Saksi Palsu Bantu Ecky Merebut Apartemen Angela di Pengadilan
Pada periode Juli 2020-Januari 2021, Ecky menggugat Angela yang sudah meninggal terkait kepemilikan apartemen. Dalam persidangan ini, ia menghadirkan saksi palsu untuk memenanginya dalam persidangan.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — M Ecky Listiantho, tersangka kasus mutilasi di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tidak pernah membeli apartemen Angela Hindriati, korban mutilasinya, seperti yang ia klaim kepada keluarga Angela. Adapun Ecky menghadirkan saksi palsu dalam sidang gugatan kepemilikan apartemen tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi di Jakarta, Senin (6/2/2023), menyebutkan, Ecky meminta SA, teman sekolah menengah pertamanya, menjadi saksi palsu dalam gugatan kepemilikan apartemen Angela di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Angela, yang diketahui meninggal pada Juni 2019 ini, sebelumnya memiliki satu unit apartemen di Taman Rasuna, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Kepada keluarga Angela, Ecky mengaku telah membeli apartemen ini secara tunai pada 11 Juni 2019 dari Angela. Berselang satu tahun kemudian, ia hendak membuat akta jual beli (AJB) apartemen tersebut melalui notaris. Ecky membawa sertifikat asli apartemen dan surat perjanjian jual beli apartemen yang sudah dipalsukan tanda tangannya kepada notaris.
”Notaris mengatakan tidak bisa membuatkan AJB apartemen karena pihak penjual (Angela) harus hadir, mekanisme lain yang bisa dilakukan yaitu melalui penetapan pengadilan,” kata Hengki.
Ecky kemudian menggugat Angela dalam berkas perkara nomor 535/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL. Perkara ini disidangkan pada 29 September 2020 hingga pemberitahuan putusan pada 10 Februari 2021 di PN Jaksel.
”Pada 6 Januari 2021, SA sebagai saksi yang memberi keterangan bahwa ia hadir dalam transaksi apartemen fiktif milik Angela di Apartemen Taman Rasuna, Setiabudi, Jakarta Selatan. Dalam kesaksiannya, SA mengaku melihat penyerahan uang pembelian apartemen sebesar Rp 1 miliar secara tunai. SA juga mengaku menyaksikan mesin penghitung uang yang dibawa oleh Ecky,” kata Hengki dalam keterangannya.
Kesaksian palsu ini menguatkan Ecky dalam persidangan. Kasus ini dimenangi oleh Ecky, juga karena Angela sebagai tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan.
Hengki menjelaskan, dari pembunuhan ini, Ecky mengambil alih harta dan aset Angela berupa uang sebesar Rp 157 juta di rekening. Ecky juga menggadaikan sertifikat milik orangtua Angela dengan keuntungan sebesar Rp 40 juta.
”Apartemen di Taman Rasuna juga sempat disewakan selama setahun seharga Rp 99 juta kepada orang dan akhirnya dijual ke orang yang berbeda dengan harga Rp 800 juta. Totalnya, Ecky mengemas lebih dari Rp 1,14 miliar,” ujar Hengki.
Terakhir kali Angela mengabari keberadaannya adalah pada 24 Juni 2019 ketika sedang dalam perjalanan ke Jakarta dari kunjungan kerja di Bandung, Jawa Barat. Kakak Angela, Turyono, menuturkan, setelah itu tidak ada lagi kabar dari Angela.
Keluarga lantas menghubungi tetangga Angela di apartemen untuk mencari keberadaannya. Berdasarkan penuturan pihak apartemen, unit apartemen Angela telah dijual kepada Ecky. Ecky juga telah menghuni apartemen Angela sejak 11 Juni 2019.
Pada 15 Juli 2019 beberapa anggota keluarga Angela menemui Ecky di Stasiun Gambir. Dalam pertemuan kali ini, Ecky mengaku telah membeli apartemen Angela seharga Rp 1 miliar secara tunai.
”Transaksinya 11 Juni 2019 di apartemen dan dibuat perjanjian di bawah tangan. Ecky mengaku belum melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) secara notariat karena belum memiliki cukup dana untuk membayar pajak. Adapun biaya pajak dan biaya lain-lain ini nilainya hampir Rp 150 juta,” ujar Turyono.
Angela kemudian dilaporkan hilang oleh keluarga ke Kepolisian Daerah Jawa Barat pada 26 Juli 2019 karena terakhir diketahui keberadaannya di Bandung.
Saudara Angela, Indrarjo Kusumo, mengatakan, keluarga telah mencurigai pembelian apartemen oleh Ecky. ”Kami ragu karena jarang ada orang yang membeli apartemen secara tunai sebesar Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar,” katanya.
Setelah mengetahui informasi itu, keluarga Angela menggelar rapat dan menyebutkan ada dua kemungkinan. Pertama, Ecky tidak mengetahui keberadaan dan tidak melakukan apa pun atas Angela. Kedua, Ecky merupakan pembohong ulung.
Keluarga tidak mengetahui kabar dan keberadaan Angela hingga salah satu di antara mereka dihubungi oleh Polda Metro Jaya pada 30 Desember 2022. Pada saat itu, polisi menemukan jenazah yang telah dimutilasi di salah satu indekos di daerah Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat (Kompas.id, 12/1/2023).
Kronologi pembunuhan
Hengki menjelaskan, Angela dibunuh Ecky pada 25 Juni 2019 di apartemennya. Mayat Angela sempat didiamkan selama satu bulan di dalam apartemen tersebut, hingga Ecky memutilasinya pada Agustus 2019.
”Untuk menghilangkan bau, pelaku menggunakan kopi di sekitar mayat dan membuka pintu kamar mandi. Ia juga menyalakan air conditioner (AC) dan kipas angin agar baunya tidak menyebar ke dalam gedung apartemen. Pada Agustus 2019, pelaku kembali ke apartemen dan membeli alat pengupas cat untuk membersihkan lantai yang kotor akibat cairan pembusukan,” tutur Hengki.
Di apartemen ini, jasad Angela kemudian dipotong menjadi tujuh bagian menggunakan gergaji besi dan dimasukkan ke dua boks kontainer. Kemudian pada 5 April 2020, pelaku memindahkan mayat Angela dan mengontrak di Mustikajaya, Kota Bekasi, Jabar.
Pada Juni 2021, Ecky berpindah kontrakan di Lambangsari, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, sekaligus membawa dua boks kontainer tersebut.
”Pada kontrakan terakhir inilah lokasi penemuan jenazah,” kata Hengki.
Kepolisian kemudian melakukan serangkaian tes DNA dan menemukan bahwa jenazah tersebut merupakan Angela Hindriarti yang telah dilaporkan keluarga menghilang sejak Juli 2019.