Kota Cilegon Mengikis Ketimpangan Sumber Daya Manusia
Kota Cilegon tergolong kecil dengan luas 175,51 kilometer persegi tetapi punya 250 industri. Namun, angka pengangguran masih tinggi berbanding terbalik dengan banyaknya industri yang seharusnya menjadi peluang besar.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Kota Cilegon di Banten kesohor melalui produk baja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Letaknya pun strategis, menjadi penghubung Jawa dan Sumatera atau sebaliknya lewat Pelabuhan Merak. Namun, kota berpenduduk 441.761 jiwa ini masih berjuang untuk lepas dari tingginya angka pengangguran dan ketimpangan antara si miskin dan si kaya. Kota Cilegon dalam Angka 2022 oleh Badan Pusat Statistik mencatat, tingkat pengangguran terbuka sebesar 10,13 persen dan penduduk miskin mencapai 18.890 jiwa atau 4,24 persen. Kompas mewawancarai Wali Kota Cilegon Helldy Agustian pada Kamis (22/12/2022) siang, terkait upaya pemerintah mengentaskan berbagai persoalan dan rencana kerja jangka panjangnya. Apa potensi Kota Cilegon dan bagaimana mengoptimalkannya?Kota Cilegon tergolong kecil. Luasnya 175,51 kilometer persegi. Akan tetapi, ada 250 industri dan 109 di antaranya merupakan penanaman modal asing. Industri ini menjadi kekuatan kami, tetapi data saat ini menunjukkan angka pengangguran masih tinggi. Berbanding terbalik dengan banyaknya industri yang seharusnya menjadi peluang besar. Lalu kota kami menjadi lintasan dari Jawa ke Sumatera dan sebaliknya. Terdapat juga kawasan wisata Pantai Anyer. Namun, usaha mikro, kecil, dan menengah belum maksimal. Ini pekerjaan rumah kami bersama untuk membuat kelemahan menjadi kekuatan.
Lantas apa upaya yang dilakukan untuk membuat kelemahan tersebut menjadi kekuatan? Upaya kami saat ini, yaitu menyiapkan generasi emas untuk bonus demografi 2045. Ada ketimpangan jenjang pendidikan. Jumlah sekolah dasar sebanyak 150, tetapi sekolah menengah pertama cuma 11 sejak tahun 2008 hingga 2021. Akibatnya, peluang bersekolah 1:13,6. Si kaya masuk sekolah negeri yang gratis, sedangkan si miskin masuk sekolah swasta yang berbayar. Ini salah satu penyebab ketimpangan di Kota Cilegon. Kami mulai berbenah untuk mendukung sistem zonasi supaya di setiap kecamatan ada sekolah menengah pertama. Kami terapkan sistem sekolah siang menumpang di sekolah dasar, sembari membeli lahan untuk bangun sekolah. Kalau menunggu sekolahnya ada, mau sampai kapan. Kemudian Untirta (Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) ada di sini, tetapi justru banyak mahasiswa dari luar daerah yang berkuliah di situ. Setelah lulus, mereka tidak pulang kampung karena industrinya di Cilegon. Angkatan kerja kami otomatis peluangnya berkurang. Maka ada beasiswa sarjana untuk 5.000 pelajar selama 4 tahun menempuh kuliah strata satu. Masing-masing dapat biaya Rp 3 juta per semester di kampus negeri atau swasta yang sudah bekerja sama. Namun, beasiswa ini ada syaratnya. Wajib 5 tahun tinggal di Cilegon, dari keluarga tidak mampu atau berprestasi, IPK selama kuliah harus 3. Jadi tidak ada alasan tidak mampu kuliah. Untuk lapangan pekerjaan kami kerja sama dengan industri yang ada. Kami ketemu, negosiasi, berupaya kumpulkan perekrut sebanyak dua kali. Kami minta mereka berikan kesempatan pemagangan dan lihat keseriusan peserta magang. Kami juga berikan bantuan menebus ijazah sekolah menengah kejuruan yang ditunggak hingga Rp 2,5 miliar. Sampai sekarang sudah ada 200 ijazah yang ditebus. Jadi selama ini miris, anak-anak lulus hanya mengandalkan fotocopy dan legalisir. Untuk itu kami juga bekerja sama dengan industri kimia untuk membuka kelas diploma satu dan diploma tiga bagi warga Cilegon.
