatirkan adanya penurunan permukaan tanah mengingat tanah yang ia tinggali saat ini terbilang sangat labil. ”Dalam waktu tiga tahun saja, penurunan tanah bisa mencapai 1 meter,” ujar Zaenal.
Dalam beberapa kasus, tembok rumah permanen yang dibangun di kawasan ini kerap kali retak. Selain itu, saat ini dirinya juga terkendala dalam menjalankan usaha kerang hijau.
”Saya harus menyewa lahan baru karena di bawah rumah panggung tidak boleh ada aktivitas perebusan kerang,” katanya. Dirinya berharap segala kendala yang dihadapi warga bisa dicarikan solusinya.
Baca juga: Permasalahan Area Kumuh Jakarta Perlu Perhatikan Dampak Ekonomi Warga Gusuran
Ketua RT 007 Siman mengatakan, secara keseluruhan dari dua RT, ada ratusan kepala keluarga mendaftar agar mendapatkan bantuan ini. Menurut da, rumah panggung menjadi pilihan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. ”Saat ini ada beberapa rumah sudah ditempati, yang lainnya masih dalam proses pembangunan,” katanya.
Walau masih ditemukan sejumlah kekurangan, ucap Siman, bantuan ini memberikan solusi dari permasalahan yang dialami oleh warga, yakni banjir rob. Rata-rata penghasilan warga di kawasan ini hanya Rp 50.000-Rp 100.000 per hari. Jadi, sangat kecil kemungkinan memiliki kemampuan untuk membuat rumah yang laik.
”Dengan adanya bantuan ini, setidaknya kami bisa merasakan nyamannya rumah,” katanya. Di sisi lain, pembangunan rumah panggung dan apung ini juga menciptakan kultur masyarakat yang baru agar hidup lebih sehat.
Siman menuturkan, hingga kini proses pembangunan rumah panggung terus berlangsung. Tidak hanya rumah panggung dan apung, di kawasan ini juga dibangun jalan setapak yang digunakan sebagai akses warga.
Baca juga: Kepadatan Permukiman Penduduk Jakarta Dilihat dari Udara
Dalam siaran pers di lamanwww.kemhan.go.id, Selasa 19 Maret 2024, Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) RI Letnan Jenderal TNI Jonni Mahroza mengatakan, program ini adalah tindak lanjut atas perintah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Unhan untuk proyek percontohan (pilot project) pembangunan bantuan rumah murah dalam bentuk rumah apung dan rumah panggung bagi warga pesisir pantai yang terdampak banjir rob.
Selain itu, program ini juga bagian dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi Unhan RI dalam bentuk bakti sosial yang bekerja sama dengan program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) PT PAL.
Proyek percontohan Unhan RI, menurut Jonni, bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat pesisir dan agar terhindar dari banjir. Sebanyak 16 unit rumah apung dan 12 unit rumah panggung telah dibangun dengan dilengkapi solar panel dan bio septic tank, serta perlengkapan rumah tangga lainnya.
Diketahui sebanyak 72 jiwa akan menempati rumah apung dan rumah panggung yang dibangun Kemenhan bersama Unhan RI. Rumah panggung yang berjumlah 12 unit akan diisi oleh 51 jiwa dan 6 unit rumah apung akan terisi 21 jiwa.
Saat ini ada beberapa rumah sudah ditempati, yang lainnya masih dalam proses pembangunan.
Untuk memenuhi kebutuhan air, dibangun instalasi air bersih, air minum, dan instalasi pengolahan air limbah. Selain itu terdapat fasilitas umum berupa ruang pertemuan warga dan ruang terbuka hijau, siring beton kolam, dan fasilitas umum lainnya.
Selanjutnya untuk pengolahan limbah cangkang kerang, dibangun fasilitas pengolahan cangkang kerang yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan warga, misalnya untuk pembuatan paving block dan sebagainya.
Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna mengapresiasi pembangunan rumah panggung dan rumah apung tersebut. Menurut dia, konsep pembangunan rumah panggung memang cocok diterapkan di daerah yang kerap mengalami bencana banjir rob.
Lihat juga: Melihat Rumah Panggung dan Apung untuk Warga Pesisir Jakarta
Meski begitu, setelah pembangunan, perlu dikaji kembali apa kekurangan yang dialami warga yang mendiaminya. Hal ini penting untuk memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi. Misalnya, mengenai kapasitas ruangan apakah sesuai dengan jumlah penghuni. Aspek yang lain apakah kapasitas dapur dan kamar mandi telah sesuai dengan kebutuhan warga.
Jika kapasitas dirasa kurang sesuai, perlu dibangun ruang tambahan, seperti dapur umum dan atau ruang mandi, cuci, kakus (MCK) umum untuk mengantisipasi kekurangan tersebut. ”Sebab, pada dasarnya bentuk bangunan atau permukiman akan membentuk karakter penghuninya,” katanya.
Sebuah rumah memang harus nyaman ditinggali penghuninya. Warga Penjaringan, Jakarta Utara, masih terus menanti solusi untuk mendapat fasilitas rumah yang bisa melindunginya dari berbagai cuaca.