Tidak sinkronnya data di aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi dengan C1 plano kembali memicu kegaduhan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak sinkronnya data antara aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi dan C1 plano kembali memicu kegaduhan. Hal itu kini terjadi di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat. Ketidaksinkronan data membuat warga yang merasa curiga mengintimidasi anggota PPK.
Di media sosial beredar sebuah surat yang berisikan tentang ketidaksanggupan PPK Tapos, untuk melanjutkan pleno rekapitulasi perolehan suara di tingkat kecamatan karena adanya intimidasi. Bentuk intimidasi melalui sambungan telepon itu dialami salah satu anggota PPK, yakni Riswan Setiawan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dalam percakapan itu, peneror meminta agar hasil rekapitulasi dalam aplikasi Sirekap segera ditetapkan. Si peneror menyatakan tahu di mana rumah Riswan. Kondisi ini memukul mental Riswan dan anggota tim yang lain.
Oleh sebab itu, Riswan berencana untuk mengundurkan diri dan menyerahkan proses rekapitulasi suara langsung ke KPU kota.
Ketua PPK Tapos Jaelani membenarkan timnya sempat ingin mengajukan surat ketidaksanggupan untuk melaksanakan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan dan menyerahkan proses penghitungan rekapitulasi di tingkat kota.
Namun, setelah mendapatkan penjelasan dari komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Depok niat itu pun diurungkan. ”Kami mendapatkan pendampingan untuk kembali melanjutkan penghitungan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan,” kata Jaelani, Kamis (7/3/2024).
Ia menjelaskan, timnya tidak bisa segera menetapkan hasil rekapitulasi suara di tingkat kecamatan karena ada perbedaan data antara C Hasil Plano dan data di Sirekap. Seharusnya, hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan harus rampung pada 3 Maret lalu, tetapi sampai sekarang belum tuntas.
Alasannya, data hasil penghitungan suara salah satu partai politik di aplikasi Sirekap tidak sama dengan yang ada di hasil plano milik para saksi dan PPK. ”Karena itu, kami belum bisa menetapkan hasil rekapitulasi karena harus ada pencermatan lanjutan,” kata Jaelani.
Setelah mendapatkan bimbingan dari KPU dan Bawaslu Kota Depok, PPK Tapos memutuskan untuk melanjutkan penghitungan rekapitulasi suara sebelum dikirimkan ke tingkat kota pada Kamis (7/3/2024) malam.
Ketua Ketua KPU Depok Willi Sumarlin menuturkan, segera setelah surat ketidaksanggupan PPK melanjutkan penghitungan rekapitulasi suara itu beredar di media sosial, pihaknya bersama Bawaslu Kota Depok segera mengonfirmasi hal tersebut ke pihak PPK. ”Setelah diadakan rapat, kami memutuskan untuk melakukan penghitungan rekapitulasi di tingkat kecamatan,” katanya.
Kami belum bisa menetapkan hasil rekapitulasi karena harus ada pencermatan lanjutan.
Berulang
Sebelumnya kegaduhan akibat tidak sinkronnya data Sirekap dan C1 plano juga terjadi di tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan (KPPS) di TPS 54 di Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, pada pertengahan Februari 2024.
Sebuah video tentang dugaan kecurangan berupa penggelembungan suara pada pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024 beredar di media sosial.
Dalam video berdurasi 48 detik itu ditunjukkan adanya perbedaan yang mencolok antara raihan suara di C1 Plano di TPS 54 di RT 002 RW 003, Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, dan perolehan suara dalam situs https://pemilu2024.kpu.go.id/ milik KPU.
Perubahan yang paling kentara berada di pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pada situs KPU tertera raihan hingga 748 suara, padahal yang tertera di formulir C1 Plano hanya 74 suara.
Penggelembungan suara juga terjadi pada pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Pada situs KPU tertera 160 suara, sementara di formulir C1 plano jumlah suaranya hanya 16 suara.
Untuk pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, hasilnya tidak berubah, yakni 108. Video itu pun santer beredar pada Kamis (15/2/2024) dini hari dan sempat memunculkan kegaduhan terkait adanya kecurangan di TPS tersebut.
Ketua KPPS TPS 54 Marali menjelaskan, kesalahan itu terjadi akibat penempatan angka yang keliru sehingga sistem salah membaca data. ”Tidak ada kesengajaan untuk menggelembungkan suara,” katanya.
Ketua KPU Jakarta Timur Tedi Kurnia menjelaskan, setelah adanya video yang beredar, pihaknya segera mengoreksi kesalahan tersebut. Tedi menjelaskan, sistem Sirekap sempat sulit diakses ketika panitia memasukkan data. Akibatnya, petugas KPPS harus berulang kali memasukkan data.
Ia mengakui, sosialisasi terkait aplikasi Sirekap pada petugas KPPS belum optimal. Apalagi, metode ini baru pertama kali digelar di Jakarta. ”Tentu masih banyak kekurangan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Tedi berharap warga tidak hanya mengacu pada situs info publik dalam mengetahui hasil penghitungan suara, tetapi juga mengawasi rekapitulasi yang dilakukan secara manual. Pengawasan mulai dari rekapitulasi di tingkat kecamatan hingga ke pusat.