Saya dan Wakil Wali Kota Cilegon Sanuji Pentamarta terus berupaya merealisasikan dan berproses mewujudkan visi Cilegon Baru, Modern, dan Bermartabat. Ada Kartu Cilegon Sejahtera. Programnya antara lain bantuan modal hingga Rp 25 juta untuk perintisan, penguatan, dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Kami buat Cilegon Night Market. Pasar ini meniru Malioboro, kami coba agar kesempatan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah untuk berkembang. Apa contoh terbaik dari kerja nyata yang dilakukan dalam membangun Kota Cilegon? Kota kami kecil tapi industrinya banyak. Artinya alhamdulillah. Lalu, banyak perbaikan, seperti angka kepuasan masyarkat dari 77 jadi 82,59, indeks pembangunan manusia naik, angka harapan hidup, kehidupan masyarakat mulai terangkat. Akan tetapi, kesuksesan bukan hanya soal infrastruktur saja. Hasil survei Badan Pusat Statistik jadi tolok ukuran pembenahan terus-menerus. Kami kembangkan universal health coverage. Pada tahun 2021 bantuannya mencapai 83 persen, maka kami berangkat (studi banding) ke Bantaeng, Sulawesi Selatan, untuk belajar. (sistem di sana).
Alhamdulillah, kami kerja sama dengan industri, provinsi, dan pusat, sekarang cakupan sudah lebih dari 95 persen. Artinya ada kemudahan bagi masyarakat Cilegon yang tidak mampu untuk akses kesehatan bermodalkan identitas kependudukan. Kami dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) meresmikan pabrik pengelolaan sampah bahan bakar jumputan padat di Tempat Pembuangan Sampah Akhir Bagendung. Tidak pakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Banyak yang datang belajar ke Cilegon untuk kembangkan hal serupa. Ke depan kami akan dibantu dana dari Bank Dunia Rp 100 miliar untuk pengembangan sehingga bisa kelola sampah dari 30 ton menjadi 200 ton per hari. Upaya lain yang membanggakan adalah produk cangkul merah putih. Kerja sama dengan Krakatau Steel. Banyak yang sudah dilakukan, tetapi masih ada kekurangan. Semua butuh proses dan kami harus pahami itu.
Bagaimana Kota Cilegon dalam waktu 5-10 tahun ke depan? Selama 23 tahun, kota kami belum punya command center. Sekarang ada, menuju smart city, bekerja sama dengan industri yang ada. Ke depan akan dibuat satu data dan smart village. Setiap RT/RW honornya naik dan kami dorong berikan data terbaik dan valid. Tujuannya kami bisa melihat persoalan kota melalui kacamata helikopter. Di mana wilayah penganggurannya banyak, miskin, yatim, orang jompo, dan masalah lain. Nanti diobati, dibantu berbasis data supaya tepat sasaran. Lima tahun ke depan juga akan tumbuh kembangkan kota pariwisata. Ubah pola pikir tidak hanya kota baja saja. Tahap awal memanfaatkan bekas kantor kejaksaan sebagai dewan kerajinan nasional daerah, sudah sepakat dengan salah satu industri untuk ruangan khusus usaha mikro, kecil, dan menengah tanpa biaya sewa, dan sedang jajal dengan lainnya. Selanjutnya mal pelayanan publik yang dibentuk sebagai motor penggerak dengan konsep aparatur sipil negara melayani bukan dilayani. Upaya ini pun mesti didukung dengan mengadaptasi teknologi. Bagaimana peran eksternal untuk mewujudkan visi Cilegon Baru, Modern, dan Bermartabat? Hubungan dengan pemerintah pusat mesti dekat dan erat untuk lobi-lobi kepentingan masyarakat. Untungnya saya mantan salesman, bagaimana pendekatan supaya dapat bantuan. Ini penting untung tunjang pendapatan asli daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Satu-satu kami coba karena kami tahu bahwa tidak mudah memimpin Cilegon. Bukan berarti sulit, kami ingin aparatur sipil negara berpikir bahwa hidup satu kali sebagai kesempatan mengabdi kepada masyarakat.