Warga Kampung Nelayan Jakarta Utara Butuh Bantuan Modal Usaha
Warga membutuhkan modal usaha untuk pengelolaan ikan asin. Tak tertutup bantuan usaha lain supaya mereka berdaya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga kampung nelayan di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, membutuhkan bantuan modal usaha pascakebakaran yang terjadi April lalu. Warga lain di sekitar kawasan itu turut mengeluhkan antrean pangan murah program Kartu Jakarta Pintar Plus.
Warga kampung nelayan menyampaikan kebutuhan bantuan modal usaha itu ketika Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menengok Tempat Pelelangan Ikan Muara Angke dan Rumah Pangan UMKM Masyarakat Pesisir di kawasan pusat kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional, Kamis (14/9/2023).
Salah satu warga, Rohisa (50), ingin kembali memulai usaha ikan asin yang terhenti setelah kebakaran menghanguskan setidaknya 218 bangunan di Kampung Nelayan Muara Angke, Tembok Bolong, Penjaringan, Sabtu (22/4/2023) dini hari. Amuk api melahap nyaris seluruh harta bendanya sehingga tak tersisa cukup modal usaha.
”Saya mau coba usaha lagi. Harus bangun tempat dulu, baru bisa mulai kerja lagi,” ujarnya.
Rohisa memperoleh bahan baku ikan asin dari tempat pelelangan ikan. Sekali belanja ia merogoh kocek Rp 10 juta sampai Rp 15 juta untuk 3 ton ikan. Ikan itu kemudian diolah jadi ikan asin dengan berat yang bisa menyusut sampai setengahnya.
Setiap kilogram ikan asin dipatok Rp 15.000 sampai Rp 20.000. Pembelinya dari Lampung dan ludes paling banter dua hari. ”Omzetnya lumayan. Bisa Rp 5 juta per hari dari modal yang dikeluarkan,” katanya.
Rasuti (53) pun demikian. Korban kebakaran ini kehilangan harta bendanya sehingga butuh modal usaha ikan asin. Ia juga tengah mempertimbangkan tawaran kredit usaha rakyat (KUR) dari Bank DKI. Solusi permodalan UMKM itu menawarkan pinjaman mulai Rp 1 juta sampai Rp 500 juta.
”Alhamdulillah saya sudah dapat bantuan tegel, paralon, tinggal cari modal usaha lagi,” ujarnya.
Selama ini, Rasuti mengeluarkan ongkos Rp 10 juta untuk bahan baku ikan dari tempat pelelangan. Ikan asin yang sudah jadi itu hanya dipasarkan di Muara Angke atau kebanyakan pembeli yang datang sendiri ke tempat usahanya. Omzetnya berkisar Rp 3 juta sampai Rp 5 juta.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kelautan Pertanian DKI Jakarta Suharini Eliawati mengatakan, Muara Angke merupakan kawasan pelabuhan perikanan terbesar di Jakarta. Dengan luas 72 hektar, di dalamnya terdapat lokasi pengembangan UMKM masyarakat pesisir, pengolahan ikan, dan cold storage, kolam pelabuhan kapal perikanan, dan pasar grosir ikan. Masyarakat pesisir sendiri termasuk dalam 19.000 UMKM yang dibantu dan didorong untuk naik kelas.
Salah satunya melalui Rumah Pangan UMKM Masyarakat Pesisir. ”Ada bantuan usaha, peralatan pengemasan, dan pengolahan limbah kulit kerang jadi bernilai guna,” kata Eliawati.
Untuk mengelola Rumah Pangan UMKM Masyarakat Pesisir, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Sahabat Hati Bunda. Program pelatihan yang tengah disiapkan antara lain pelatihan dan pendampingan usaha bawang goreng dan olahan ikan asin.
Manajer Yayasan Sahabat Hati Bunda Melny Nova Katuuk mengatakan, upaya tersebut untuk memangkas jumlah masyarakat miskin di pesisir Jakarta. Selain pendampingan UMKM, kegiatan juga berfokus pada pendampingan kelompok rentan, khususnya anak dan perempuan dalam program rumah aman perempuan yang terintegrasi dengan rumah pangan.
Antrean pangan murah
Dalam kesempatan yang sama, sejumlah warga mengeluhkan antrean pangan murah. Mereka harus mengantre sejak subuh demi kupon untuk mendapatkan bantuan paket sembako murah melalui program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus.
Sanawati (40), warga Muara Baru, dan ibu-ibu lain menumpahkan keluh kesah mereka ketika mengantre di Rumah Pangan UMKM Masyarakat Pesisir. Pekerja borongan di pabrik plastik ini kesal karena kuota harian terbatas.
”Mau ambil sembako. Biasanya gampang, tetapi belakangan lama, dibatasi kuota 45 orang sehari. Enggak tahu kenapa, kami yang kerja harus ke sini dulu antre, syukur-syukur dapat,” ujar ibu dua anak itu.
Umiati (44), warga lain dari Bandengan, menimpali. Ibu rumah tangga itu bahkan nyaris ribut dengan warga lain karena berebut antrean. ”Biasanya tidak antre. Malah kami (warga) sampai kau berhantam,” katanya.
Pemprov DKI Jakarta menyediakan 183 titik pendistribusian pangan murah. Ada 89 titik yang dikelola Perumda Pasar Jaya, 5 titik di Perumda Dharma Jaya, 1 titik di PT Food Station Tjipinang Jaya, dan 88 titik di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak yang tersebar di wilayah Jakarta.
Hingga kini tercatat 916.936 warga sebagai penerima manfaat program sembako murah. Mereka terdiri dari 664.936 penerima KJP Plus, 16.845 guru honorer, dan 92.475 penerima Kartu Lansia Jakarta, serta 12.893 penerima Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta.
Selain itu, program ini juga menyasar 6.777 penerima Kartu Anak Jakarta, 47.195 penerima Kartu Peserta Jamsostek, 17.834 penghuni rusun, 15.215 kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, dan 42.766 Penyedia Jasa Lainnya Perseorangan.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono seusai bertemu masyarakat pesisir berkomitmen merealisasikan permintaan warga. Permintaan itu antara lain kapal pemadam kebakaran karena masih terjadi insiden kebakaran kapal, bantuan untuk UMKM, dan mengoptimalkan program KJP.
”KJP dan tambahan pangan untuk ibu dan anak tolong manfaatkan dengan baik. Tidak dijual kembali,” katanya.