Tatmadaw: Lima Poin Konsensus Harus Menyesuaikan Kondisi Internal Myanmar
Junta menyatakan, penerapan 5 PC’s ASEAN harus menyesuaikan kondisi internal mereka. Laos anggap Myanmar jadi beban.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
NAYPIDAW, KAMIS — Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing menegaskan kembali bahwa pelaksanaan lima poin konsensus yang disusun ASEAN tidak bisa sepenuhnya sejalan dengan kehendak organisasi. Hlaing menyebut, penerapan 5 poin yang disepakati di Jakarta pada 24 April 2021 akan selalu disesuaikan dengan peta jalan yang telah disusun oleh pemerintahan junta.
Penekanan itu disampaikan Hlaing saat menerima kunjungan Utusan Khusus Ketua ASEAN untuk Myanmar Alunkeo Kittikhoun, di Naypidaw, Rabu (10/1/2024). Dalam pertemuan itu, Kittikhoun didampingi Duta Besar Laos untuk Myanmar dan sejumlah staf.
Hlaing, pemimpin kudeta militer Myanmar, 1 Februari 2021, mengatakan, mereka mengambil alih kekuasaan dan saat ini tengah menjalankan tanggung jawab mengelola pemerintahan. Pengambilalihan kekuasaan dilakukan karena terjadi kecurangan pada pemilu November 2020. Pemerintahan sipil, sebut Hlaing, juga dinilai melakukan terorisme bersenjata tanpa menyelesaikan kontroversi dan permasalahan politik di negara tersebut.
Foto yang dirilis oleh Istana Presiden RI, 24 April 2021, memperlihatkan pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing (pojok kanan bawah) ikut serta dalam pertemuan para pemimpin ASEAN di Sekretariat ASEAN di Jakarta.
Sebaliknya, dikutip dari Global New Light of Myanmar, Hlaing menyebut bahwa di bawah kendali militer yang mendirikan Dewan Administrasi Negara mereka mencoba untuk menjamin perdamaian dan situasi negara yang stabil. Junta, klaim Hlaing, juga berupaya memperkuat sistem demokrasi multipartai yang selama ini menjadi cita-cita rakyat Myanmar.
Hlaing menyebut bahwa yang tengah diupayakan oleh junta adalah bagian dari lima poin konsensus ASEAN yang diadopsi oleh mereka, termasuk upaya untuk menstabilkan kondisi politik dan keamanan serta bagian dari visi politik negara. Junta, dalam pandangan Hlaing, juga tidak menutup pintu bagi bantuan kemanusiaan yang dikirimkan oleh ASEAN.
Pertemuan para pemimpin ASEAN di Sekretariat ASEAN, 24 April 2021, yang juga dihadiri langsung oleh Hlaing, menghasilkan lima hal untuk bisa dilaksanakan oleh Tatmadaw, yakni penghentian segera kekerasan di Myanmar, perlunya dialog konstruktif menuju solusi damai, penunjukan utusan khusus sebagai mediator dialog, bantuan kemanusiaan, dan kunjungan utusan khusus dan delegasi ASEAN ke Myanmar. Akan tetapi, hingga akhir 2023, saat keketuaan ASEAN diserahterimakan dari Indonesia ke Laos, dalam penilaian organisasi ini, banyak poin isi konsensus tidak dilaksanakan.
Bahkan, dalam perjalanannya, junta mensyaratkan bahwa mereka akan melaksanakan isi konsensus jika kondisi negara sudah stabil.
Dialog nasional yang diinginkan oleh ASEAN sejauh ini belum bisa terlaksana karena Tatmadaw, sebutan bagi militer Myanmar, dan junta telah menetapkan kelompok oposisi, yang kini telah meneguhkan diri sebagai Pemerintahan Persatuan Myanmar (NUG), sebagai kelompok teror. Junta dan Tatmadaw terus memerangi angkatan bersenjata NUG, PDF (people’s defense force) yang saat ini telah menguasai beberapa provinsi di wilayah utara Myanmar. Selain itu, Tatmadaw juga berhadapan dengan kelompok bersenjata dari suku bangsa yang mencoba memisahkan diri dari Myanmar.
Belum solid
Di ASEAN sendiri tidak ada kesamaan sikap dalam upaya menyelesaikan persoalan Myanmar. Indonesia, Singapura, dan Malaysia menjadi tiga negara yang dinilai bersikap keras terhadap junta. Sebaliknya, anggota ASEAN lain, seperti Vietnam, Kamboja, dan Laos, kurang kritis terhadap para jenderal yang berkuasa, begitu pula Thailand.
Stasiun televisi Myanmar, MRTV, menyebutkan, anggota Perjanjian Gencatan Senjata Nasional-Penanda tangan, Organisasi Bersenjata Etnis, sebuah kelompok yang didirikan sembilan tahun lalu untuk mencari cara mengakhiri konflik bersenjata dengan Tatmadaw juga mengadakan pertemuan dengan Alounkeo. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari kelompok yang hadir saat ini tengah bertempur dengan Tatmadaw. Dengan demikian, relevansi partisipasi mereka dalam upaya perdamaian dinilai sangat minim.
Tidak diketahui apakah Alounkeo bertemu dengan Aung San Suu Kyi, yang ditangkap saat militer merebut kekuasaan. Suu Kyi yang berusia 78 tahun kini menjalani hukuman penjara 27 tahun di Naypyidaw setelah dinyatakan bersalah dalam beberapa tuntutan yang diajukan oleh militer. Junta tidak pernah memberi izin utusan khusus ASEAN sebelumnya, yang datang bergantian dari Brunei, Kamboja, dan Indonesia, untuk bertemu dengan Suu Kyi.
Beban bagi Laos
Aluenko, mantan Dubes Laos di PBB, juga tidak mengeluarkan pernyataan resmi mengenai kunjungan dan pertemuannya ini. Akan tetapi, pernyataan mengenai Myanmar disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Laos Saleumxay Kommasith saat memberikan kuliah umum di Yusof-Ishak Institute di Singapura, pekan lalu.
Kommasith, yang juga menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Laos, dikutip dari media Singapura The Business Times mengatakan, Laos tidak mungkin menyelesaikan persoalan di Myanmar semasa memegang keketuaan ASEAN. Dia memandang bahwa menyelesaikan persoalan Myanmar adalah sebuah proses yang berkelanjutan.
’Merupakan sebuah keajaiban jika, pada masa kepemimpinan Laos, masalah Myanmar dapat terselesaikan sehingga kami berharap Malaysia dapat melanjutkannya,” katanya.
Pada KTT ASEAN di Jakarta, para pemimpin ASEAN sepakat membentuk troika sebagai langkah baru meneruskan proses penyelesaian situasi konflik di Myanmar. Troika itu terdiri dari ketua ASEAN saat ini, yakni Laos, ketua sebelumnya dan ketua selanjutnya, yakni berturut-turut adalah Indonesia dan Malaysia.
Kommasith mengakui pembentukan troika sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan di Myanmar membantu meringankan beban Laos. Dia menyebut bahwa semua pihak harus menyadari bahwa masalah Myanmar tidak akan selesai dalam waktu setahun atau dua tahun saja. Pemegang mandat keketuaan ASEAN, katanya, harus mendapatkan bantuan dari negara-negara lainnya untuk bisa membantunya menyelesaikan persoalan ini.
”Prinsip di balik troika ASEAN adalah kami ingin memastikan kelanjutannya karena kami telah menerima kenyataan bahwa masalah Myanmar tidak akan terselesaikan dalam dua tahun ke depan. Kami ingin kerja bagus yang telah dilakukan oleh ketua sebelumnya dilanjutkan dan diteruskan kepada ketua berikutnya,” katanya. (AP)